Kamis, 20 Desember 2012

MENATA ULANG KURIKULUM ATAU MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIK


MENATA ULANG KURIKULUM
ATAU
MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIK

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan. Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan sebagaimana dituangkan di dalam PP  Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Di dalam proses pembelajaran di sekolah mulai dari tujuan, isi, bahan ajar sampai dengan strategi pembelajarannya untuk mencapai tujuan pendidikan secara umum telah dituangkan di dalam kurikulum pendidikan nasional. Sehingga dari kurikulum tersebut seorang guru memiliki arah dan tujuan pembelajaran dengan jelas disamping itu proses pembelajaran dapat diukur dengan jelas untuk mengetahui mutu peserta didik.
Hingga saat ini kita telah mengetahui bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan, dimulai sejak kurikulum terbentuk pada tahun 1947, yang diberi nama Rentjana Pembelajaran 1947. Setelah rentjana pembelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan dengan berganti nama menjadi Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964 pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di Indonesia. Kali ini diberi nama dengan rentjana pendidikan 1964. Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1964. Yaitu perubahan struktur pendidikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus, kemudian kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Metode materi dirinci pada Prosedur Pengembangan Sistem Instruksi (PPSI). Menurut Mudjito (dalam Dwitagama: 2008) Zaman ini dikenal dengan istilah satuan pelajaran yaitu pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan intruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Tahun 1984 Kurikulum ini juga sering disebut dengan kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebgai subyek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan,hingga melaporkan. Model ini disebut dengan model Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan (dalam Dwitagama: 2008). Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada era ini kurikulum yang dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002). Kurikulum ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap serangkat kompetensi tertentu. Sebagai bentuk penyempurnaan kurikulum KBK, maka pada tahun 2006 pemerintah melakukan perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan. Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19 tahun 2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi.
Dari uraian di atas bahwasannya pemerintah telah berkali-kali melakukan perbaikan dan penyempurnaan kurikulum, namun yang kita ketahui hingga pada dewasa sekarang ini hasil dari proses pendidikan tersebut belum nampak adanya peningkatan kualitas pendidikan. Justru cenderung stagnan jika dikatakan tidak mengalami penurunan. Hal ini tampak dari out put yang dihasilkan dari proses pendidikan yaitu banyaknya berita-berita di media tentang sikap dan perilaku pelajar yang anarkis, merosotnya jiwa nasionalis, hancunya budaya-budaya bangsa yang sopan-santun dan lain sebagianya.
Mengapa hal ini bisa terjadi? padahal berbagai upaya telah dilakukan, namun tidak jua nampak perubahannya.
Kualitas pendidikan bukan hanya bergantung pada mutu kurikulumnya saja, namun banyak faktor yuang menentukan diantaranya standar prosesnya, tenaga pendidik dan kependidikan, bahan ajar,  sarana-prasarana, dan manajemen sekolah. Sebaik apapun kurikulum yang dirumuskan tidak pernah memberikan efek perubahan menuju kualitas jika unsur-unsur yang terkait tidak dilakukan perbaikan. Pada kurikulum 2013 ini salah satu yang akan dilakukan perubahan dikembangkannya kurikulum berdasar kompetensi di samping mengenai bahan ajar, standar proses dan penilaian. Salah satunya adalah melakukan pengurangan beberapa mata pelajaran dan menambah jam pelajaran di jenjang SD-SMA/SMK, mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi, sedangkan pada proses siswa lebih aktif observasi. Ini merupakan indikasi yang sangat baik untuk menuju proses kulaitas. Namun hal tersebut akan tetap menjadi wacana, dokumen guru atau sekolah yang tersimpan rapi di rak buku jika pemerintah tidak melakukan perubahan pada pendidik dan tenaga kependidikannya serta sistem penilaiannya. Mengapa demikian ?
Pendidik adalah salah satu agen perubahan, jadi perubahan pendidikan terletak di tangan pendidik. Jika pada diri pendidik belum dilakukan perubahan, maka jangan berharap pendidikan akan berubah. Perubahan kurikulum bagi pendidik itu adalah hal biasa dan tak ada kaitannya dengan proses pembelajaran di kelas, perubahan kuirkulum hanyalah sebuah tanda bahwa pada masa itu telah terjadi perubahan pemegang kementrian pendidikan, sehingga banyak para pendidik yang acuh tak acuh terhadap perubahan kurikulum. Apa yang harus dilakukan pemerintah untuk melakukan perubahan pada pendidik?
Alternatif-alternatif yang dapat dilakukan diantaranya :
·      Memberikan pelatihan kepada pendidik tentang teknis pelaksanaan kurikulum secara intens di seluruh pelosok wilayah pendidikan.
·      Setelah beberapa kali memeberikan pelatihan maka untuk mengontrol pelaksanaan hasil pelatihan perlu dilakukan pendampingan secara intens kepada guru ke sekolah-sekolah.
·      Pendampingan dapat dilakukan oleh pengawas sekolah atau guru tutor nasional yang ditunjuk.
·      Setelah satu tahun berjalan dilakukan evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum.
·      Jika hasil yang didapatkan memenuhi syarat kriteria pendidikan yang bermutu maka setelah saat itulah baru bisa dilaksanakan secara menyeluruh tentang kurikulum yanga akan dilaksankan.
Jika yang dilakukan pemerintah saat ini seperti yang dilakukan sebelum-sebelumnya maka kita akan melihat bahwa perubahan kurikulum 2013 hanyalah sebuah berita media dan akan menjadi dokumen rapi di setiap sekolah atau pendidik. Pengurangan mata pelajaran dan penambahan jam pelajaran justru akan menimbulkan persoalan baru bagi dunia pendidikan. Tingkat kejenuhan peserta didik di sekolah semakin tinggi sehingga frekuensi emosional peserta didik semakin meningkat yang pada akhirnya kejadian-kejadian yang kita lihat di media masa akan semakin banyak. Pendidik sebagai ujung tombak pendidikan tidak pernah diberikan pelatihan tentang teknis pelaksanaan kurikulum, tidak diberikan pemahaman roh kurikulum. Para pendidik hanya diberikan berita tentang perubahan kurikulum, namun tidak pernah mengerti dan memahami roh kurikulum yang baru. Pada akhirnya pendidik tahu ada perubahan kurikulum namun pendidik tidak memahami roh perubahan kuirkulum. Roh perubahan kurikulum hanya dapat dipahami oleh para elite pengambil kebijakan pendidikan di negeri ini, hanya dapat dipahami oleh para peneliti kurikulum dan orang-orang yang terlibat langsung dalam merumuskan kuirkulum. Pendidik hanya dapat menegtahui adanya perubahan kuirkulum, adanya dokumen baru kuirkulum, namun tidak dapat memahami roh perubahan dan teknis pelaksanaan dalam proses pembelajaran di kelas. Jika hal ini yang terjadi maka harapan para pengambil kebijakan tentang perubahan pendidikan di negeri tercinta ini hanyalah sebuah harapan tanpa pernah terwujud.  Akhirnya pendidikan yang bermutu hanya akan menjadi angan-angan negeri tercinta kita. Dan lambat laun out put pendidikan dan generasi yang akan datang akan menjadi generasi yang mengadu nasib pada orang lain di negeri sendiri.







Senin, 19 November 2012

PENDIDIK(an) Dan ORANG TUA (rumah)


Pendidik (an) Dan Orang tua (rumah)

Stakeholders pendidikan adalah pemerintah, sekolah (pendidik dan tenaga pendidik), dan orang tua. Ketiga komponen tersebut saling bergantung dan terkait dan harus saling memberikan support. Jika salah satu komponen tersebut tidak memberikan support maka proses pendidikanpun akan terganggu dan tidak berjalan sebagaimana tujuan pendidikan yang ingin di capai. Keberhasilan pendidikan bergantung dari hubungan yang selaras dan saling komunikasi antar ketiga komponen.
Pada dewasa ini proses pendidikan berlangsung dengan baik, pihak pemerintah dengan segala upaya melakukan berbagai perbaikan pendidikan dan peningkatan kualitas pendidikan baik dari segi manajemen pendidikan, sarana maupun dari segi pendidik dan tenaga kependidikannya. Dari segi manajemen pendidikan telah diupayakannya manajemen berbasis sekolah, dimana sekolah diberikan ruang gerak untuk melakukan kreatifitas dan inovasi pendidikan dalam rangka untuk mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan karakteristik daerahnya. Dari segi sarana telah dilakukannya perbaikan gedung dan media pembelajaran yang memadai sehingga diharapakan proses pembelajaran dapat dilakukan secara efektif dan berkualitas. Sedangkan peningkatan pendidik dan tenaga pendidik telah dilakukannya berbagai pelatihan, workshop untuk peningkatan kompetensi pendidik serta pada akhir –akhir ini sesuai dengan amanat UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dilakukannya sertifikasi untuk mengukur profesionalisme guru di samping untuk peningkatan kesejahteraan guru.
Secara makro bahwa pendidikan saat ini tidak mengalami masalah mengenai penurunan kualitas, namun secara mikro yang berorientasi pada peserta didik maka akan memunculkan masalah bahwasannya pada dewasa ini justru terjadi penurunan tentang perilaku , sikap, dan tanggung jawab peserta didik sebagai seorang pelajar dalam proses pembelajaran.
Saat ini hubungan pihak pemerintah dengan sekolah telah terbentuk hubungan yang selaras untuk melakukan berbagai upaya dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan, bagaimanakah hubungan sekolah dengan orang tua peserta didik. Pada hal orang tua adalah salah satu komponen stakeholders pendidikan yang merupakan komponen yang ikut andil dan menentukan tentang keberhasilan pendidikan. Jika antara sekolah dan orang tua belum terjadi adanya hubungan yang selaras dalam hal peningkatan kualitas pendidikan, maka proses pendidikan di sekolahpun akan mengalami berbagai kendala. Belum adanya hubungan dan komunikasi yang selaras antara sekolah dengan orang tua dapat kita lihat dari hasil proses pendidikan dari persepektif sikap, perilaku, dan tanggungjawab anak sebagai seorang peserta didik. Terbukti hingga sekarang kita masih banyak menemukan bagaimana sikap dan perilaku seorang peserta didik dalam kehidupan bermasyarakat. Banyak di antara mereka melakukan sikap dan perilaku yang kurang terpuji dan bahkan cenderung melanggar norma baik agama maupun pemerintah. Sedangkan dari tanggung jawab mereka sebagai pelajar tampak sekali terjadinya penurunan tanggung jawab seorang pelajar. Hal ini dapat kita temui banyak di antara mereka melepaskan tanggung jawabnya sebagai pelajar yang harus belajar dan menuntut ilmu dengan sebaik-baiknya. Semua itu dapat dibenahi dan dilakukan perbaikan apabila sekolah bersama dengan orang tua murid menciptakan hubungan dan komunikasi yang selaras untuk bersama-sama mendidik dan mengarahkan anak untuk berkembang sesuai dengan potensinya.
Dari uarian di atas maka akan timbul permasalahan, bagaimanakah menciptakan hubungan yang intens dan selaras antara sekolah dan orang tua peserta didik, bagaimakah peran orang tua terhadap kegiatan belajar peserta didik selama di rumah.

Pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan secara terus menerus untuk membentuk akhlak dan kepribadian agar menjadi manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, cerdas, bermartabat, serta berwawasan luas.
Menurut teori konvergensi hasil pendidikan anak dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu pembawaan dan lingkungan. Diakui bahwa anak lahir telah memiliki potensi yang berupa pembawaan. Namun pembawaan yang sifatnya potensial itu harus dikembangkan melalui pengaruh lingkungan, termasuk lingkungan pendidikan, oleh sebab itu tugas pendidik adalah menghantarkan perkembangan semaksimal mungkin potensi anak sehingga kelak menjadi orang yang berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, nusa, dan bangsanya. Sedangkan menurut salah seorang pakar pendidikan Darmawan Iskandar,  pendidikan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
Pendidikan adalah proses yang secara terus menerus dan pendidikan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkungan sekolah dan lingkungan rumah merupakan lingkungan yang mempunyai andil besar dalam proses pendidikan anak. Sehingga perlu menciptakan suasana yang serasi dan selaras antara sekolah dan rumah. Disinilah peran orang tua selama di rumah yang sangat mendukung keberhasilan proses pendidikan. Di dalam pendidikan berlangsung proses pembelajaran, sedangkan proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh faktor pendidiknya (guru) di samping faktor orang tua selama peserta didik tersebut di rumah. Tugas guru adalah mengajarkan cara belajar kepada peserta didik di samping itu sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar peserta didik. Sebagaimana Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen di dalam  Pasal 1,Ayat 1 “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah’. Sedangkan orang tua berperan untuk mendampingi, mengarahkan, dan mengawasi anaknya dalam belajar di rumah agar yang di dapat di sekolah dapat dilanjutkan di rumah dan tidak bertentangan dengan pembiasaan di sekolah.
Definisi yang lebih lengkap diungkapkan oleh Bernays seperti dikutip oleh Suriansyah (2000), yang menyatakan bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat adalah:
Dari uraian di atas maka sangat dibutuhkan hubungan sekolah dengan orang tua murid agar proses pendidikan dan pembiasaan di sekolah dapat dilanjutkan di rumah dengan pendampingan orang tua dalam istilahnya pembiasaan yang diterapkan di sekolah tidak bertentangan dengan pembiasaan yang di rumah. Jika hal ini dapat dilakukan maka proses pendidikan yang secara terus menerus dapat tercapai. Sehingga pendidikan yang membentuk manusia seutuhnya agar dapat terwujud generasi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab akan terwujud. Hubungan yang bagaimanakah yang dapat dilakukan ?
Beberapa contoh bentuk hubungan yang dapat dilakukan oleh orang tua murid dengan sekolah :
2.        Mendorong anak dalam belajar secara teratur di rumah, termasuk dalam hal ini peranan orang tua membimbing dan memberikan pengawasan terhadap kegiatan belajar anak di rumah.
3.        Mendorong anak dalam menyusun waktu belajar serta menetapkan prioritas kegiatan di rumah, pengawasan pelaksanaan jadwal belajar dirumah menjadi sangat penting bagi orang tua murid. Hal ini harus mendapat perhatian bagi sekolah untuk diberikan informasi yang jelas dan lengkap tentang apa dan bagaimana mereka bisa melakukan kegiatan tersebut.
4.        Membimbing dan mengarahkan anak dalam penggunaan waktu belajar, bermain dan istirahat.
5.        Membimbing dan mengarahkan anak melakukan suatu kegiatan yang menunjang pelajaran di sekolah. Orang tua diharapkan berperan aktif dalam membimbing anak dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang menunjang pembentukan dirinya kearah kedewasaan.                   
6.        Dalam waktu tertentu meminta informasi atau konsultasi dengan pihak sekolah mengenai perkembangan dan proses belajar putra-putrinya.
7.        Menyampaikan informasi kepada pihak sekolah mengenai perkembangan pribadi dan proses belajar di rumah secara fakta dan tidak ditutup-tutupi.
9.        Menyediakan fasilitas belajar di rumah dan membimbing putra-putrinya agar belajar dengan penuh motivasi dan perhatian.
12.    Melakukan pembiasaan di rumah seperti yang direkomendasikan oleh pihak sekolah demi perkembangan pribadi putra-putrinya.
13.    Tidak membiasakan putra-putrinya melakukan tindakan, sikap atau perilaku yang bertentangan dengan di sekolah.
a.         Modelling of behaviors (pemodelan perilaku), yaitu gaya dan cara orang tua berperilaku dihadapan anak-anak, dalam pergaulan sehari-hari atau dalam setiap kesempatan akan menjadi sumber imitasi bagi anak-anaknya. Oleh sebab itu orang tua ataupun lingkungan keluarga dan masyarakat yang menunjukkan perilaku negatif akan sangat mempengaruhi perilaku anak di rumah, di sekolah, maupun dimasyarakat. Dalam kaitan dengan hal ini diperlukan kesamaan nilai dan norma yang berlaku di sekolah dengan yang berlaku di keluarga dan masyarakat.
b.        Giving rewards and punishments (memberikan ganjaran dan hukuman). Cara orang tua memberikan ganjaran dan hukuman juga mempengaruhi terhadap perilaku anak.
c.         Direct instruction (perintah langsung), pemberian perintah secara langsung atau tidak langsung memberi pengaruh terhadap perilaku, seperti ungkapan orang tua “jangan malas belajar kalau ingin dapat hadiah” pernyataan ini sebenarnya perintah langsung yang lebih bijaksana, sehingga dapat menumbuhkan motivasi anak untuk lebih giat belajar. Banyak masyarakat tidak mengerti bagaimana penghargaan dan hukuman yang akan memberikan dampak bagi proses pendidikan, Akibatnya setelah terjadi penyimpangan perilaku akibat pemberian yang berlebihan tersebut baru mereka sadar.
d.        Stating rules (menyatakan aturan-aturan), menyatakan dan menjelaskan aturan-aturan oleh orang tua secara berulang kali akan memberikan peringatan bagi anak tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindarkan oleh anak.
e.         Reasoning (nalar). Pada saat-saat menjengkelkan, orang tua bisa mempertanyakan kapasitas anak untuk bernalar, dan cara itu digunakan orang tua untuk mempengaruhi anaknya, misalnya orang tua bisa mengingatkan anaknya tentang kesenjangan perilaku dengan nilai-nilai yang dianut melalui pernyataan-pernyataan. Contohnya “sekarang rangking kamu jelek, karena kamu malas belajar, bukan karena kamu bodoh! “.
f.         Providing materials and settings. Orang tua perlu menyediakan berbagai fasilitas belajar yang diperlukan oleh anak-anaknya seperti buku-buku dan lain sebagainya. Tetapi buku apa dan fasilitas apa yang sesuai dengan kebutuhan sekolah, banyak orang tua tidak memahaminya.
Dengan hubungan yang harmonis tersebut ada beberapa manfaat pelaksanaan hubungan sekolah dengan orang tua peserta didik yaitu:

a.              Lebih instropeksi diri lembaga
b.         Memudahkan sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kualitas tenaga kependidikannya.
c.         Lebih memperbesar kepercayaan masyarakat terhadap sekolah, jika kulaitas dan dukungan masyarakat semakin besar.
Bagi Orang tua peserta didik
1.         Orang tua semakin memahami tentang kependidikan dan dapat mengontrol perkembangan pendidikan putra-putrinya.
Dari berbagai uraian di atas dapat diinterpretasikan, bahwa hubungan sekolah dengan orang tua peserta didik, bertujuan untuk :
a.         Meningkatkan kualitas lembaga sekolah.
b.         Meningkatkan kualitas proses pembelajaran, baik dari proses hingga out putnya.
c.         Meningkatkan kualitas hasil belajar, baik dari segi akademik, efektif/perilaku/karakter maupun segi lifeskill peserta didik.
d.        Meningkatkan kualitas tenaga kependidikannya.






 


Senin, 12 November 2012

soal materi FPB

Materi     : menentukan FPB dan menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan FPB
1.    Tentukan FPB dari :
a. 24, 36, 48          b. 40, 72, 96                c. 34, 51, 85                d. 25, 45, 90
2.    Ayin akan membagikan bingkisan makanan kepada temannya. Ayin akan membagikan 20 kue dan 25 buah permen. Jika setiap temannya akan mendapatkan kue dan permen sama banyak, maka banyaknya teman Ayin yang mendapat bingkisan adalah ....
3.    Bu Lastri mempunyai 35 pulpen dan 56 buku tulis. Jika dibagikan kepada semua keponakannya, setiap anak mendapat pulpen dan buku tulis sama banyak, maka banyaknya keponakan Bu Lastri yang mendapat bagian alat tulis tersebut adalah ....
4.    Seorang pedagang alat tulis mempunyai 144 buah balpoin, 96 buah pencil, dan 72 buah penghapus. Alat-alat tulis tersebut dimasukan ke dalam kemasan-kemasan yang cantik dan setiap kemasan berisi sama. Jika setiap kemasan dijual dengan harga Rp. 10.000,-, maka pendapatan terbesar yang diperoleh pedagang tersebut adalah ....
5.    Dewi membeli 50 batang coklat, 75 butir permen, dan 100 mangkuk agar-agar. Makanan tersebut dimasukan ke dalam bingkisan dengan isi sama. Bingkisan paling banyak yang dapat dibuat Dewi adalah ....
6.    Dalam kotak A terdapat 36 manik-manik berwarna merah, kotak B terdapat 54 manik-manik berwarna biru, dan kotak C terdapat 24 manik-manik berwarna kuning. Jika akan dibuat kalung dari manik-manik tersebut dengan jumlah yang sama banyak, maka kalung terbanyak yang dapat dibuat adalah
7.    Pak Gimo memetik 42 mangga, 72 jeruk, dan 90 salak. Semua buah akan dibagikan ke tetangganya sama banyak. Jumlah tetangga terbanyak yang menerima buah tersebut adalah .....
8.    Ambar memiliki 21 coklat, 28 keju, dan 35 biskuit. Ketiga makanan tersebut akan dibuat parcel dan setiap parcel berisi ketiganya sama banyak, maka parcel terbanyak yang dapat dibuat Ambar adalah ....
9.    Panitia korban gempa bumi telah mengumpulkan 80 bungkus mie instan, 60 bungkus roti, dan 72 kaleng susu. Ketiga mnakanan tersebut dimasukan ke dalam kantong, maka banyaknya kantong yang dibutuhkan panitia adalah ...
10.  Bu Alan membuat 45 kue lemper, 60 kue keju, dan 75 kue donat untuk acara ulang tahun anaknya. Bu Alan akan memasukan ketiga kue tersebut ke dalam piring dengan jumlah yang sama banyak. Banyaknya piring yang dibutuhkan Bu Alan adalah ....