Selasa, 23 Oktober 2018

TUMBUHKAN RASA EMPATI



TUMBUHKAN RASA EMPATI
(Mengasah Kecerdasan Emosional)
Heri Murtomo (Pendidik di Surabaya)

Akhir-akhir ini sering kita temui, tindakan anarkis di lingkungan masyarakat kita, perilaku mudah menyalahkan oranga lain, tidak dapat menerima pendapat orang lain, sering bersikap bohong kepada publik, dan bahkan melakukan tindakan agresif-anarkis sebagai bentuk reaktif terhadap protes. Perilaku-perilaku tersebut yang banyak kita temui sekarang ini justru menjangkit para orang dewasa yang harusnya menjadi teladan bagi generasi bangsa. Secara tidak langsung perilaku-perilaku tersebut akan di lihat dan di contoh oleh generasi bangsa ini. Jika hal ini dibiarkan bagaikan bola liar tanpa pencegahan dini maka generasi bangsa yang akan datang justru akan menjadi generasi yang lebih reaktif-anarkis.
Bentuk preventif yang dapat kita lakukan adalah dengan membangun kecerdasan emosional anak dalam proses pendidikan sehingga kelak bangsa ini akan menjadi bangsa yang memiliki sopan-santun dan adab dalam kehidupan bemasyarakat sebagaimana bangsa ini di kenal sejak dulu kala dengan sikapnya itu.

Setiap manusia dilahirkan dengan potensinya masing-masing, potensi yang dimiliki manusia tak terbatas dengan berbagai macam kecerdasan yang dimilikinya. Ada beberapa kecerdasaan yang dimiliki oleh setiap manusia menurut beberapa ahli. Salah satu kecerdasan yang memiliki hubungan erat dengan kecerdasan intektual anak adalah kecerdasan emosional. Anak dengan kecerdasan intelektual tinggi tidak menutup kemungkinan dalam menjalani kehidupannya kelak akan terperosok ke dalam kehinaan dan kebrutalan yang keluar norma agama maupun norma bangsa. Bahkan dalam berkehidupan bermasyarakat sulit untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Keberhasilan seseorang dalam menjalani hidup bukan hanya ditentukan oleh intelligence quetion (IQ), namun kecerdasan emosi juga memiliki peranan yang sangat penting (Dr. Antonio Damasio dalam buku Agus Efendi dengan judul Revolusi kecerdasan Abad 21, 2005). Kecerdasan emosional memiliki peran besar dan penting dalam kehidupan anak kelak, pendapat Daniel Golemen dalam Agus Efendi dalam buku Revolusi Kecerdasan abad 21 (2005), kecerdasan akademis sedikit saja kaitannya dengan kehidupan emosional. Orang yang paling cerdas di antara kita dapat terperososk ke dalam nafsu tak terkendali dan impuls meledak-ledak.

Kecerdasan emosional memberi kesadaran akan perasaan diri-sendiri dan perasaan orang lain. Dengan memahami perasaan orang lain maka seseorang akan mudah  beradaptasi di lingkungannya. Anak dengan kecerdasan emosonal tinggi akan mudah beradaptasi dan meraih kesuksesan karena rasa empati, disiplin dan menghargai orang lain sedangkan sebaliknya bagi anak dengan kecerdasan emosonal rendah.
Ariatoteles yang dikuitp Daniel Golemen(1994): siapapun bisa marah-itu mudah, tetapi, marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik bukanlah hal mudah.
Kecerdasan emosinal memiliki peran yang sangat penting dalam proses kehidupan anak kelak. Anak yang memiliki kecerdasan emosional baik maka akan mampu mempertahankan bahkan mencapai sukses dalam hidupnya sedangkan bagi anak dengan kecerdasan emosional rendah akan sebaliknya. Dari hal ini maka sangat penting kiranya anak sejak usia TK sampa dengan baliqh dilatihkan dan ditumbuhkan kecerdasan emosionalnya.

Pembentukan kecerdasan emosional di dalam buku Manhaj At-Tarbiyyah An-Nabawiyyah lit-Thifl karangan Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid (2009) dikatakan bahwa pembinaan paling ideal untuk pembinaan kecerdasan emosional adalah masa taman kanak-kanak hingga usia baliqh. Dalam pembinaan kecerdasan emosional dapat dilakukan antara lain pembinaan aqidah, ibadah , kemasyarakatan, dan adabnya. Pembinaan kemasyarakatan dilakukan dengan tujuan agar dia bisa beradaptasi dengan lingkungan kemasyarakatannya, dengan orang-orang yang dewasa atau dengan teman sebayanya, dan juga agar mempunyai peran positif. Demikian juga agar dia terhindar dari sifat memikirkan diri sendiri dan rasa malu yang tidak pada tempatnya, dia akan menerima dan memberi dengan tata krama, dan juga melakukan interaksi sosial.
Dari hal di atas bahwa kecerdasan emosional memiliki Hakekat yang sangat signifikan dalam proses menghadapi kehidupan anak di masa yang akan datang. Dengan kecerdasan emosional yang baik maka anak akan menjadi pribadi yang baik yang dengan mudah dapat memahami orang lain, begitu sebaliknya.

Kecerdasan emosional adalah jenis kecerdasan yang mencakup pengendalian diri, semangtat, dan ketekunan, dan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri. Keterampilan-keetrampilan itu bisa dipraktikkan. Perlunya kecerdasan emosional bertumpu pada hubungan antara perasaan, watak, dan naluri moral.
Dalam konteks hubungan emosi dan motivasi, tindakan memotivasi harus dilakukan dengan menyentuh emosi. Karena emosi yang negatif akan melahirkan tindakan negatif pula, begitu sebaliknya, Dean R. Spitzer (1995) dalam bukuAgus Efendi (2015). Dalam kecerdasan emosional yang menyangkut kehidupan anak kelak adalah kemampuan memahami diri-sendiri dan memahami orang lain. Daniel Goleman (2002) mengatakan bahwa kecerdasan emosional menjadi lima kemampuan utama, yaitu:
Terdapat empat ranah dalam Kecerdasaan Emosi (Emotional Quotion), yaitu:
1.      Kesadaran Diri, yaitu mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi, yang meliputi: kesadaran emosi, penilaian diri secara teliti dan percaya diri.
2.      Mengelola emosi, yaitu kemampuan menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap tanpa melewati kewajaran, meliputi: kendali diri, dapat dipercaya, kewaspadaan, adaptibilitas, dan inovasi,
3.      Mmeotivasi diri-sendiri, yaitu memiliki kecenderungan emosi yang mendorong pencapaian tujuan, meliputi dorongan berprestasi, komitmen, inisiatif, serta optimisme.
4.      Mengenali emosi orang lain, yaitu memiliki kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain, yang terdiri dari memahami orang lain, orientasi akan pelayanan, dan mampu mengembangkan orang lain, serta mengatasi keberagaman, mampu berkomunikasi dengan baik, merupakan katalisator perubahan, mampu mengelola konflik, mampu berkoolaborasi dan berkooperasi, serta kemampuan bekerja dalam tim.

Aplikasi dalam Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran di kelas merupakan saran yang paling tepat untuk membangun keecrdasan emosional anak. Membangun kecerdasan emosional anak dapat dilakukan dengan memberikan pembiasaan kepada siswa dalam bergaul, beradaptasi, dan menyelesaikan masalah sederhana bersama dengan teman di kelasnya. Dalam proses pembelajaran kecerdasan emosional dapat dikembangkan dengan metode belajar diskusi, problem solving dll. Dengan berbagai metode belajar maka siswa akan dapat memahami temannya sebagai orang lain, menerima pendapat orang lain dan menerima kekurangan orang lain. Disamping itu pembentukan karakter, salah satunya adalah berempati dengan memberikaan sumbangan kepada korban bencan apada saudara kita di Donggala, Palu, dan Sulawesi merupakan pembentukan rasa empati dan salah satu cara meningkatkan kecerdasan meosional.
Secara keseluruhan membangun kecerdasan emosional anak di sekolah dapat juga dilakukan dalam bentuk kegiatan intra kurikuler dan ekstrakuirkuler.

Munculnya Kurikulum 2013 arahnya adalah peningkatan kompetensi yang utuh antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Ukuran keberhasilan peserta didik dapat dilihat dari pertambahan pengetahuannya, peningkatan keterampilannya, dan kemuliaan kepribadiannya. Disinilah peran guru harus menjadi role model (teladan), menjadi pendengar yang baik. Kalau guru mengajar dengan hati, murid akan mendengarkan dengan hati. Guru yang mengajar dengan cinta, murid pasti akan membalasnya dengan cinta. Guru yang pandai menghargai murid, murid pasti menghargai guru. Dalam proses pendidikan sekarang ini diharapkan Indonesia dapat menyiapkan generasi abad 21 yaitu generasi yang memiliki kompetensi :
1.      Religious Literacy, Religious Literacy adalah sikap terbuka untuk mengenal nilai-nilai dalam agama lain. Dengan mengenal agama lain orang bisa sungguh saling mengenal, saling menghormati dan menghargai, saling bergandengan, saling mengembangkan dan memperkaya kehidupan dalam sebuah persaudaraan sejati antar umat beragama. Harmoni dalam kehidupan bermasyarakat akan tercipta jika religious literacy kita terus meningkat.
2.      Memiliki beberapa keterampilan dasar penting : (1) pemikir kritis; (2) seorang penyelesai amsalah; (3) dapat berkomunikasi secara efektif; (4) dapat berkolaborasi secara efektif; (5) dapat mengarahkan diri sendiri; (6) paham akan komunikasi dan media; (7) paham dan sadar akan fenomena global; (8) memikirkaan kepentingan umum; (9) terampil dalam keuangan, ekonomi, dan kewirausahaan (Ken Key, President Partnership for 21st Century Skills).
3.      Memiliki pola pikir terbuka (open mind) dan selalu berorientai mencari jawaban, efektif dalam pembiayaan, selalu menjaga harkat, martabat, dan patuh dengan pranata hukum, dan kebiasaan tepat waktu.
Jika dalam proses pembelajaran dan pendidikan dapat membangun kecerdasan emosional seperti tersebut di atas maka generasi yang akan datang akan menjadi generasi yang handal dan tidak tergilas zaman.

Bagaimana menurut saudara....????
 Image result for gambar anak bemain kelompok