Rabu, 20 Juli 2016

JADIKAN PENDIDIKAN PENJERNIH IMAN ANAK

JADIKAN PENDIDIKAN PENJERNIH IMAN ANAK
(Heri Murtomo, Pelaku Pendidikan di Surabaya)

Transfer ilmu pengetahuan dalam proses pendidikan merupakan sarana yang paling tepat untuk mengasah qolbu anak tentang ciptaan-Nya

Tumbuh kembang anak bukan hanya dipengaruhi oleh bawaan sejak lahir tapi yang lebih dominan adalah karena pengaruh lingkungan keluarga dan pendidikan yang diperolehnya. Tumbuh kembang anak tidak hanya berbicara mengenai perkembangan fisik dan intelektual saja namun yang lebih penting adalah perkembangan mental spiritual atau yang lebih familiar disebut keimanan anak. Peranan orang tua memiliki pengaruh yang utama dalam perkembangan anak dengan tidak mengesampingkan proses pendidikan.
Dengan adanya perkembangan tekhnologi yang super canggih di era seperti ini seharusnya menjadi hal yang sangat mendukung dalam memupuk perkembangan spiritual anak. Namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya, fenomena perkembangan spiritual anak berada pada titik nadir. Marilah kita amati tentang perilaku anak pada akhir-akhir ini, berbagai peristiwa di media massa menujukkan perilaku anak yang melenceng jauh dari syariat Islam. Anak-anak terjebak dengan kecanggihan tekhnologi untuk digunakan pada hal-hal yang buruk, antara lain game, akses porno, budaya yang dilarang oleh Islam. Pengaksesan informasi tekhnologi yang tidak tepat tersebut secara perlahan telah mengikis keimanan anak di dalam qolbunya. Perilaku anak terhadap penggunaan tekhnologi yang tidak tepat tersebut justru secara tidak langsung telah didukung oleh orang tua. Para orang tua membiarkan dan memberikan waktu yang leluasa kepada anak dengan tanpa pendampingan untuk memanfaatkan tekhnologi. Apakah kita sebagai orang tua telah melakukan kesalahan dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk memanfaatkan tekhnologi? Tentu jawabannya tidak salah, karena jika kita tidak memberikan kesempatan untuk mengakses informasi dengan tekhnologi maka kita akan memenjara perkembangan intelektual anak. Bagaimana seharusnya yang dapat kita lakukan untuk tetap menjaga keimanan anak dengan mengikuti perkembangan tekhnologi agar kemampuan pengetahuannya semakin optimal? Salah satunya adalah dengan pendampingan dan memberikan pemahaman ketauhidan. Harus diakui memang bahwa era seperti ini tidak semua orang tua dapat berada di samping anaknya selama sehari, kebanyakan orang tua memiliki aktivitas di luar rumah. Di sinilah peranan utama pendidikan untuk membentengi mental dan keimanan anak walaupun anak berada pada lingkungan di luar sekolah maupun di luar rumah.
Dalam islam, manusia memperoleh ilmu pengetahuan dari dua sumber penting yaitu sumber ilahi dan sumber insani. Sumber ilahi adalah ilmu pengetahuan yang didatangkan kepada kita secara langsung oleh Allah melalui wahyu, ilham atau mimpi-mimpi yang benar. Sumber insani adalah ilmu pengetahuan yang dipelajari manusia dari pengalamnnya, observasi, penelitian serta usaha memecahkan persoalan melalui trial and error(uji coba).
Mendidik dalam Islam bukanlah sekedar mentransfer ilmu pengetahuan dan informasi, tetapi lebih dari itu, mendidik adalah proses transformasi nilai dan kearifan kepada setiap peserta didik. Transfer nilai membutuhkan keterlibatan seluruh aspek yang ada pada diri peserta didik, disamping melibatkan pengalaman seluurh anggota komunitas, mulia dari sekolah, keluarga, dan lingkungan masyarakat (Muhammad Syafii Antonio dalam Ensiklopedi Leadership dan Manajemen Muhammad, 2011).
Dari pendapat di atas nampak jelas bahwa pendidikan bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan justru dengan pendidikan akan semakin menguatkan keimanan anak. Transfer ilmu pengetahuan dalam proses pendidikan merupakan sarana yang paling tepat untuk mengasah qolbu anak tentang ciptaan-Nya. Proses pendidikan agar dapat mengasah dan memupuk ketauhidan anak sudah harus dimulai sejak dini. Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid dalam Manhaj At-Tarbiyyah An-Nabawiyyah lit-Thifl yang diterjemahkan oleh Salafuddin Abu Sayyid (2003), menyatakan bahwa periode paling ideal bagi pembinaan pendidikan adalah fase kanak-kanak.
Ibnul qayyim dalam kitab Ahkam Al-Maulud mengatakan”di awal waktu ketika anak-anak mulai bisa berbicara, hendaklah mendiktekan kepada mereka kalimat la Ilaha illalLah Muhammad Rasulullah, dan hendaklah sesuatu pertama kali di dengar oleh telinga mereka adalah La Ilaha illalLah dan mentauhid-Nya. Yang tidak kalah penting dan prioritas adalah dengan mengajarkan Al-Qur’an. Imam Suyuthi mengatakan” mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak merupakan salah satu di antara pilar-pilar islam, sehingga mereka bisa tumbuh di atas fitrah. Begitu juga cahaya hikmah akan terlebih dahulu masuk ke dalam hati mereka sebelum dikuasai oleh hawa nafsu dan dinodai kemaksiatan dan kesesatan. Al-Qur’an berpengaruh terhadap jiwa anak, yang akan membuat jiwa anak semaikn jernih, dana kan dapat memecahkan persoalannya, baik persoalan keyakinan dan kesehatannya.
Jika sejak dini anak sudah di ajarkan seperti pada hal-hal di atas maka di kala anak sudah mendapatkan informasi pengetahuan dari luar yang begitu banyak , maka dengan pengetahuan tersebut akan semakin memupuk keimanannya. Bagaimanakah memberikan ilmu pengetahuan yang tidak lepas dari ketauhidan dan justru meningkatkan keimanan pada qolbu anak?
Salah satu cara dalam proses pembelajaran sebelum memberikan materi ajar sebaiknya diberikan cerita kisah atau dongeng. Dalam mendongeng agar cerita yang disampaikan berdampak baik terhadap setiap siswa, maka guru harus memperhatikan hal-hal berikut : Selektif dalam memilih dongeng atau cerita karena bisa juga justru akan merusak pikiran siswa, Cerita harus dapat mencerdaskan jiwa dan akhlak siswa, cerita dapat diambil dari AL-Qur’an, hadits nabi, perjalanan hidup mukmin sejati, para syuhada, dan orang-orang saleh, kisah harus dikaitkan dengan materi pelajaran, kisah harus mengandung pesan, kata-kata yang dipilih harus tepat, baik, dan efektif, dan kisah harus menarik dan penuh liku.
Dalam pembentukan intelektual anak pada proses pendidikan yang harus diberikan adalah menanamkan kecintaan kepada ilmu dan adab-adabnya, tugas hafalan sebagian ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits, memilih guru dan sekolah yang baik, membimbing anak sesuai dengan kecenderungan ilmiah, dan jika memungkinkan perlu adanya perpustakaan di rumah.
Jika proses pendidikan anak dapat diberikan seperti terurai diatas, maka dalam kondisi lingkungan apapun, perkembangan tekhnologi yang super super canggihpun keimanan pada qolbu anak tidak akan terkikis jutsru sebaliknya yaitu semakin meningkatkan keimanan pada anak. Bagaimanakah menurut saudara?










Sabtu, 16 Juli 2016

PELUANG EMAS DI HARI PERTAMA MASUK SEKOLAH




PELUANG EMAS DI HARI PERTAMA MASUK SEKOLAH
Jika kita sebagai orang tua dan pendidik melewatkan hari pertama masuk sekolah di tahun pelajaran baru yang merupakan waktu emas untuk memotivasi anak, maka secara tidak langsung kita telah menyia-nyiakan generasi bangsa ini.

Akhir tahun pelajaran 2015-2016 merupakan akhir tahun pelajaran yang menyenangkan buat para peseta didik mulai dari tingkat SD sampai SMA. Dikatakann menyenangkan karena di akhir tahun pelajaran bersamaan dengan libur awal puasa, libur akhir semester dan libur hari raya iedul fitri. Sehingga selama itu peserta didik hampir satu bulan penuh libur sekolah dalam bahasa pendidikan belajar di rumah namun kenyataan yang terjadi hampir sebagian besar peserta didik melupakan dan melepaskan diri dari kegiatan belajar yang dalam hal ini hubungannya dengan pendidikan mereka di sekolah. Memang ada tugas yang diberikan sekolah kepada peserta didik selama liburan, namun itu bukan menjadi prioritas bagi peserta didik karena mereka merasa bahwa hanya pada saat-saat seperti inilah mereka dapat melepaskan diri dan menggunakan waktu untuk dunianya yaitu dunia bermain. Jika hal ini dibiarkan tanpa adanya perhatian pendidik dan orang tua, maka akan berdampak pada saat proses pendidikan anak ke depannya.
Tahun pelajaran baru merupakan awal masuk sekolah yang sangat menyenangkan buat anak-anak sebagai peserta didik. Mereka merasakan hal yang baru, mulai dari kelas baru karena naik kelas, jenjang pendidikan yang baru karena masuk ke sekolah yang lebih tinggi apalagi didukung dengan perlengkapan sekolah mereka yang juga baru mulai dari tas, seragam, sepatu, buku pelajaran dan lain-lainnya. Keadaan seperti itu yang seharusnya dimiliki dan harus ditumbuhkan pada diri anak, namun keadaan seperti itu akan terjadi sebaliknya jika anak dibiarkan larut dengan libur panjangnya dan dibiarkan masuk sekolah dengan tanpa adanya dukungan dan motivasi.
Jika kita sebagai orang tua dan pendidik melewatkan hari pertama masuk sekolah di tahun pelajaran baru yang merupakan waktu emas untuk memotivasi anak, maka secara tidak langsung kita telah menyia-nyiakan generasi bangsa ini.
Bagaimanakah menggunakan peluang emas tersebut agar anak-anak memiliki motivasi yang lebih tinggi pada proses pendidikan di hari-har berikutnya?
Untuk memberikan motivasi anak pada saat hari pertama masuk sekolah di tahun pelajaran baru harus dilakukan secara bersamaan antara sekolah,pendidik, dan orang tua. Pihak sekolah harus memilki pandangan bahwa peserta didik awal masuk sekolah di hari pertama tahun pelajaran baru bagaikan tamu sekolah yang merupakan tamu kehormatan, mereka bagaikan pejabat penting di negeri ini yang akan mengunjungi sekolah. Maka pihak sekolah harus menyiapkan sarana-prasana sekolah yang memadai, gedung sekolah yang nampak baru dengan pewarnaannya, ruang kelas yang menyenangkan jika dilihat,halaman sekolah yang bersih dan asri. Pada intinya jika anak masuk sekolah maka mereka menjadi nyaman dan kerasan saat pertama kali melihat sekolahnya setelah liburan panjang.
Disamping keadaan sekolah yang menyenangkan begitu juga dengan sambutan guru-guru mereka yang penuh kasih sayang. Di hari pertama masuk sekolah, guru-guru sudah seharusnya datang lebih awal dibanding dengan murid-muridnya. Para guru sudah berjajar di pintu masuk sekolah di saat murid-murid mereka datang ke sekolah, menyambut murid dengan senyum dan memberikan jabat tangan serta kata-kata yang dapat memotivasi mereka saat pembelajaran. Jika para peserta didik disambut guru mereka dengan penuh kasih sayang maka tidak menutup kemungkinan motivasi peserta didik akan semakin besar untuk belajar, mereka merasa bahwa mereka sangat diperhatikan dan dberikan kasih sayang oleh guru mereka.
Namun dua hal di atas akan menjadi sia-sia tanpa arti jika orang tua tidak berperan dalam memotivasi anak. Jika orang tua menganggap bahwa masuk sekolah hari pertama di tahun pelajaran baru adalah hal biasa maka anak-anak begitu juga sebaliknya akan beranggapan bahwa masuk sekolah haripertama di tahun pelajaran baru adalah hal biasa tidak ada hal baru apalagi motivasi baru dan jika dalam perjalanan proses pembelajaran akan menjadikan masalah buat kita sebagai orang tua, maka orang tua harus intropeksi diri bukan menyalahkan anak.
Orang tua seharusnya memberikan motivasi pada saat anak di hari pertama masuk sekolah di tahun pelajaran baru, menyiapkan perlengkapan sekolah di malam hari sebelumnya, menyiapkan seragam sekolah, bahkan ikut mendampingi anak sampai di sekolah. Peran orang tua ini sangat berharga dan penting untuk anak-anak, bahkan kemendikbud memberikan perhatian khusus dalam hal ini. Di dalam surat edarannya tanggal 11 Juli 2016, ditekankan pentingnya orang tua untuk mengantarkan anak sekolah di hari pertama agar terjalin komitmen bersama antara orang tua dan sekolah dalam mengawal pendidikan anak selama setahun.
Partisipasi orang tua dalam pendidikan anak sangatlah penting, karena pendidikananak tidak hanya dilakukan di sekolah, tetapi juga dilakukan di pusat-pusat pendidikan yang salah satunya dilakukan di lingkungan rumah tangga (Abdurrhaman An-Nahlawi, prinsip-prinsip pendidikan islamdi rumah di sekolah dan di masyarakat).

Sebagai pendidik dan atau orang tua haruskah dilewatkan hari pertama masuk sekolah untuk anak kita, semua bergantung pada diri kita masing-masing. Bagaimanakah menurut saudara?