Mengembangkan
Potensi Slow Learner
Jika anak slow learner diberikan
pendidikan yang tepat maka potensinya akan berkembang melebihi anak normal
lainnya, namun jika dibiarkan mereka akan menjadi generasi budak.
Anak
dilahirkan dengan potensi dan keunikannya masing-masing. Mereka terlahir
sebagai anak yang uniq. Setiap anak berbeda dengan lainnya, bahkan anak kembar
memiliki potensi dan kelemahan yang berbeda. Sebagai orang tua pasti
menginginkan memiliki anak dengan potensi yang luar biasa, normal seperti anak
pada umumnya. Potensi dan kelemahan yang ada pada diri anak yang harus kita
pahami dan kita kembangkan dengan meminimalkan kelemahan yang dibawanya sejak
lahir. Apalagi kita sebagai seorang guru, dalam satu kelas terdapat berbagai
macam anak dengan latar belakang sosial orang tuanya dan berbagai macam anak
dengan perilaku yang berbeda-beda. Ada anak yang pendiam dan cenderung
mengasingkan dri dari temannya atau sebaliknya, anak dengan perilaku yang
berlebihan energinya seakan-akan tidak pernah capek atau sebaliknya, anak yang
suka usil dengan temannya, anak yang sangat manja dengan kita sebagai gurunya,
anak yang mandiri dan tanggung jawab, anak yang dengan mudah mengusai dan
memahami materi pelajaran yang kita berikan atau sebaliknya, anak yang mudah
fokus namun ada anak yang perhatiannya mudah teralihkan. Perilaku tersebut
mungkin hanya sebagian dari perilaku anak-anak kita yang kita temui setiap
hari. Yang sering kita abaikan dalam proses pembelajaran, kita acuhkan, dan
bahkan sering kita biarkan belajar seperti apa adanya adalah anak dengan
kecenderungan lemah akademik, baik lemah pemahaman maupun lemah berhitung. Anak
dengan kecenderungan tersebut secara fisik mereka sama seperti anak pada
umumnya, namun jika kita obsevasi maka kita akan mendapatkan anak tersebut ternyata
kategori anak yang membutuhkan pendampingan belajar yang berbeda dengan anak
pada umumnya. Anak dengan kelemahan akademik tersebut bukan anak yang mampu
belajar tetapi anak yang mengalami kelambanan dalam belajar yang merata pada
semua pelajaran.
Di dalam buku model kurikulum (kemendikbud, 2007) anak yang memiliki
keterbatasan potensi kecerdasan, sehingga proses belajarnya menjadi lamban.
Tingkat kecerdasan mereka sedikit di bawah rata-rata dengan IQ antara 80-90.
Kelambanan belajar mereka merata pada semua mata pelajaran. Anak dengan
kecenderungan tersebut kategori anak slow
learner disebut anak border
line (”ambang batas”), yaitu berada di antara kategori kecerdasan
rata-rata dan kategori mental retardation
/tunagrahita.
Mereka
termasuk katagori “border line ”( garis
batas ) yang secara pendidikan disebut “slow learner “ ( lamban belajar ).
Anak-anak yang masuk dalam kelompok lamban belajar dan tunagrahita
ringan, banyak juga ditemukan di sekolah umum. Gejalayang tampak antara lain
prestasi belajar sebagian besar atau seluruh mata pelajaran umumnya rendah,
sulit menangkap pelajaran, dan sebagainya. Akibat lebih jauh dari kondisi ini
adalah putus sekolah . Guru perlu mengenali mereka agar dapat memberikan
bantuan sedini mungkin sehingga anak tidak putus
sekolah(wikipedia.org). Jika anak slow learner diberikan pendidikan yang tepat
maka potensinya akan berkembang melebihi anak normal lainnya, namun jika
dibiarkan mereka akan menjadi generasi budak. Sebagai pelaku pendidikan kepekaan
terhadap anak yang dibutuhkan agar mendapatkan pendidikan yang tepat.
Anak dengan
kecenderungan yang berbeda dengan anak pada umumnya mereka memiliki
permasalahan dalam bahasa dan komunikasi, kognisi dan intelektual, kemandirian,
sosial, dan emosi. Dengan keterbatasan yang dimilikinya maka anak seperti
tersebut membutuhkan proses belajar yang berbeda dengan anak pada umumnya.
Mereka dapat dimasukan ke dalam satu kelas dengan anak normal lainnya, namun
dalam pembelajaran mereka membutuhkan metode dan penanganan yang berbeda. Secara
spesifik karakteristik anak Slow Learner dipengaruhi oleh faktor internal
yaitu yang
berasal dari dalam anak itu sendiri. Anak ini mengalami gangguan pemusatan
perhatian, sehingga kemampuan perseptualnya terhambat. Kemampuan perseptual
yang terhambat tersebut meliputi persepsi visual (proses pemahaman terhadap
objek yang dilihat), persepsi auditoris (proses pemahaman terhadap objek yang didengar)
maupun persepsi taktil-kinestetis (proses
pemahaman terhadap objek
yang diraba dan digerakkan),
dan yang lebih memastika adalah skor IQ : 80-90. Faktor-faktor internal
tersebut menjadi penyebab anak kategori slow learner, bukan faktor eksternal
(yang berasal dari luar anak), seperti faktor lingkungan keluarga, budaya,
fasilitas, dan lain-lain. Anak slow learner tidak memiliki gangguan fisik dan/atau Mental.
Jika dalam
proses pembelajaran di kelas kita menemukan anak dengan kecenderungan seperti
tersebut, maka hal yang harus kita lakukan adalah :
·
Melakukan asesmen akademik yaitu
mengumpulkan informasi kemampuan akademik dalam hal membaca, menulis, dan
berhitung.
·
Memastikan bahwa anak kategori slow learner yaitu
dengan membawa anak ke Psikolog untuk tes IQ (IQ : 80-90).
·
Berkolaborasi dengan Psikolog untuk mengembangkan
pembelajaran dan potensinya.
·
Memberikan proses pembelajaran yang berbeda dengan
anak pada umumnya, yaitu :
-
Breakdown Kurikulum : mengembangkan kurikulum dan
silabus berdasar KD dan Indikator pada kurikulum nasional.
-
Memodifikasi bahan ajar : dinarasikan atau diinformasikan, diberikan pengalaman nyata, disajikan dalam bentuk
benda-benda kongkrit atau benda-benda yang dibuat model tiruan, diganti dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa, dihilangkan atau tidak diberikan sama sekali, dengan pertimbangan apabila diberikan dapat membahayakan diri
anak didik.
-
Menggunakan standar penilaian yang berbeda dengan
lainnya.
-
Proses pembelajarannya secara bersama-sama dalam kelas
klasikal dalam waktu tertentu dan secara individu dengan pendampingan.
-
Mengembangkan potensi non akademik
-
Mengembangkan hobbi untuk dijadikan keahliannya
-
Bekerjasama dengan orang tua dalam hal mengemabngkan
akademik dan non akademik
-
Memberikan rekomendasi ke orang tua berdasarkan
rekomendasi Psikolog dan observasi di kelas untuk mengarahkan dan mengembangkan
potensi non akademik ke pendidikan non formal di luar sekolah.
-
Memahami anak dengan tidak membedakan dalam hal
perlakuan emosi dengan anak lainnya.
Dengan model-model tersebut, kita harapkan anak slow learner akan
berkembang potensi akademik dan non akademiknya sehingga kelak mereka akan
menjadi generasi bangsa yang dapat memebrikan sumbangsih besar dan bermanfaat
bagi lingkungannya. Bagaimanakah menurut
saudara?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar