Kamis, 20 Desember 2012

MENATA ULANG KURIKULUM ATAU MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIK


MENATA ULANG KURIKULUM
ATAU
MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIK

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan. Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan sebagaimana dituangkan di dalam PP  Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Di dalam proses pembelajaran di sekolah mulai dari tujuan, isi, bahan ajar sampai dengan strategi pembelajarannya untuk mencapai tujuan pendidikan secara umum telah dituangkan di dalam kurikulum pendidikan nasional. Sehingga dari kurikulum tersebut seorang guru memiliki arah dan tujuan pembelajaran dengan jelas disamping itu proses pembelajaran dapat diukur dengan jelas untuk mengetahui mutu peserta didik.
Hingga saat ini kita telah mengetahui bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan, dimulai sejak kurikulum terbentuk pada tahun 1947, yang diberi nama Rentjana Pembelajaran 1947. Setelah rentjana pembelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan dengan berganti nama menjadi Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964 pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di Indonesia. Kali ini diberi nama dengan rentjana pendidikan 1964. Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1964. Yaitu perubahan struktur pendidikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus, kemudian kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Metode materi dirinci pada Prosedur Pengembangan Sistem Instruksi (PPSI). Menurut Mudjito (dalam Dwitagama: 2008) Zaman ini dikenal dengan istilah satuan pelajaran yaitu pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan intruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Tahun 1984 Kurikulum ini juga sering disebut dengan kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebgai subyek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan,hingga melaporkan. Model ini disebut dengan model Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan (dalam Dwitagama: 2008). Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada era ini kurikulum yang dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002). Kurikulum ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap serangkat kompetensi tertentu. Sebagai bentuk penyempurnaan kurikulum KBK, maka pada tahun 2006 pemerintah melakukan perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan. Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19 tahun 2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi.
Dari uraian di atas bahwasannya pemerintah telah berkali-kali melakukan perbaikan dan penyempurnaan kurikulum, namun yang kita ketahui hingga pada dewasa sekarang ini hasil dari proses pendidikan tersebut belum nampak adanya peningkatan kualitas pendidikan. Justru cenderung stagnan jika dikatakan tidak mengalami penurunan. Hal ini tampak dari out put yang dihasilkan dari proses pendidikan yaitu banyaknya berita-berita di media tentang sikap dan perilaku pelajar yang anarkis, merosotnya jiwa nasionalis, hancunya budaya-budaya bangsa yang sopan-santun dan lain sebagianya.
Mengapa hal ini bisa terjadi? padahal berbagai upaya telah dilakukan, namun tidak jua nampak perubahannya.
Kualitas pendidikan bukan hanya bergantung pada mutu kurikulumnya saja, namun banyak faktor yuang menentukan diantaranya standar prosesnya, tenaga pendidik dan kependidikan, bahan ajar,  sarana-prasarana, dan manajemen sekolah. Sebaik apapun kurikulum yang dirumuskan tidak pernah memberikan efek perubahan menuju kualitas jika unsur-unsur yang terkait tidak dilakukan perbaikan. Pada kurikulum 2013 ini salah satu yang akan dilakukan perubahan dikembangkannya kurikulum berdasar kompetensi di samping mengenai bahan ajar, standar proses dan penilaian. Salah satunya adalah melakukan pengurangan beberapa mata pelajaran dan menambah jam pelajaran di jenjang SD-SMA/SMK, mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi, sedangkan pada proses siswa lebih aktif observasi. Ini merupakan indikasi yang sangat baik untuk menuju proses kulaitas. Namun hal tersebut akan tetap menjadi wacana, dokumen guru atau sekolah yang tersimpan rapi di rak buku jika pemerintah tidak melakukan perubahan pada pendidik dan tenaga kependidikannya serta sistem penilaiannya. Mengapa demikian ?
Pendidik adalah salah satu agen perubahan, jadi perubahan pendidikan terletak di tangan pendidik. Jika pada diri pendidik belum dilakukan perubahan, maka jangan berharap pendidikan akan berubah. Perubahan kurikulum bagi pendidik itu adalah hal biasa dan tak ada kaitannya dengan proses pembelajaran di kelas, perubahan kuirkulum hanyalah sebuah tanda bahwa pada masa itu telah terjadi perubahan pemegang kementrian pendidikan, sehingga banyak para pendidik yang acuh tak acuh terhadap perubahan kurikulum. Apa yang harus dilakukan pemerintah untuk melakukan perubahan pada pendidik?
Alternatif-alternatif yang dapat dilakukan diantaranya :
·      Memberikan pelatihan kepada pendidik tentang teknis pelaksanaan kurikulum secara intens di seluruh pelosok wilayah pendidikan.
·      Setelah beberapa kali memeberikan pelatihan maka untuk mengontrol pelaksanaan hasil pelatihan perlu dilakukan pendampingan secara intens kepada guru ke sekolah-sekolah.
·      Pendampingan dapat dilakukan oleh pengawas sekolah atau guru tutor nasional yang ditunjuk.
·      Setelah satu tahun berjalan dilakukan evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum.
·      Jika hasil yang didapatkan memenuhi syarat kriteria pendidikan yang bermutu maka setelah saat itulah baru bisa dilaksanakan secara menyeluruh tentang kurikulum yanga akan dilaksankan.
Jika yang dilakukan pemerintah saat ini seperti yang dilakukan sebelum-sebelumnya maka kita akan melihat bahwa perubahan kurikulum 2013 hanyalah sebuah berita media dan akan menjadi dokumen rapi di setiap sekolah atau pendidik. Pengurangan mata pelajaran dan penambahan jam pelajaran justru akan menimbulkan persoalan baru bagi dunia pendidikan. Tingkat kejenuhan peserta didik di sekolah semakin tinggi sehingga frekuensi emosional peserta didik semakin meningkat yang pada akhirnya kejadian-kejadian yang kita lihat di media masa akan semakin banyak. Pendidik sebagai ujung tombak pendidikan tidak pernah diberikan pelatihan tentang teknis pelaksanaan kurikulum, tidak diberikan pemahaman roh kurikulum. Para pendidik hanya diberikan berita tentang perubahan kurikulum, namun tidak pernah mengerti dan memahami roh kurikulum yang baru. Pada akhirnya pendidik tahu ada perubahan kurikulum namun pendidik tidak memahami roh perubahan kuirkulum. Roh perubahan kurikulum hanya dapat dipahami oleh para elite pengambil kebijakan pendidikan di negeri ini, hanya dapat dipahami oleh para peneliti kurikulum dan orang-orang yang terlibat langsung dalam merumuskan kuirkulum. Pendidik hanya dapat menegtahui adanya perubahan kuirkulum, adanya dokumen baru kuirkulum, namun tidak dapat memahami roh perubahan dan teknis pelaksanaan dalam proses pembelajaran di kelas. Jika hal ini yang terjadi maka harapan para pengambil kebijakan tentang perubahan pendidikan di negeri tercinta ini hanyalah sebuah harapan tanpa pernah terwujud.  Akhirnya pendidikan yang bermutu hanya akan menjadi angan-angan negeri tercinta kita. Dan lambat laun out put pendidikan dan generasi yang akan datang akan menjadi generasi yang mengadu nasib pada orang lain di negeri sendiri.