Kamis, 30 April 2020

BLENDED LEARNING ERA DISRUPSI


BLENDED LEARNING ERA DISRUPSI
(Memperingati Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2020)
Heri Murtomo (Pendidik di Surabaya)

Saat ini sudah masuk pada era industri 4.0, dimana perkembangan teknologi begitu cepat, semua katitifitas kehidupan dipengaruhi pada teknologi termasuk dunia pendidikan. Yang tidak asing adalah model pembelajaran di era 4.0 yaitu adanya pergeseran model pembelajaran yaitu blended learning. Hal ini sesuai dengan tuntutan abad 21 bahwa generasi yang akan datang harus dipersiapkan bekal keterampilan menghadapi era tersebut. Tentunya hal tersebut tidak dapat lepas dari proses pembelajaran.
Untuk mencapai keterampilan abad 21, trend pembelajaran dan best practices juga harus disesuaikan, salah satunya adalah melalui pembelajaran terpadu atau secara blended learning. Blended learning adalah cara mengintegrasikan penggunaan teknologi dalam pembelajaran yang memungkinkan pembelajaran yang sesuai bagi masing-masing siswa dalam kelas. "Blended learning memungkinkan terjadinya refleksi terhadap pembelajaran. Blended learning merupakan salah solusi pembelajaran di era revolusi 4.0. Menurut para ahli, Blended learning merupakan kombinasi antara pembelajaran berbasis online dengan pembelajaran melalui tatap muka di kelas. Merupakan perpaduan antara pembelajaran fisik di kelas dengan lingkungan virtual. Definisi-definisi menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis blended learning merupakan gabungan dari literasi lama dan literasi baru (literasi manusia, literasi teknologi dan data). Dunwill (2016) mengatakan bahwa akan banyak perubahan di masa depan, dan memperkirakan bagaimana kecederungan kelas (classroom) akan terlihat dalam 5-7 tahun ke depan, yakni (a) perubahan besar dalam tata ruang kelas, (b) virtual dan augmented reality akan mengubah lanskap pendidikan, (c) Tugas yang fleksibel yang mengakomodasi banyak gaya (preferensi) belajar, dan (d) MOOC dan opsi pembelajaran online lainnya akan berdampak pada pendidikan menengah.
Adanya pergeseran model pembelajaran tersebut sesuai dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat. Perkembangan teknologi sekarang ini telah menjadi sarana aktifitas dalam kehidupan, telah merubah pola perilaku manusia. Sehingga era industri 4.0 disebut juga dengan istilah era digital dan era disrupsi.
Istilah disrupsi terkait erat dengan era revolusi industri yang juga dikenal dengan istilah revolusi digital dan era disrupsi. Saaat ini kita memasuki era industri 4.0 yang bermula dari sebuah proyek yang diprakarsai oleh pemerintah Jerman untuk mempromosikan komputerisasi manufaktur (Yahya, dalam Eko Risdianto : 2019). Istilah disrupsi dalam Bahasa Indonesia memiliki arti tercabut dari akarnya, sedangkan menurut Kasali (2018) menyatakan bahwa disrupsi adalah inovasi. Sehingga istilah disrupsi memiliki arti adalah perubahan untuk melkaukan inovasi secara mendasar dan fundamental.
Eko Risdianto (2019) menyatakan bahwa seperti dijelaskan dalam RISTEKDIKTI tahun 2018 ciri-ciri era disrupsi dapat dijelaskan melalui (VUCA) yaitu perubahan yang masif, cepat, dengan pola yang sulit ditebak (Volatility),  perubahan yang cepat menyebabkan ketidakpastian (Uncertainty), terjadinya kompleksitas hubungan antar faktor penyebab perubahan (Complexity), kekurangjelasan arah perubahan yang menyebabkan ambiguitas (Ambiguity). Pada Era ini teknologi informasi telah menjadi basis atau dasar dalam kehidupan manusia termasuk dalam bidang bidang pendidikan di Indonesia,  bahkan di dunia saat ini tengah masuk ke era revolusi sosial industri 5.0.
Dalam dunia pendidikan era industri 4.0 telah berpengaruh terhadap sistem pendidikan. Terjadi perubahan perkembangan teknologi telah merubah pola dan perilaku manusia dalam berkehidupan maupun berinteraksi sehingga hal ini memiliki andil untuk ikut berubahnya sistem pendidikan. Pada era industri 4.0 telah terjadi perkembanagn komputasi dan data tanpa batas hal ini karena perkembangan internet dan teknologi digital yang masif sehingga era ini telah mendisrupsi berbagai aktifitas manusia.
Hermann (Yahya, 2018) menambahkan, ada empat desain prinsip industri 4.0. Pertama, interkoneksi (sambungan) yaitu  kemampuan mesin, perangkat, sensor, dan orang untuk terhubung dan berkomunikasi satu sama lain melalui Internet of Things (IoT) atau Internet of People (IoP). Prinsip ini membutuhkan kolaborasi, keamanan, dan standar. Kedua, transparansi informasi merupakan kemampuan sistem informasi untuk menciptakan salinan virtual dunia fisik dengan memperkaya model digital dengan data sensor termasuk analisis data dan penyediaan informasi. Ketiga, bantuan teknis yang meliputi; (a) kemampuan sistem bantuan untuk mendukung manusia dengan menggabungkan dan mengevaluasi informasi secara sadar untuk membuat keputusan yang tepat dan memecahkan masalah mendesak dalam waktu singkat; (b) kemampuan sistem untuk mendukung manusia dengan melakukan berbagai tugas yang tidak menyenangkan, terlalu melelahkan, atau tidak aman; (c) meliputi bantuan visual dan fisik. Keempat, keputusan terdesentralisasi yang merupakan kemampuan sistem fisik maya untuk membuat keputusan sendiri dan menjalankan tugas seefektif mungkin.
Dari uraian di atas maka sudah tidak dapat dihindari bahwa sistem pendidikan secara langsung berdampak terhadap hal tersebut. Untuk itu perlu dilakukan segera perubahan sistem pendidikan. Hingga saat ini pendidikan masih dianggap sebuah institusi yang dapat mewujudkan terbentuknya SDM yang unggul dan berkualitas.
Risdianto (2019) menyatakan bahwa pemerintah Indonesia saat ini tengah melaksanakan langkah langkah strategis yang ditetapkan berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0. Upaya ini dilakukan untuk mempercepat terwujudnya visi nasional yang telah ditetapkan untuk memanfaatkan peluang di era revolusi industri keempat. Salah satu visi penyusunan Making Indonesia 4.0 adalah menjadikan Indonesia masuk dalam 10 besar negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030 (Satya, 2018). Peningkatan kualitas SDM merupakan salah satu bagian dari 10 prioritas dalam melaksanakan program making indonesia 4.0. SDM adalah hal yang penting untuk mencapai kesuksesan pelaksanaan Making Indonesia 4.0. Indonesia berencana untuk merombak kurikulum pendidikan dengan lebih menekankan pada STEAM ( Science , Technology , Engineering , the Arts , dan Mathematics ), menyelaraskan kurikulum pendidikan nasional dengan kebutuhan industri di masa mendatang. Indonesia akan bekerja sama dengan pelaku industri dan pemerintah asing untuk meningkatkan kualitas sekolah kejuruan, sekaligus memperbaiki program mobilitas tenaga kerja global untuk memanfaatkan ketersediaan SDM dalam mempercepat transfer kemampuan.(Hartanto, 2018).
Untuk menghadapi era revolusi industri 4.0, diperlukan pendidikan yang dapat membentuk generasi kreatif, inovatif, serta kompetitif. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan cara mengoptimalisasi penggunaan teknologi sebagai alat bantu pendidikan yang diharapkan mampu menghasilkan output yang dapat mengikuti atau mengubah zaman menjadi lebih baik. Tanpa terkecuali, Indonesia pun perlu meningkatkan kualitas lulusan sesuai dunia kerja dan tuntutan teknologi digital (Delipiter Lase, 2019).
Di era disrupsi seperti saat ini, dunia pendidikan dituntut mampu membekali para peserta didik dengan ketrampilan abad 21 (21st Century Skills) meliputi cretivity, critical thingking, communication dan collaboration atau yang dikenal dengan 4Cs. Ketrampilan ini adalah ketrampilan peserta didik yang mampu untuk bisa berfikir kritis dan memecahkan masalah, kreatif dan inovatif serta ketrampilan komunikasi dan kolaborasi. Selain itu ketrampilan mencari, mengelola dan menyampaikan informasi serta trampil menggunakan informasi dan teknologi. Beberapa kemampuan yang harus dimiliki di di abad 21 ini meliputi  : Leadership, Digital Literacy, Communication, Emotional Intelligence, Entrepreneurship,Global Citizenship , Problem Solving, Team-working. Tiga Isu Pendidikan di indonesia saat ini Pendidikan karakter, pendidikan vokasi, inovasi. (Wibawa, dalam Risdianto, 2019).
Di era disrupsi kedepan model pembelajaran berbasis teknologi akan lebih banyak muncul dengan variasi model yang lebih baik. Intinya pada proses pembelajaran dengan perkembangan teknologi ini dapat memebrikan layanan dan kenyamanan bagi masyarakat. Inilah yang akan terjadi pada proses pembelajaran yaitu adanya pergeseran model pembelajaran dari klasikal menjadi modern dengan blended learning. Dengan adanya pergeseran model pembelajaran ini menjadi tantangan tersendiri bagi pendidik/guru untuk dapat mengubah strategi model pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi. Untuk dapat menghadapi tantangan tersebut setiap pendidik harus memiliki kompetensi yang sesuai dnegan era disrupsi. Latip (2018) mengemukakan bahwa setidaknya ada 4 kompetensi yang harus dimiliki oleh guru pada era revolusi industri 4.0 ini, yakni 1) guru harus mampu melakukan penilaian secara komprehensif; 2) Guru harus memiliki kompetensi abad 21: karakter, akhlak dan literasi; 3) Guru harus mampu menyajikan modul sesuai passion siswa; dan 4) Guru harus mampu melakukan autentic learning yang inovatif.
Dengan kompetensi yang harus dimiliki tersebut bagi guru maka proses pembelajaran ke depannya akan dapat membentuk generasi abad 21 sesuai dengan perkembangan teknologi. Perubahan yang begitu cepat menuntut peningkatan kualitas SDM yang berkualitas sehingga proses pendidikan diharapakan dapat mewujudkan hal tersebut. Generasi abad 21 harus dapat menghadapi tantangan dan perubahan yang begitu cepat, menyelesaikan masalah, dan dapat bekerja secara team dengan baik. Untuk itu proses pembelajaran ke depan harus disesuaikan dengan kondisi yang akan datang dengan membekali soft skill.  
Proses pembelajaranpun tidak akan dapat mencapai perkembangan zaman dan teknologi jika acuan pembelajaran tidak mengalami perubahan sesuai tuntutan zaman. Selama ini yang menjadi dasar acuan proses pembelajaran adalah kurikulum. Untuk itu tidak kalah penitngnya untuk melakukan perubahan kuirkulum yang mengacu pada perkembangan teknologi dan era disrupsi.
Jika kurikulum telah dilakukan perubahan, namun proses pembelajaran masih stagnan tidak dilakukan inovasi, maka semua tidak akan berjalan maksimal bahkan akan terjadi keruwetan pada proses pembelajaran.
Untuk dapat melakukan inovasi proses pembelajaran dengan model blended learning sesuai dengan tuntutan perkembangan teknologi tidak serta merta dilakukan serampangan tanpa perencanaan yang maksimal. Proses pembelajaran dengan model blended learning yaitu perpaduan antara pemebelajaran tatap muka dan pembelajaran berbasis on line. Pembelajaran tatap muka sudah menjadi kebiasaan dan sudah banyak pengalaman yang kita dapatkan, namun untuk pembelajaran berbasis on line merupakn hal baru bagi kita semua. Untuk itu agar proses pembelajaran berbasis on line dapat dilakukan secara maksimal perlu dirangcang sebuah alur. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membuat perencanaan pada proses pembelajaran dengan model blended learning yang berbasis on line adalah sebagai berikut :
1.   Melakukan anlisa kebutuhan. Pada proses ini adalah mengidentifikasi kebutuhan, mengidentifikasi komponen yang terlibat, mengidentifiaksi sarana, mengidentifikasi tantangan, hambatan, dan solusi.
2.         Membuat kerangka kerja. Pada poses ini adalah membuat alur, sistem kerja proses pembelajaran mulai dari peerncanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Kerangka kerja ini meliputi kerangka kerja guru dan kerangka kerja peserta didik. Sehingga pada proses ini tergambar dengan jelas proses pembelajaran dengan model blended learning.
3.            Membuat desain proses pembelajaran. Pada proses ini adalah desain yang akan digunakan pada proses pembelajaran meliputi teknologi atau virtual yanga kan digunakan. Desain yang digunakan mendasarkan pada analisa kebutuhan sehingga semua komponen yang terlibat pada proses pembelajaran telah memiliki saran yang memadai.
4.           Melakukan Sosialisasi. Pada proses ini adalah proses sosialisasi kepada komponen yang terlibat pada proses pembelajaran baik guru, peserta didik, orang tua murid, masyarakat, maupun stake holder pendidikan yang terlbat di dalamnya. Sosialisasi yang dilakukan harus jelas dan terarah sehingga mudah dipahami oleh pelaksana maupun pengguna pada proses pelaksanaan.
5.       Implementasi proses pembelajaarn. Pada proses ini adalah melakukan proses pembelajaran sesuai dengan desain. Pada proses pembelajran dapat dirancang pembelajaran yang membangun dan membentuk keterampilan abad 21 sehingga pembelajran tidak kaku seperti layaknya pembelajaran tatap muka. Pembelajaran mengarah pada kehidupan nyata dan pemecahan masalah. Pembelajaran bukan sekedar pelaksanaanya namun hingga penilaian pembelajaran.
6.         Evaluasi. Pada proses ini adalah melaukan evaluasi seluurh rangkaian yang terlibat dalam proses pembelajaran melipuit sarana, teknologi atau virtual, proses pembelajaran dari sisi guru dan sisi pesrta didik, keterlibatan orang tua murid, masyarakat maupun phak lainnya yang terlibat. Proses evaluasi ini bertujuan untuk emncapai prosess pembelajaran yang optimal dan meminimalkan kendala-kendaka yang dihadapi. Disamping itu untuk mengevaluasi ketercapaian tujuan pembelajaran.  
Jika dilakukan serangkaian tahapan tersebut pada proses pembelajaran untuk menghadapi era disrupsi dan menyiapkan peserta didik agar memiliki keetrampilan sesuai dengan perkembangan teknologi maka tujuan pembelajaran akan digapai dengan optimal.

Bagaimanakah menurut saudara....?