Minggu, 02 Desember 2018

Strategi Pendidikan di Era Globalisasi



Strategi Pendidikan di Era Globalisasi
Heri Murtomo
(Pelaku Pendidikan di Surabaya)
Era globalisasi yang melanda dunia termasuk Indonesia berlangsung sangat cepat yang menimbulkan dampak global pula yang sekaligus menuntut kemampuan manusia unggul yang mampu mensiasati dan mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang sedang dan akan terjadi. Globalisasi akan semakin membuka diri bangsa dalam menghadapi bangsa-bangsa lain. Batas-batas politik, ekonomi, sosial budaya antara bangsa semakin kabur. Persaingan antar bangsa akan semakin ketat dan tak dapat dihindari, terutama dibidang ekonomi dan IPTEK. Hanya negara yang unggul dalam bidang ekonomi dan penguasaan IPTEK yang dapat mengambil manfaat atau keuntungan yang banyak.
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia (Edison A. Jamli, 2005). Proses globalisasi berlangsung melalui dua dimensi, yaitu dimensi ruang dan waktu. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, dan terutama pada bidang pendidikan. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Pengertian lain dari globalisasi seperti yang dikatakan oleh Barker (2004) adalah bahwa globalisasi merupakan koneksi global ekonomi, sosial, budaya dan politik yang semakin mengarah ke berbagai arah di seluruh penjuru dunia dan merasuk ke dalam kesadaran kita.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia.
Untuk dapat menjadi negara yang unggul di era globalisasi, salah satu kuncinya adalah globalisasi pendidikan yang dipadukan dengan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Selain itu hendaknya peningkatan kualitas pendidikan selaras dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Tidak dapat kita pungkiri bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini, untuk dapat menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik memerlukan biaya yang cukup besar. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab globalisasi pendidikan belum dirasakan oleh semua kalangan masyarakat.
Manusia global adalah manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa (bermoral), mampu bersaing, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki jati diri. Salah satu wahana yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang unggul adalah melalui pendidikan. Kemajuan teknologi, ketersediaan modal, barang, sumber daya manusia (SDM) akan mengalir deras dari berbagai belahan dunia yang tidak mungkin dapat dihindari oleh negara manapun. Terkait dengan kondisi tersebut, tuntutan akan reformasi pendidikan (“revolusi pendidikan”) sangat diperlukan, mengingat model pendekatan pendidikan kita selama ini dinilai cenderung bersifat indokrinatif, dogmatis, gaya bank, dan opresif birokratis, orientasi pendidikan tidak sesuai dengan jiwa dan semangat reformasi pendidikan yang mendambakan keunggulan individu, masyarakat dan bangsa di tengah-tengah era otonomi daerah, era demokratisasi, era teknologi informasi dan kehidupan global. Akibatnya kualitas SDM yang dihasilkan dari lembaga pendidikan kita relative sangat rendah dan tertinggal dengan negara-negara tetangga. Hingga saat ini kualiatas pendidikan di Indoensia masih jauh tertinggal dengan kualitas pendidikan negara-negara lainnya, bahkan nyaris Indonesia berada pada posisi terbawah.
Dengan kondisi tersebut, perubahan orientasi pendidikan kita harus segera dilakukan reformasi (”revolusi”) secara mendasar (mind set pelaku) pada semua komponen dalam sistem pendidikan kita. Perubahan orientasi pendidikan tidak hanya berkutat pada perubahan kurikulum semata, namun yang terpenting saat ini adalah adanya “revolusi” sikap mental, pola pikir dan perilaku pelaku pendidikan (aparat, pengelola dan pengguna pendidikan) secara mendasar. Kebijakan ini dilakukan agar dapat mewujudkan pendidikan yang lebih demokratis, memiliki keunggulan komparatif dan kompetetif, memperhatikan kebutuhan daerah, mampu mengembangkan seluruh potensi lingkungan dan potensi peserta didik serta lebih mendorong peran aktif dari masyarakat. Untuk mendukung pencapaian kondisi tersebut, pengelola pendidikan hendaknya memiliki pemahaman konsep pendidikan yang komprehensif. Sejalan dengan era informasi dalam dunia global ini, pendidikan merupakan sarana yang sangat strategis dalam melestarikan sistem nilai yang berkembang dalam kehidupan. Kondisi tersebut tidak dapat dielakkan bahwa dalam proses pendidikan tidak hanya pengetahuan dan pemahaman peserta didik yang perlu dibentuk (Drost, 2001: 11), namun sikap, perilaku dan kepribadian peserta didik perlu mendapat perhatian yang serius, mengingat perkembangan komunikasi, informasi dan kehadiran media cetak maupun elektronik tidak selalu membawa pengaruh positif bagi peserta didik. Tugas pendidik dalam konteks ini membantu mengkondisikan pesera didik pada sikap, perilaku atau kepribadian yang benar, agar mampu menjadi agents of modernization bagi dirinya sendiri, lingkungannya, masyarakat dan siapa saja yang dijumpai tanpa harus membedakan suku, agama, ras dan golongan. Pendidikan diarahkan pada upaya memanusiakan manusia, atau membantu proses hominisasi dan humanisasi, maksudnya pelaksanaan dan proses pendidikan harus mampu membantu peserta didik agar menjadi manusia yang berbudaya tinggi dan bernilai tinggi (bermoral, berwatak, bertanggungjawab dan bersosialitas). Para peserta didik perlu dibantu untuk hidup berdasarkan pada nilai moral yang benar, mempunyai watak yang baik dan bertanggungjawab terhadap aktifitas-aktifitas yang dilakukan. Dalam konteks inilah pendidikan budi pekerti sangat diperlukan dalam kehidupan peserta didik di era globalisasi ini.
Dari uraian di atas, maka pendidikan di Indonesia era global ini perlu dilakukan perubahan sistem maupun strategi menghadapi era globalisasi ini sehingga dapat dipersiapkan generasi bangsa yang siap menghadapi era global dan tantangannya. Bagaimana strategi yang harus dipersiapkan dalam sistem pendidikan nasional?
Di dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 2 menerangkan bahwa “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan zaman.
Pada era globalisasi ini dunia pendidikan dituntut mempunyai peran ganda. Pertama harus mempersiapkan manusia yang berkualitas dan mampu berkompetisi sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi, atau manusia yang mempunyai kesiapan mental dan sekaligus kesiapan kemampuan skill (profesional). Kedua, yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana dunia pendidikan ini mampu menyiapkan manusia yang berakhlak mulia. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan pemerintah negara Indonesia yaitu antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat (3) memerintahkan agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Di alam era globalisasi ini, tugas pendidikan, khususnya di Indonesia, di samping harus mampu menyiapkan manusia yang mampu berkompetisi, tetapi juga harus mampu menyiapkan peserta didik agar dapat menghadapi akulturasi budaya yang luar biasa, terutama dari Barat. Namun, perlu ditekankan, sebenarnya derasnya arus budaya manca negara ke Indonesia bukanlah presenden buruk bagi rakyat apabila mampu menyaring, mengambil yang baik, dan meninggalkan yang buruk (M. Imam Zamroni, 2004: 213). Pendidikan harus dapat berperan sebagai alat yang ampuh untuk menyaring budaya-budaya yang masuk dan sekaligus menguatkan budaya lokal yang memang masih perlu dijunjung. Dengan demikian, lembaga pendidikan dituntut, misalnya, harus menciptakan kurikulum yang dapat memberdayakan tradisi lokal, supaya tidak punah karena akibat pengaruh globalisasi yang tidak lagi mengenal sekat-sekat primordial dan batas-batas wilayah bangsa.



Strategi Pengembangan Pendidikan Indonesia Di Era Globalisasi

Untuk menjawab tantangan sekaligus peluang kehidupan global di atas, diperlukan sistem pendidikan yang dapat menjawab tantangan zaman. Untuk menentukan sistem pendidikan yang dimaksud, maka paradigma pendidikan harus kita luruskan terlebih dahulu. H.A.R. Tilar (2000:19-23) mengemukakan pokok-pokok paradigma baru pendidikan sebagai berikut: (1) pendidikan ditujukan untuk membentuk masyarakat Indonesia baru yang demokratis; (2) masyarakat demokratis memerlukan pendidikan yang dapat menumbuhkan individu dan masyarakat yang demokratis; (3) pendidikan diarahkan untuk mengembangkan tingkah laku yang menjawab tantangan internal dan global; (4) pendidikan harus mampu mengarahkan lahirnya suatu bangsa Indonesia yang bersatu serta demokratis; (5) di dalam menghadapi kehidupan global yang kompetitif dan inovatif, pendidikan harus mampu mengembangkan kemampuan berkompetisi di dalam rangka kerjasama; (6) pendidikan harus mampu mengembangkan kebhinekaan menuju kepada terciptanya suatu masyarakat Indonesia yang bersatu di atas kekayaan kebhinekaan masyarakat, dan (7) yang paling penting, pendidikan harus mampu meng-Indonesiakan masyarakat Indonesia sehingga setiap insan Indonesia merasa bangga menjadi warga negara Indonesia.
Sistem pendidikan harus dilakukan perubahan sesuai dengan tuntutan era globalisasi ini. Agar sistem pendidikan dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas dan dapat bersaing dengan yang lain.
Sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan, perlu diupayakan suatu sistem pendidikan yang mampu membentuk kepribadian dan ketrampilan peserta didik yang unggul, yakni beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, manusia yang kreatif, cakap, terampil, jujur, dapat dipercaya, disiplin, bertanggung jawab dan memiliki solidaritas sosial yang tinggi. Moh Nuh dalam bukunya Menyemai Kreator Peradaban (renungan tentang pendidikan, agama, dan budaya), tahun 2014 mengatakan bahwa Abad ke-21 manusia harus memiliki beberapa keterampilan dasar penting : (1) pemikir kritis; (2) seorang penyelesai amsalah; (3) dapat berkomunikasi secara efektif; (4) dapat berkolaborasi secara efektif; (5) dapat mengarahkan diri sendiri; (6) paham akan komunikasi dan media; (7) paham dan sadar akan fenomena global; (8) memikirkaan kepentingan umum; (9) terampil dalam keuangan, ekonomi, dan kewirausahaan (Ken Key, President Partnership for 21st Century Skills).
Kita harus menyadari bahwa Indonesia masih dalam masa transisi dan memiliki potensi yang sangat besar untuk memainkan peran dalam globalisasi khususnya pada konteks regional. Inilah salah satu tantangan dunia pendidikan kita yaitu menghasilkan SDM yang kompetitif dan tangguh. Kedua, dunia pendidikan kita menghadapi banyak kendala dan tantangan. Namun dari uraian di atas, kita optimis bahwa masih ada peluang. Ketiga, alternatif yang ditawarkan di sini adalah penguatan fungsi keluarga dalam pendidikan anak dengan penekanan pada pendidikan informal sebagai bagian dari pendidikan formal anak di sekolah. Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak akan membuat kita lebih hati-hati untuk tidak mudah melemparkan kesalahan dunia pendidikan nasional kepada otoritas dan sektor-sektor lain dalam masyarakat, karena mendidik itu ternyata tidak mudah dan harus lintas sektoral. Semakin besar kuantitas individu dan keluarga yang menyadari urgensi peranan keluarga ini, kemudian mereka membentuk jaringan yang lebih luas untuk membangun sinergi, maka semakin cepat tumbuhnya kesadaran kompetitif di tengah-tengah bangsa kita sehingga mampu bersaing di atas gelombang globalisasi ini.
Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan), repositioning strategy (strategi) , dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua.
Untuk membekali terjadinya pergeseran orientasi pendidikan di era global dalam mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang unggul, diperlukan strategi pengembangan pendidikan, antara lain:
a.      Mengedepankan model perencanaan pendidikan (partisipatif) yang berdasarkan pada need assessment dan karakteristik masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pendidikan merupakan tuntutan yang harus dipenuhi.
b.      Peran pemerintah bukan sebagai penggerak, penentu dan penguasa dalam pendidikan, namun pemerintah hendaknya berperan sebagai katalisator, fasilitator, dan pemberdaya masyarakat.
c.      Penguatan fokus pendidikan, yaitu fokus pendidikan diarahkan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat, kebutuhan stakeholders, kebutuhan pasar dan tuntutan teman saing.
d.      Pemanfaatan sumber luar (out sourcing), memanfaatkan berbagai potensi sumber daya (belajar) yang ada, lembaga-lembaga pendidikan yang ada, pranata-pranata kemasyarakatan, perusahaan/industri, dan lembaga lain yang sangat peduli pada pendidikan.
e.      Memperkuat kolaborasi dan jaringan kemitraan dengan berbagai pihak, baik dari instansi pemerintah maun non pemerintah, bahkan baik dari lembaga di dalam negeri maupun dari luar negeri.
f.       Menciptakan soft image pada masyarakat sebagai masyarakat yang gemar belajar, sebagai masyarakat belajar seumur hidup.
g.      Pemanfaatan teknologi informasi, yaitu: lembaga-lembaga pendidikan baik jalur pendidikan formal, informal maupun jalur non formal dapat memanfaatkan teknologi informasi dalam mengakses informasi dalam mengembangkan potensi diri dan lingkungannya (misal; penggunaan internet, multi media pembelajaran, sistem informasi terpadu, dsb)

Pengembangan Kurikulum
Abad ke-21 manusia harus memiliki beberapa keterampilan dasar penting : (1) pemikir kritis; (2) seorang penyelesai amsalah; (3) dapat berkomunikasi secara efektif; (4) dapat berkolaborasi secara efektif; (5) dapat mengarahkan diri sendiri; (6) paham akan komunikasi dan media; (7) paham dan sadar akan fenomena global; (8) memikirkaan kepentingan umum; (9) terampil dalam keuangan, ekonomi, dan kewirausahaan (Ken Key, President Partnership for 21st Century Skills). Tahun 2013 pemerintah memberlakukan kurikulum 2013 yaitu penekanan pada pembentukan karakter generasi bangsa sehingga kleak menjadi generasi unggul, berkarakter dan bermartabat. Moh Nuh sebagai penggagas Kurikulum 2013 mengatakan dalam bukunya Menyemai Kreator Peradaban (renungan tentang pendidikan, agama, dan budaya) Tahun 2014 mengatakan bahwa arahnya adalah peningkatan kompetensi yang utuh antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Ukuran keberhasilan peserta didik dapat dilihat dari pertambahan pengetahuannya, peningkatan keterampilannya, dan kemuliaan kepribadiannya. Disinilah peran guru harus menjadi role model (teladan), mejadi pendengar yang baik. Kalau guru mengajar dengan hati, murid akan mendengarkan dengan hati. Guru yang mengajar dengan cinta, murid pasti akan membalasnya dengan cinta. Guru yang pandai menghargai murid, murid pasti menghargai guru.

Pengembangan Pendidikan Karakter Bangsa
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Oleh karena itu, Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa diarahkan pada upaya mengembangkan nilai-nilai yang mendasari suatu kebajikan sehingga menjadi suatu kepribadian diri warga negara (Kemdiknas, 2011: 7). Oleh karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional (Depdiknas, 2010: 7). Menurut Pedoman Sekolah tentang Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter bangsa (2010) delapan belas nilai karakter yang dikembangkan meliputi: (1) jujur, (2) disiplin, (3) religius, (4) toleransi, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (l2) menghargai prestasi, (13) bersahabat/komuniktif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, (18) tanggung jawab.

Untuk dapat mencapai tujuan pendidikan seperti yang tersebut di atas, maka Masyarakat dan para orang tua ikut berperan aktif dalam proses pendidikan terutama pendidikan di lingkungan keluarga harus selaras dan sejalan dengan pendidikan di sekolah. Kedua Pemerintah harus mengalokasikan anggaran yang cukup untuk peningkatan kualitas penidikan baik sarana maupun spendidik karena era globalisasi iin membutuhkan peningkatan perkembanagn wawasan secara cepat agar kualiats pendidikan dapat terjamin.

Semoga bangsa Indonesia akan semakin menjadi bangsa yang besar dengan generasinya yang unggul dan kompetetif, bagaimana menurut saudara...