Rabu, 18 Mei 2016

MERAJUT KEBANGKITAN GENERASI DAN PENDIDIKAN KEKINIAN

Edisi Hari Kebangkitan Nasional

MERAJUT KEBANGKITAN GENERASI
DAN PENDIDIKAN KEKINIAN

Heri Murtomo (Pelaku Pendidikan)

untuk menjadi seorang guru yang dapat membangkitkan generasi bangsa menuju perubahan negara yang adil dan sejahtera haruslah dapat memberikan keteladanan perilaku dalam menyampaikan ilmu maupun dalam kehidupan bermasyarakat, memberikan ilmu sedalam-dalamnya sehingga akan melahirkan generasi yang berwawasan luas, memberikan ilmu ketauhidan agar menjadi generasi yang beriman dan berakhlakul karimah. Jika hal itu dapat dilakukan maka kebangkitan generasi bangsa seabad tahun yang lalu akan terwujud kembali.


Pendidikan kekinian identik dengan pendidikan era globalisasi. Pada masa era globalisasi ini semua aktivitas lini kehidupan dipengaruhi oleh tekhnologi. Perkembangan tekhnologi yang sangat pesat berdampak pada budaya kehidupan manusia. Kegiatan dan perilaku manusia dilengkapi dengan alat yang super canggih, semua aktivitas dapat dilakukan dengan serba cepat, dan dapat menembus ruang dan waktu. Dunia seakan tanpa batas, dunia hanya selebar daun  kelor (Jawa). Begitu juga dengan dunia pendidikan dan proses pembelajaran tidak dapat luput dari pemanfaatan alat tekhnologi. Melihat fenomena kehidupan dan perilaku manusia seperti yang tertulis di atas maka era seperti tersebut sekarang ini disebut dengan era globalisasi. Sztompka (2004: 101-102), mengatakan bahwa globalisasi dapat diartikan sebagai proses yang menghasilkan dunia tunggal. Artinya, masyarakat di seluruh dunia menjadi saling tergantung pada semua aspek kehidupan baik secara budaya, ekonomi, maupun politik, sehingga cakupan saling ketergantungan benar-benar mengglobal. Pengertian globalisasi tersebut tidak jauh berbeda dengan apa yang pernah dikemukakan Irwan Abdullah (2006: 107). Menurutnya, budaya global ditandai dengan adanya integrasi budaya lokal ke dalam suatu tatanan global. Nilai-nilai kebudayaan luar yang beragam menjadi dasar dalam pembentukan sub-sub kebudayaan yang berdiri sendiri dengan kebebasan-kebebasan ekspresi.
Dari dua pendapat di atas sudah sangat nyata dalam kehidupan di masyarakat kita bahwa perkembangan globalisasi telah membawa pengaruh yang sangat signifikan khususnya dunia pendidikan di tanah air tercinta ini. Memang globalisasi bukan hanya berdampak pada perubahan perilaku positif tapi juga berdampak pada perubahan perilaku negatif. Justru yang terjadi sekarang ini dan yang paling dominan membawa perubahan perilaku adalah dampak negatif dari globalisasi. Di dunia pendidikan nampak dengan jelas perubahan perilaku negatif seorang pelajar. Hampir sebagian pelajar kalau tidak boleh dikatakan semua, sekarang ini sudah berperilaku menyimpang dari agama. Mereka dengan terang-terangan melakukan tindakan yang dilarang oleh agama dan negara, melakukan tindakan perampokan, pembegalan dengan tanpa dosa, sadisme sesama teman, porno aksi, sedangkan para pelajar perempuan banyak yang hamil di luar nikah. Intinya perilaku para pelajar sudah sangat jauh dari karakter seorang muslim, sepertinya mereka sudah tidak lagi meyakini bahwa Allah akan meminta pertanggungjawaban- Nya kelak, dengan kata yang ekstrim harus dikatakan bahwa mereka sudah mengarah kepada tidak percaya kepada hari akhir. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut dan dianggap hal yang wajar karena dampak dari globalisasi maka generasi bangsa ini akan menjadi generasi yang lemah sehingga masa depan bangsa ini akan mengikuti hancurnya generasi negeri ini. Untuk itulah pembenahan generasi harus segera dilakukan agar generasi kita bangkit untuk membenahi negeri ini! Bagaimanakah membangun kebangkitan generasi emas? Pendidikan yang bagaimanakah yang dibutuhkan?
Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah persoalan yang harus segera diselesaikan. Penyelesaian persoalan pendidikan bukanlah menyelesaikan masalah secara linear tetapi persoalan pendidikan adalah persoalan kompleks. Yang paling urgent untuk dibenahi adalah pendidikan karakter yaitu membangun karakter generasi Indonesia yaitu karakter seorang pelajar yang intelek, sopan, patuh pada orang tua, menghargai orang, bersaudara, gotong royong dan menjalankan syariat Islam dengan sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya. Dengan karakter seperti terurai di atas maka satu dekade yang akan datang generasi kita adalah generasi kebangkitan emas yang akan membawa negeri tercinta ini seperti yang dikatakan nenek moyang bangsa Indonesia yaitu gemah ripah loh jinawi. Namun harus diakui bahwa kegagalan generasi kita saat ini bukan kesalahan generasinya tapi yang paling bertanggung jawab adalah yang menuntun, mengarahkan, dan membangun generasi. Orang-orang inilah yang harus intropeksi diri. Untuk membangun kebangkitan generasi emas, maka banyak hal yang harus dilakukan oleh steakholders pendidikan.

Guru
Perilaku para pelajar saat ini yang sudah jauh menyimpang dari syariat Islam dan memiliki mental yang lemah, menganggap semua bisa didapat dengan mudah sesuai keinginannya. Perilaku generasi seperti tersebut bukan dikarenakan kesalahan generasinya tapi yang perlu intropeksi adalah pelaku pendidikannya. Dari sini maka yang perlu kita cermati adalah bagaimanakah karakter pendidiknya? Apakah para pelajar sudah diberikan ilmu yang mendalam berkenaan dengan ketauhidan?Apakah seorang guru sudah menjadi uswatunhasanah bagi para muridnya? Apakah proses pendidikan sudah kontekstual? Inilah yang harus intropeksi terlebih dulu sebelum kita mencari kesalahan dari generasi sekarang ini.
Marilah kita tengok sebentar beberapa berita menyangkut perilaku guru yang pernah termuat di media. Sungguh pilu dan memalukan, seorang guru telah berbuat menyimpang dari syariat Islam. Perilaku guru yang menyimpang yang pernah saya baca di media misal, guru menghamili muridnya, guru berselingkuh dengan sesama teman guru, guru mengkonsumsi narkoba bahkan dengan terang-terangan kadang dilakukan di area pendidikan dan pada saat proses guru memberikan ilmu kepada muridnya, Masyaallah, Astagfirullah!
“peranan guru bukan sekedar komunikator nilai, melainkan sekaligus sebagai pelaku dan sumber nilai yang menuntut tanggung jawab dan kemampuan dalam upaya meningkatkan kualitas pembangunan manusia seutuhnya, baik yang bersifat lahiriyah maupun yang bersifat batiniah (fisik dan non fisik). Artinya yang dibangun adalah karakter, watak, pribadi manusia yang memiliki kualitas iman, kualitas kerja, kualitas hidup, kualitas pikiran, perasaan, dan kemauan (Chomaidi, 2005: 3)”. K.H. Hasyim Asyari dalam Adab al-alim wa al-muta’allim, mengatakan bahwa diantara etika pendidik terhadap peserta didik salah satunya adalah berniat mendidik dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta menghidupkan syari’at Islam; guru hendaknya memiliki keihlasan dalam mengajar; tunjukkan sikap arif dan tawadhu’ketika memberi bimbingan kepada peserta didik; dan menghormati peserta didik dengan memanggil namanya yang baik.
Jika guru sendiri belum bisa memberikan keteladanan dengan baik, apakah mungkin ilmu yang diberikan akan bisa masuk ke sanubari sang murid dan dapat membangun karakter sang murid? Jadi guru harus kembali ke khitah yaitu menjadi guru yang sejati dan profesional. Sebagai seorang pendidik guru haruslah bisa memberikan keteladanan baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat. Keteladanan seorang guru dapat ditunjukkan dengan cara berbicara, berpakaian, menghargai orang lain, menerima pendapat orang lain, kejujuran, tanggung jawab, kedisiplinan, sabar, dll. Guru haruslah orang yang bisa di gugu dan di tiru artinya setiap tutur kata guru harus sesuai dengan perilaku dan perbuatannya. Jadi untuk menjadi seorang guru yang dapat membangkitkan generasi bangsa menuju perubahan negara yang adil dan sejahtera haruslah dapat memberikan keteladanan perilaku dalam menyampaikan ilmu maupun dalam kehidupan bermasyarakat, memberikan ilmu sedalam-dalamnya sehingga akan melahirkan generasi yang berwawasan luas, memberikan ilmu ketauhidan agar menjadi generasi yang beriman dan berakhlakul karimah. Jika hal itu dapat dilakukan maka kebangkitan generasi bangsa seabad tahun yang lalu akan terwujud kembali.

Murid
Sungguh miris dan tidak amsuk akal jika kita melihat perilaku pelajar saat ini. Perilaku yang sudah jauh dari syariat Islam. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut maka generasi bangsa ini akan menjadi generasi yang lemah dan kita tinggal menunggu kehancuran negara ini. Untuk itu pada era yang penuh dengan kecanggihan tekhnologi ini yang paling prioritas untuk dibenahi adalah mental, karakter, dan spiritual generasi.
Apa yang yang diberikan kepada generasi agar menjadi generasi yang berkualitas? Apakah yang harus dibangun pada generasi agar memilki jiwa kebangkitan menuju perubahan masyarakat yang beriman dan berakhlakul karimah?
K.H. Hasyim Asyari dalam Adab al-alim wa al-muta’allim, mengatakan bahwa diantara etika peserta didik kepada pendidik salah satunya adalah belajar sungguh-sungguh dengan menemui pendidik secara langsung, tidak hanya melalui tulisan-tulisannya semata; mengikuti guru, terutama dalam kecerundungan pemikiran; memuliakan guru; memperhatikan hal-hal yang menjadi hak pendidik; bersabar terhadap kekerasan pendidik; berkunjung kepada guru pada tempatnya atau meminta izin terlebih dahulu; menempati posisi duduk dengan rapih dan sopan bila berhadapan dengannya; berbicara dengan halus dan lemah lembut; menghafal dan memperhatikan fatwa hukum, nasihat, kisah, dari para guru; jangan sekali-kali menyela ketika guru belum selesai menjelaskan; menggunakan anggota badan yang kanan bila menyerahkan sesuatu kepada pendidik. Jika peserta didik memiliki sikap dan perilaku seperti yang dijelaskan oleh K.H. Hasyim Asyari maka generasi bangsa akan bangkit menjadi generasi emas yang berkualitas. Bagaimanakah menjadi seorang peserta didik seperti hal tersebut?
Menjadikan generasi memiliki karakter tersebut bukan hanya sekedar memberikan aturan, membacakan reward dan punishment, tetapi dengan memberikan keteladanan. Membangun budaya sekolah yang disiplin, berkarakter sehingga menjadikan generasi yang berkualitas itulah yang segera untuk dilakukan. Bukan hanya sekolah saja yang memiliki peran penting dalam membangun generasi yang berkualitas, namun peran orang tua di rumah tidak bisa diremehkan dan hanya dijadikan secon opini. Untuk itu sinkronisasi antara sekolah dan orang tua harus sejalan. Saat inilah waktu yang tepat untuk melakukan itu sehingga kelak pada satu dekade akan terwujud kebangkitan generasi yaitu generasi Indonesia yang berkualitas.

Orang tua
Keluarga atau orang tua serta saudara adalah lingkungan kecil yang memiliki peranan penting dalam pembentukan karakter anak selain di sekolah. Ibu, Ayah, Kakak atau saudara lainnya adalah contoh nyata di hadapan anak-anak yang secara tidak langsung ikut mempengaruhi kepribadiannya. Untuk itu pola kehidupan di rumah haruslah selaras dengan kehidupan di sekolah. Jika pembentukan karakter anak di rumah selaras dengan pembentukan karakter di sekolah maka anak akan merasakan bahwa kehidupan di sekolah merupakan bagian dari kehidupan di rumah begitu juga sebaliknya. Apabila pembiasaan seperti ini berlangsung secara kontinu maka kepribadian anak akan terbentuk dengan baik sehingga generasi yang berkualitas akan terwujud. Namun tidak sedikit hubungan sekolah dengan rumah terputus dan yang terjadi adalah lingkungan sekolah bukan bagian dari lingkungan rumah, persepsi ini timbul pada diri anak karena merasakan perbedaan yang terjadi pada dua lingkungan tersebut. Hal yang harus dilakukan oleh orang tua adalah memberikan pembinaan aqidah yaitu mengajarkan ketauhidan, memberikan ketreladanan dalam menjalankan ibadah, mengajarkan adab dalam menghormati orang tua, guru/ulama, orang lain, bersaudara dan bertetangga (Mendidik Anak Bersama Nabi, Salafudin Abu Sayyid, 2003). Jika sejak anak usia balita orang tua sduah membnagun karakter anak menurut syariat Islam, maka generasi yang diidamkan akan terwujud.

Pemerintah
Sebagai penanggung jawab dan pengambil kebijakan dalam pendidikan di Indonesia, maka pihaka pemerintah tidak serta-merta menyerahkan sepenuhnya pembangunan karakter generasi kepada sekolah dan atau masyarakat. Pihak pemerintah diharapkan dapat memberikan support melalui regulasi yang mendukung pembangunan generasi. Regulasi yang bagaimanakah yang dimaksud? Yaitu regulasi yang diperuntukan bagi sekolah dan guru, baik itu pembinaan proses pedagogik maupun konsekuensi tegas jika melakukan pelanggaran yang merusak generasi bangsa, memperbanyak budaya membaca kisah-kisah yang mengndung motivasi dan sebagainya. Sedangkan regulasi untuk orang tua atau masyarakat adalah dengan memberikan edukasi kepada masyarakat untuk membangun generasi bangsa. Edukasi tersebut dapat dilakukan mulai dari tingkat propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desa sampai dengan tingkat RW/RT. Edukasi tersebut dapat berupa penyuluhan, sebagaimana pernah dilakukan pada zaman Orde baru untuk menyukseskan gerakan KB (Keluarga Berencana). Gerakan tersebut dapat diadopsi dengan mengubah menjadi gerakan KB (Karakter Bangsa). Untuk melakukan hal ini pemerintah dapat menjalin kerjasama dengan Perguruan Tinggi agar melibatkan mahasiswa untuk terjun di masyarakat.

Jika ketiga komponen di atas dapat melakukan sinkronisasi membangun generasi seperti terurai di atas, insyaallah dalam satu dekade akan terwujud generasi bangsa yang berkarakter dan berkualitas sehingga kebangkitan generasi akan terulang kembali seperti seabad tahun yang lalu. Memang harus diakui semua ini membutuhkan biaya dan tenaga yang tidak sedikit. Sanggupkah negara kita ? Bagaimanakah menurut saudara?