Senin, 26 Maret 2018

MEMBANGUN BUDAYA SANTUN


MEMBANGUN BUDAYA SANTUN
Melalui
PENYAMBUTAN SISWA PAGI HARI

Seorang anak perempuan kelas satu itu menangis di depan gerbang masuk sekolahan setelah turun dari mobil orang tua yang mengantarkannya. Mengetahui salah satu muridnya menangis dengan sigap salah seorang ustadzah yang melakukan penyambutan pagi itu mendekati sambil memeluknya. Anak pinter kok menangis, ayo masuk kelas sudah ditunggu ustadzah. Namun si anak tetap menggelengkan kepalanya sambil menangis terisak-isak. Dibelai kepala si anak oleh ustadzahnya sambil dibisikan kalimat, pingin jadi anak pintar kan, si anakpun menganggukkan kepalanya. Lanjut ustadzah, anak pintar harus rajin sekolah, patuh sama orang tua dan ustadz-ustadzahnya, anak pintar tidak boleh menangis kalau berangkat sekolah, harus semangat. Dengan tatapan matanya kepada ustadzah si anak menganggukan kepala dan akhirya mau masuk gerbang sekolah. Dengan rasa kasih sayang digandenglah tangan si anak sampai masuk ke kelasnya.
Itulah salah satu sekelumit kisah yang terjadi pada penyambutan siswa di pagi itu.

Penyambutan siswa yang dilakukan oleh guru pagi hari di depan gerbang sekolah secara tidak langsung telah memberikan teladan kepada siswanya tentang bagaimana berlaku santun saat bertemu dengan guru atau orang lain dan memberikan dampak posistif luar biasa untuk membangun motivasi anak dalam mengikuti pembelajaran.

Membangun budaya santun bukan hanya sekedar memberikan pengertian kepada siswa tentang sikap santun di dalam proses pembelajaran, namun yang lebih penting dan efektif adalah memberikan keteladanan.

Di era digital yang super canggih ini lambat laun telah melunturkan sikap santun anak-anak kepada orang lain. Anak-anak sudah tidak dapat menghargai orang lain bahkan dengan guru dan orang tuanyapun mereka dapat bersikap keji. Banyak kita temukan di media massa berbagai kasus perilaku anak yang keji baik kepada temannya, gurunya, bahkan orang tuanya. Kasus yang menghebohkan dunia pendidikan yang baru-baru ini terjadi di Sampang, Madura, seorang siswa menghajar gurunya pada saat proses pembelajaran yang pada akhirnya guru tersebut tewas.

Masih banyak kejadian serupa tentang perilaku anak yang sangat keji. Perilaku ini telah merasuki jiwa anak sehingga rasa kasih-sayang kepada sesama dan rasa hormat kepada orang tua dan gurunya telah pudar. Tidak dapat dipungkiri salah satu efek negatif dari era digital yang super canggih ini adalah lunturnya sikap menghargai antar sesama, rasa kasih-sayang, dan rasa hormat kepada yang lebih tua, guru, maupun orang tuanya.

Jika hal ini dibiarkan berlarut maka generasi yang akan datang sudah sangat sulit membedakan antara yang hak dan yang bathil, mereka hanya akan mengetahui bahwa keinginannya harus dipenuhi, tanpa mempedulikan kasih-sayang dan sopan-santun. Dari sinilah pentingnya pembentukan karakter bagi generasi bangsa. Pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam ligkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa (Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Kemendiknas, 2010). Dunia pendidikan sebagai salah satu ujung tombak pembentukan karakter anak diharapkan mampu mengatasi persoalan tersebut.

Bentuk-bentuk kegiatan yang bagaimana yang dapat membangun rasa kasih sayang dan sopan santun anak didik?

Membangun rasa kasih sayang dan sopan santun kepada anak didik tidak dapat dikakukan hanya dengan memberikan ceramah, mengingtakan dengan lisan namun juga harus diberikan keteladanan. Salah satu bentuk keteladanan yang dapat diberikan adalah dengan melakukan penyambutan siswa di pagi hari.

Penyambutan siswa di pagi hari di depan gerbang sekolah yang dilakukan oleh guru 30 menit sebelum bel tanda masuk berbunyi, memiliki dampak positif yang luar  biasa :

·           Siswa
-      Siswa akan merasa nyaman dan tenang memasuki gerbang sekolah ketika melihat penyambutan gurunya yang penuh kasih sayang
-      Siswa merasa diberikan perhatian oleh gurunya
-      Siswa akan merasa adanya kedekatan emosional dengan gurunya
-      Siswa akan merasa bersalah jika bersikap tidak baik
-      Sapaan salam guru kepada siswa memberikan motivasi tersendiri bagi diri anak.
-      Secara berangsur siswa akan malu untuk terlambat datang ke sekolah
-      Siswa telah diberikan keteladanan bersikap sopan santun
-      Siswa telah diberikan keteladanan menghargai orang lain, menghormati guru.

·           Guru
-      Lebih cepat mengetahui kondisi awal sikap atau motivasi anak didiknya
-      Dapat memberikan penanganan lebih awal jika ada siswa yang bad mood atau kurang motivasi.
-      Adanya kedekatan emosional dengan siswanya
-      Memberikan keteladanan kedisiplinan, kasih sayang dan menghormati orang lain kepada anak didiknya.
-      Dapat menumbuhkan semangat belajar anak didiknya
Di atas tersebut mungkin hanyalah sebagian kecil manfaat penyambutan siswa di pagi hari dan masih banyak dampak posistif luar biasa lainnya.

Jika setiap sekolah dapat menerapkan hal tersebut, saya yakin pada masa yang akan datang akan tumbuh generasi bangsa yang penuh kasih sayang, sopan santun , menghargai orang lain dan menghormati yang lebih tua. Perilaku-perilaku keji anak didik akan tereliminasi dnegan sendiri oleh keteladanan sang guru.

Selamat Berjuang Guru Indonesia......keikhlasan hatimulah yang akan membangun generasi masa depan bangsa kita.





Senin, 19 Maret 2018

MENGUAK TABIR POTENSI ANAK USIA SEKOLAH DASAR


MENGUAK TABIR POTENSI
ANAK USIA SEKOLAH DASAR

Anak merupakan putra-putri sang hidup yang rindu pada diri-sendiri, yang jiwanya adalah penghuni rumah masa depan, yang kehidupannya akan terus berlangsung tiada henti sampai segala sesuatunya berakhir (Khalil Gibran dalam Kartini, Kartono, 1990)

Anak dilahirkan dengan potensi dan keunikannya masing-masing. Mereka terlahir sebagai anak yang unik. Setiap anak berbeda dengan lainnya, bahkan anak kembarpun memiliki potensi dan kelemahan yang berbeda.
Sebagai orang tua anak adalah segalanya, merekalah generasi penerus orang tua, anak bagaikan harta berlian yang tak terhingga nilainya. Dari pandangan tersebut, sebagian umum orang tua akhirnya berambisi untuk menjadikan anak mereka harus seperti orang tuanya atau bahkan lebih dari orang tuanya.
Karena ambisi orang tuanya maka tidak sedikit orang tua yang memperlakukan anak sesuai dengan keinginannya dan sangat sedikit sekali orang tua yang dapat memahami potensi yang dimiliki si anak. Padahal anak bukanlah diri orang tuanya tetapi anak adalah jiwa penghuni rumah masa depan yang memiliki kehidupan sendiri.
Sehingga tidak jarang orang tua menginginkan anaknya menjadi pandai di sekolahnya, menjadi juara kelas, nilai-nilai akademiknya selalu sempurna karena hingga saat ini para orang tua masih berpandangan bahwa tolok ukur keberhasilan adalah jika nilai akademik anaknya mendapatkan sempurna dan menjadi juara di kelasnya. Disamping itu masih adanya anggapan orang tua bahwa kesuksesan anak tergantung dari nilai akademiknya, jika nilai akademiknya sangat bagus seakan sudah dijamin bahwa anak tersebut akan sukses.
Pandangan orang tua tentang kesuksesan anak seperti tersebut di atas itu yang harus diluruskan sehingga para orang tua akan semakin memahami potensi pada anak dan dapat memberikan support untuk mengembangkan potensinya.
Faktor yang paling dominan mempengerauhi keberhasilan (Kesuksesan) individu dalam hidupnya bukan semata-mata ditentukan oleh tingginya kecenderungan intelektual, tetapi oleh faktor kematangan emosional (Daniel Goleman dalam Syamsul Yusuf, 2005).
Dari pendapat pakar psikologi di atas tergambar dengan jelas bahwa intelektual yang tinggi bukanlah satu-satunya penentu keberhasilan atau kesuksesan anak, namun mengembangkan kematangan emosionalnya yang lebih urgen karena salah satu faktor itulah yang akan membawanya untuk mencapai kesuksesan dan yang paling utama adalah faktor spiritualnya.
Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan di mana ia hidup. Tanpa masyarakat, kepribadian seseorang tidak akan berkembang. Anak belajar dan diajar oleh lingkungannya, mengenai bagaimana ia harus bertingkah laku yang baik atau yang tidak baik. Lingkunagn itu dapat berarti orang tua, saudara, teman, atau gurunya. Karena orang yang paling bergantung seorang anak adalah orang tuanya maka peranan orang tua sangat menentukan perkembangan moral anak tersebut (Sally S. Adiwardhana dalam Singgih Gunarsa, 2008).
Dari pendapat di atas sangat jelas bahwa lingkungan baik keluarga maupun masyarakat memiliki pengaruh yang dominan terhadap perkembangan spiritual dan emosional anak. Orang tua berperan penting dalam perkembangan anak untuk meraih keberhasilan.
Beberapa sikap orang tua yang perlu mendapat perhatian, guna perkembangan moral anak adalah :
-     Konsistensi dalam mendidik dan mengajar anak-anak.
-     Sikap orang tua dalam keluarga.
-     Penghayatan orang tua akan agama yang dianutnya.
-     Sikap konsekuen dari orang tua dalam mendisiplinkan anaknya.
Untuk dapat membangun karakter anak agar potensinya dapat dikembangkan maka orang tua sudah harus membangun kebiasaan-kebiasaan positif sejak dini.
Dalam Psikologi Perkembangan bahwa pada masa anak usia sekolah dasar adalah masa kritis dalam dorongan berprestasi, artinya pada masa ini anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses atau tidaknya, bekerja di atas rata-rata atau sebaliknya. Tingkat perilaku berprestasi ini mempunyai korelasi yang sangat tinggi dengan berperilaku pada masa dewasa (Hurlock, 1994).
Dari pendapat di atas artinya bahwa pada masa usia sekolah dasar adalah masa untuk membentuk karakter berprestasi dan suskes karena karakter tersebut akan mempunyai korelasi yang sangat tinggi pada waktu dewasa kelak.
Dari sinilah bahwa masa usia sekolah dasar adalah masa paling emas untuk membentuk perilaku anak.
Pada masa usia sekolah dasar pikiran anak berkembang secara berangsur-angsur dan tenang, pengetahuannya berkembang secara pesat, minat pada segala sesuatu yang bergerak, ingatan mencapa intensitas paling besar dan paling kuat, daya menghafal dan daya memorinya paling kuat, anak mampu  memuat jumlah materi ingatan paling banyak (Kartono, Kartini, 1990).
Dengan kemampuan kognitif anak yang sangat besar dan kuat itulah maka pada masa usia sekolah dasar ini adalah masa paling tepat untuk membentuk sikap berprestasi dan karakter positif lainnya. Jika masa emas atau masa peka ini dibiarkan berlalu begitu saja tanpa dioptimalkan maka yang terjadi adalah sebaliknya, jika kelak dewasa anak tidak memiliki sikap berprestasi semua itu adalah hasil dari masa usia sekolah dasar.
Untuk dapat mengembangkan kemampuan secara optimal pada masa ini anak sudah membutuhkan lingkungan yang lebih luas, lingkungan keluarga sudah tidak lagi mampu memberikan fasiltas untuk mengembangkan fungsi-fungsi intelektual anak, maka anak memerlukan suatu lingkungan sosial yang baru dan lebih luas yaitu sekolah.
Dari lingkungan sekolah inilah kemampuan anak daapt dikembangkan secara optimal baik kemampuan intelektual maupun emosional dan spiritualnya. Pada masa ini juga anak-anak mulai tertarik dengan hal-hal rumit bahkan untuk pelajaran berhitung yang rumit-rumit mulai disukai.
Dengan kondisi perkembangan intelektual yang begitu pesat maka masa ini disebut juga dengan masa peluang emas. Di masa inilah segala potensi anak dapat diketahui dan dikembangkan secara optimal. Kesuksesan anak pada masa dewasa kelak bergantung pembentukan sikap pada masa usia sekolah dasar. Begitu juga dengan karakter-karakter positif lainnya, jika pada masa ini kurang dikembangkannya pembentykan karakter-karater yang posiyif maka sikap pada waktu dewasapun menjadi kurang baik.
Pada masa usia sekolah dasar ini lah masa potensi terbesar anak untuk dapat dikembangkan dan dioptimalkan sehingga pada dewasa kelak akan menjadi anak yang sukses dengan sikap dan perilaku yang memliki emosional, spiritual, dan intelektual yang tinggi.
Jika pada masa ini dibiarkan berlalu tanpa adanya pembiasaan untuk memebentuk karakter positif dan mengembangkan kemampuannya maka yang terjadi adalah sebaliknya. Dan yang paling berbahaya adalah jika kita tidak mampu dan tidak tahu perkembangan perilaku anak pada masa ini.
Bagi banyak orang tua masa usia sekolah dasar adalah masa yang menyulitkan karena pada masa ini anak tidak mau lagi menuruti perintah orang tua dan dimana ia lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebaya. Inilah tantangan terberat bagi orang tua ketika anak-anak mencapai masa usia sekolah dasar padahal disatu sisi inilah masa paling emas untuk mengembangkan potensi dan sikap atau karakter positif anak.
Disinilah peran dan sikap orang tua sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter dan pengembangan potensi anak. Sikap orang tua yang tenang dan bijaksana, mengutamakan kasih sayang dan tidak dengan ancaman atau kekerasan. Jika orang tua memberikan sikap tersebut maka anak akan merasa nyaman dan tenang dalam melakukan aktifitasnya dan mengembangkan dirinya, merasa enjoy sehingga akan tumbuh rasa percaya diri akan kemam;puannya. Namun justru sebaliknya di saat anak berada di lingkungan sekolah anak membutuhkan ketegasan dari pendidik. Disiplin sekolah dan kewibawaan para guru memberikan kegairahan belajar anak. Tidak jarang anak terikat hatinya dengan guru.
Menanamkan pembiasaan untuk berperilaku posiitif, membentuk karakter yang baik, menguatkan tingkat spiritual, dan membangun emosional agar menjadi anak yang sholih-sholihah merupakan bentuk pembentukan karakter yang akan sangat mudah dan memiliki potensi luar biasa untuk dapat dikembangkan di sekolah dasar. Jika hal tersebut sudah menjadi budaya di sekolah dasar maka kelak sampai dewasa anak sudah terbentuk memiliki kepribadian yang baik. Namun sebaliknya jika sekolah dasar tidak dapat memanfaatkan peluang emas ini dengan baik, maka kelak generasi kita akan menjadi generasi yang lemah. Disinilah peran utama pendidikan di sekolah dasar. Bagaimana menurut saudara...????