Senin, 30 September 2013

TUNJANGAN PROFESI PENDIDIK DAN PROBLEMATIKANYA


TUNJANGAN PROFESI PENDIDIK
Dan
PROBLEMATIKANYA

Sejak tahun 2006 pemerintah telah melaksanakan setifikasi bagi guru dan dosen sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air dimana salah satu syarat yang harus dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas pendidiknya melalui sertifikasi profesi, maka akan tercapai pendidikan yang berkualitas. Disamping hal tersebut dengan dilakukannya sertifikasi diharapkan adanya peningkatan kesejahteraan bagi guru, logikanya jika taraf hidup pendidik sesuai dengan standar profesinya maka pendidik akan melaksanakan tugas profesinya denga baik. Jika seorang pendidik telah dinyatakan lulus sertifikasi profesi maka konsekuensinya pemerintah harus memberikan imbalan berupa honorarium seorang profesi sesuai dengan keilmuannya.
Uraian yang diamanatkan oleh undang-undang nomor 14 tahun 2005 yang di dalamnya tertuang tentang sertifikasi sungguh merupakan terobosan dan peningkatan taraf hidup pendidik, bahkan pendidik akan menjadi terjamin kebutuhan hidupnya. Ini sungguh sangat menggembirakan bagi pendidik.
Pada tahun 2006 untuk pertamakalinya pemerintah melakukan sertifikasi bagi pendidik, dan yang diutamakan adalah pendidik dengan masa kerja di atas 20 tahun. Hal tersebut disambut dengan gembira oleh pendidik bahkan dengan sangat serius pendidik yang tercantum sebagai peserta sertifikasi memenuhi semua persyaratan yang diwajibkan. Diakhir tahun 2006 para pendidik tersebut dinyatakan sebagai guru yang bersertifikasi, sehingga tahun 2007 para pendidik tersebut sudah berhak menerima tunjangan profesi pendidik. Hal tersebut di atas terus berlangsung dari tahun ke tahun sampai dengan saat ini yang sudah menginjak tahun ke-7 dan seleksi peserta sertifikasi semakin diperketat oleh pemerintah.
Kegembiraan pendidik semakin jelas setelah dinyatakan sebagai guru yang bersertifikasi karena impian dan harapan seperti yang dinyatakan oleh undang-undang akan segera dinikmati sebagai seorang yang memiliki profesi.
Namun kenyataannya berbanding terbalik dengan untaian kata dalam undang-undang guru dan dosen. Kalimat indah penuh impian di dalam undang-undang hanyalah pemanis kata dan hanya untuk memberikan mimpi-mimpi indah pendidik karena pada kenyataannya tidak seindah yang diharapkan. Tahun-tahun setelah menjadi guru yang bersertifikasi justru tunjangan yang seharusnya diterima tidak kunjung diterima bahkan tidak jelas kapan akan diterimanya. Semua guru yang bersertifikasi hanya mampu menunggu cairnya tunjangan tersebut dari pemerintah. Sehingga banyak kita ketahui baik dari media massa maupun media elektronik bahwa tunjangan guru belum turun selama satu semester. Hal ini terjadi bukan hanya pada tahun pertama sertifikasi namun hingga saat ini yang sudah dilaksanakan selama 7 tahun masalah tersebut masih terus berlangsung bahkan semakin ruwet dan rumit.
Apalagi pada tahun 2012 dengan dilaksanakannya sistem on line DAPODIK, salah satu unsur dapat menerima tunjangan profesi bagi pendidik adalah jam mengajarnya harus linier dengan sertifikasinya. Sistem tersebut telah membuat persoalan baru bagi pendidik. Bagi sekolah negeri maupun swasta mulai dari tingkat SD, SMP, SMA, dan SMK, dimana kebutuhan gurunya banyak yang belum memenuhi rasio standar. Sebagai misal pada SMP Negeri A, mata pelajaran X guru yang sudah sertifikasi melebihi kebutuhan karenanya guru mata pelajaran x ada yang tidak dapat memnuhi 24 jam mengajar,  sedangkan mata pelajaran y kekurangan guru sehingga guru mata pelajaran X diberikan jam mengajar y untuk memenuhi 24 jam mengajar. Hal ini di dalam sistem dapodik maka guru tersebut dinaytakan jam mengajarnya tidak linier sehingga tunjangan profesinya tidak dapat cair.
Pada sekolah swasta karena dibawah naungan Yayasan, maka pihak yayasan akan menentukan penempatan guru berdasarkan kebutuhan dan kemampuannya berdasarkan hasil pemetaannya. Misal seorang guru SMP yang sudah sertifikasi mata pelajaran A di yayasan X pada tahun pelajaran baru dimutasi ke SD karena guru tersebut dibutuhkan untuk SD. Pada tahun 2012 dengan adanya sistem on line dapodik maka guru tersebut dinyakatan jam mengajarnya tidak linier sehingga tunjangan profesinya tidak dapat cair. Hal-hal di atas adalah salah satu persoalan di dalam sertifikasi, belum persoalan yang lainnya antara lain terlambatnya pencairan, kurangnya jumlah nominal pencairan, berganti-gantinya rekening tabungan setiap tahun, pemberkasan setiap tahun, dlsb.
Persoalan-persolan tersebut secara langsung menyita waktu guru sebagai profesi pendidik karena harus dihadapkan untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Belum lagi guru harus meninggalkan jam mengajarnya untuk menyelesaikan persoalan pembekasan, membuka rekening baru karena tuntutan waktu yang dideadlinekan pemerintah sangat sempit.
Persoalan-persoalan di atas belum mampu diselesaikan oleh pihak pemerintah dan masih berlanjut hingga sekarang. Bagaimanakah seharusnya meminimalkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hal di atas?
Hal utama yang harus diperhatikan oleh pemerintah adalah bahwa guru adalah seorang pendidik yang memiliki peranan dominan di dalam pendidikan yang berkaitan langsung dengan peserta didik dalam hal ini adalah manusia generasi bangsa. Jika guru harus dihadapakan pada banyak hal administrasi yang tidak berkaiatan langsung dengan profesinya untuk menunjang kulaitas pendidikan maka yang terjadi justru guru akan semakin larut dengan hal-hal administrasi tersebut sedangkan peningkatan kulitas profesinya akan termarginalkan. Untuk meminimalkan hal tersebut sebaiknya pemerintah memberikan kemudahan dan kelonggaran guru dalam hal adminstrasi untuk kelengkapan data yaitu dengan cara pemberkasan hanya dlakukan satu kali pada saat awal lulus sertifikasi selanjutnya data-data tersebut masih terus berlaku kecuali jika seorang guru mutasi, tidak aktif mengajar atau meninggal dunia melalui surat pernyataan Kepala Sekolah yang bersangkutan.
Pembukaan rekening dilakukan hanya satu kali pada saat awal akan menerima tunjangan sertifikasi untuk pertama kalinya sedangkan pada tahun-tahun berikutnya rekening tersebut masih berlaku kecuali jika ada hal-hal yang berkaitan dengan bank tersebut, suatu misal bank yang bersangkutan dilikuidasi. Begitu juga dengan kontinuitas pencairannya dan nominal pencairannya.
Pada sistem on line dapodik seharusnya tidak ada unsur jam mengajar linier atau tidak linier karena para guru adalah pendidik generasi bangsa dimanapun mereka melaksanakan tugas mengajarnya baik di jenajng SD, SMP, SMA, maupun SMK karena pada dasarnya para guru sudah memiliki kompetensi pedagogik yaitu sebagai lulusan sarjana apalagi dengan ditambah sertifikat pendidiknya.
Jika pemerintah mau dan mampu melaksanakan tersebut maka persolan-persoalan yang selama ini terjadi akan terselesaikan dengan baik.
Dibalik hal-hal tersebut di atas mungkin ada hal lain yang tersirat, yaitu pemerintah dengan sengaja mempersulit persolan pencairan tunjangan sertifikasi dikarenakan masalah keuangan negara, pemerintah enggan memberikan gaji pendidik yang berlebihan karena pendidikan masih dianggap nomor dua, pemerintah tidak sepenuhnya mempercayai pendidik jika diberikan tunjangan maka kualitasnya akan ikut meningkat. Jika hal demikian maka selamanya pendidik di indonesia akan menjadi profesi yang termarginalkan dan pendidikan lambat laun akan semakin terpuruk, semoga tidak demikian dan pemerintah akan menjadi pejuang terdepan untuk pendidik dan pendidikan, bagaimana menurut saudara?

Kamis, 22 Agustus 2013

Jadika Sekolah Rumah ke dua


JADIKAN SEKOLAH RUMAH KEDUA

Pendidikan adalah proses untuk mengembangkan kemampuan dan potensi diri serta membentuk watak dan peradaban manusia agar menjadi manusia yang bermartabat. Sebagaimana dalam UU SISDIKNAS Nomor 20 tahun 2003 Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tempat untuk membentuk watak dan kepribadian anak adalah di sekolah karena di sekolahlah terjadinya proses pendidikan selain di rumah.
Pada dewasa ini di dunia pendidikan belum tampak adanya peningkatan kualitas pendidikan dalam rangka membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya perilaku dan sikap peserta didik di semua jenjang sekolah dari SD hingga SMA yang tidak terpuji, bahkan melanggar baik norma agama maupun norma negara sebagaimana banyak kita temui berita-berita tersebut di media massa maupun media elektronik. Peristiwa berbagai macam sikap dan perilaku peserta didik tersebut merupakan manifesti dari peserta didik untuk menunjukkan kepada masyarakat dan lingkungan bahwasannya mereka adalah manusia-manusia yang memiliki harga diri dan membutuhkan perhatian dan pemahaman akan dirinya. Karena para peserta didik menganggap bahwa selama ini mereka merasa belum mendapatkan tempat untuk dapat memahami akan dirinya terutama selama proses pendidikan di sekolah. Mereka selama ini merasakan bahwa di sekolah mereka dijadikan anak yang harus menerima semua ilmu pengetahuan yang diajarkan dan wajib untuk bisa memahami dan menguasai. Sedangkan dalam dirinya mengatakan bahwa hal itu sangat menyulitkan karena mereka merasa hanya memiliki potensi tertentu yang belum dapat mereka kembangkan dan belum ada orang yang dapat memahaminya.  Namun kepada siapa mereka harus mengatakan hal ini, kepada siapa mereka harus mengadu atau curhat, kepada siapa mereka harus mengatakan bahwa aku membutuhkan pemahaman akan diriku. Hal-hal seperti ini yang terlupakan oleh elemen pendidikan, memahami anak seutuhnya , memahami bahwa tidak semua anak dilahirkan memiliki potensi dan kemampuan yang sama, memahami bahwa setiap anak memiliki karakteristik dan potensi yang unik dan berbeda.
Selama ini untuk menyelesaikan persoalan perilaku dan sikap peserta didik para pengambil kebijakan pendidikan terlalu memfokuskan pada pembenahan kurikulum. Seperti yang kita ketahui bersama sudah berkali-kali kurikulum pendidikan kita berganti-ganti bahkan akhir-akhir ini dimasukannya pembentukan karakter ke dalam kurikulum, yang lebih baru lagi akan dikeprasnya mata pelajaran di SD dengan jam belajar yang tetap dan penambahan jam belajar untuk jenjang SMP-SMA.Semua ini dimaksudkan untuk membentuk watak, perilaku, dan sikap peserta didik yang terpuji. Namun hingga saat ini justru yang kita temui, yang kita lihat terhadap sikap dan perilaku peserta didik adalah sikap dan perilaku yang tidak terpuji dan melanggar norma agama maupun norma negara. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembenahan kurikulum tidak berdampak efektif terhadap pembentukan perilaku dan sikap peserta didik, bentuk konkret solusi alternatif yang bagaimanakah yang dapat mengatasi hal tersebut. Pada dasarnya pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara sebagaimana UU SISDIKNAS Nomor 20 tahun 2003, pasal 1, ayat 1. Dalam pasal 1 ayat 4 disebutkan Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Jadi pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi diri peserta didik sedangkan untuk peserta didik pendidikan adalah tempat bagi dirinya untuk mengembangkan potensi diri. Persoalan mengembangkan potensi diri inilah yang belum tersentuh dalam dunia pendidikan. Selama ini di dunia pendidikan lebih banyak mengembangkan kognitif peserta didik. Untuk dapat mengembangkan potensi peserta didik dibutuhkan pemahaman akan diri peserta didik seutuhnya ada yang mengistilahkan dengan potret diri peserta didik. Di sinilah kebutuhan pendidikan khususnya sekolah bahwa untuk mengembangkan potensi diri peserta didiknya dibutuhkan potret diri peserta didik. Untuk tugas mulia ini yang begitu berat, menyita waktu, dan membutuhkan keahlian khusus maka dunia pendidikan khususnya di sekolah harus menyediakan tenaga ahli yaitu psikolog. Mengapa psikolog, karena psikolog adalah seorang yang memiliki ilmu untuk mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.  Psikolog dapat memahami akan jiwa setiap anak, dapat mengetahui potensi yang dimiliki setiap anak, dan dapat mengarahkan peserta didik untuk mengembangkan potensinya. Di samping itu psikolog dapat menjadi teman, sahabat, dan tempat curhat yaitu menyampaikan isi hati bagi seorang peserta didik. Di sinilah pentingnya seorang psikolog di sekolah. Peserta didik juga akan dapat merasakan bahwa di sekolah mereka dapat berekspresi, mengembangkan diri, dan ada tempat untuk memahami dan menghargai dirinya sebagai seorang anak. Jika hal ini dapat diwujudkan oleh dunia pendidikan dengan menyediakan tenaga psikolog di sekolah-sekolah maka di masa yang akan datang kita akan melihat para peserta didik betah di sekolah, mengekspresikan diri di sekolah, memanifestasikan diri di sekolah, dan sekolah akan menjadi rumah keduanya. Di masa yang akan datang kita akan kangen barangkali dengan berita-berita tentang sikap dan perilaku peserta didik yang tidak terpuji yang tidak dapat kita temukan lagi. Jika keadaan pendidikan kita sudah demikian, maka tujuan pendidikan untuk membentuk generasi bangsa menjadi generasi yang bermartabat, berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab akan dengan mudah terwujud.







Rabu, 26 Juni 2013

MENUJU PENDIDIKAN INTERNASIONAL Tanpa RSBI

MENUJU PENDIDIKAN INTERNASIONAL
tanpa
RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL.

Mahkamah Konstitusi telah membatalkan dan menolak penyelenggaraan RSBI karena dianggap bertentang dengan UU Dasar 1945. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) adalah Sekolah Standar Nasional (SSN) yang menyiapkan peserta didik berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia dan bertaraf Internasional sehingga diharapkan lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. Dasar hukum pemerintah menyelenggarakan RSBI adalah UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, pasal 50 ayat 3, disebutkan bahwa : Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. Di Indonesia mulai jenjang SD sampai dengan jenjang SMA/SMK terdapat sekolah RSBI. Setelah tiga tahun sekolah menyelenggarakan RSBI maka pemerintah akan mengevaluasi untuk kesiapan sekolah tersebut menjadi SBI. Namun hingga saat ini setelah berjalan kurang lebih 5 tahun seluruh RSBI di Indonesia belum ada dan belum siap dijadikan SBI sehingga status sekolah tersebut masih berstatus RSBI, sampai kapan status tersebut akan terus di sandang?. Sampai pada akhirnya MK memutuskan untuk menolak penyelenggaraan RSBI oleh pemerintah karena RSBI adalah sekolah yang menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris sedangkan peserta didiknya adalah anak bangsa Indonesia, kelak mereka akan kehilangan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia, RSBI masih melakukan pungutan-pungutan untuk operasional sekolah dan pungutan tersebut tidak sedikit, hal ini bertentangan dengan :
1.    UU Dasar 1945 bahwa pendidikan untuk semua warga negara Indonesia.
2.    Program pemerintah untuk sekolah gratis.
3.    Pendidikan tanpa diskriminasi.
Padahal dengan adanya pungutan-pungutan yang cukup besar di RSBI, maka sekolah tersebut hanya dapat dijangkau oleh warga dengan penghasilan yang besar atau warga kelas menengah ke atas, sedangkan bagi warga yang tidak mampu mereka tidak akan dapat masuk ke sekolah RSBI karena beratnya biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai sekolah (jawa pos, 9 Jan 2013).
Hal ini membuktikan bahwa pemerintah belum siap dan tidak sanggup untuk menyelenggarakan pendidikan yang bertaraf internasional sebagaimana amanat UU Sisdiknas no. 20 tahun 2003. Mengapa demikian? kenyataannya bahwa sekolah yang menyelenggarakan RSBI masih dapat melakukan pungutan-pungutan untuk biaya operasional dan pengembangan sekolah, memang pemerintah telah memberikan bantuan yang lebih besar di banding dengan sekolah reguler, namun biaya tersebut belum cukup untuk membiayai sekolah yang bertaraf internasional. Pemerintah dalam hal ini sangat memahami bahwa untuk menuju pendidikan yang bertaraf internasional membutuhkan biaya operasional dan pengembangan yang cukup besar sedangkan anggaran pendidikan yang dialokasikan sangat terbatas. Dari hal tersebut akhirnya yang terjadi di RSBI adalah seperti yang kita saksikan saat ini.
Bagaimanakah mengembangkan pendidikan bertaraf internasional tanpa RSBI?
Pendidikan bertaraf Internasional adalah pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi standar nasional pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan negara maju. Satuan pendidikan bertaraf internasional merupakan satuan pendidikan yang telah memenuhi standar nasional pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan negara maju (direktorat Mandikdasmen, kementrian pendidikan nasional). Seharusnya semua sekolah yang ada di Indoensia adalah sekolah yang mengutamakan kualitas proses pendidikannya untuk mencapai pendidikan yang bertaraf internasional. Dan sekolah yang dapat melakukan hal tersebut adalah sekolah yang memenuhi standar minimal layanan pendidikan yang terdiri dari delapan komponen yang disebutkan dalam stndar nasional pendidikan. Namun untuk dapat memenuhi standar minimal layanan pendidikan dibutuhkan support bantuan dana dari pemerintah dalam hal ini pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan diharuskan memberikan bantuan dana sepenuhnya kepada pihak sekolah agar sekolah dapat memenuhi syarat untuk mencapai standar minimal layanan pendidikan. Jika hal tersebut dilakukan setengah-setengah oleh pihak pemerintah maka yang terjadi adalah seperti yang kita saksikan saat ini dimana sekolah yang menuju RSBI akan melakukan penguta-pungutan yang cukup besar.
Tanggung Jawab Pemerintah.
Pendidikan adalah merupakan tanggung jawab pemerintah, karena seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945. Tanggung jawab pemerintah bukan hanya sekedar sebagai penyelenggara pendidikan namun lebih luas yaitu untuk mengembangkan pendidikan bertaraf internasional. Apa yang harus dilakukan pemerintah agar pendidikan yang bertaraf internasional dapat tercapai:
1.    Memberikan support bantuan dana, sarana-prasarana kepada pihak sekolah dalam rangka untuk mengembangkan proses pendidikan yang berkualitas sehingga standar minimal layanan pendidikan dapat terpenuhi dengan baik seperti yang disyaratkan dalam UU No. 19 tahun 2005 tentang standar layanan pendidikan.
2.    Bentuk bantuan tersebut dilakukan secara kontinu dan berkala kepada semua sekolah.
3.    Bentuk bantuan tersebut dalam rangka untuk pemerataan kualitas pendidikan sehingga tidak terjadi penjomplangan kualitas pendidikan antara di perkotaan dengan di pedesaan apalagi dengan daerah terpencil.
4.    Mengembangkan kualitas pendidik dan tenaga kependidikannya secara kontinu dan menyeluruh di sekolah-sekolah seluruh pelosok tanah air.
5.    Mengembangkan metode pembelajaran secara kontinu dan berkesinambungan di sekolah-sekolah seluruh pelosok tanah air.
6.    Memberikan bantuan penambahan buku-buku referensi penunjang proses pembelajaran bagi guru dan sarana-prasarana lainnya .
7.    Memberikan pendampingan secara intensif dan berkesinambungan kepada sekolah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di seluruh pelosok tanah air.
8.    Melakukan evaluasi, pemetaan dan pembinaan kepada sekolah-sekolah di seluruh pelosok tanah air untuk mencapai sekolah yang berkualitas dan bertaraf internasional.
Dari beberapa poin di atas memang sangat berat dan membutuhkan anggaran, tenaga, dan waktu yang tidak sedikit untuk mencapai tersebut. Beberapa hal yang dapat menjadi kendala bagi pememrintah antara lain:
1.    Pemerintah harus menyediakan anggaran yang sangat besar, sarana-prasarana yang sangat banyak dan memadai karena jumlah seklah di seluruh pelosok tanah air yang begitu banyak.
2.    Setelah disediakan sarana-prasarana di sekolah-sekolah, masih banyak sekolah-sekolah yang belum memanfaatkan sarana-prasana tersebut secara maksimal untuk menunjang proses pembelajaran.
3.    Membutuhkan waktu yang sangat panjang dan pembiayaan yang sangat besar untuk meningkatkan kualitas pendidik dan tenaga kependidikannya. Pemerintah pusat tidak akan mampu melakukan sendiri tanpa bantuan pemerintah daerah, namun yang menjadi kendala adalah tidak semua pemerintah daerah dapat melakukan hal tersebut secara maksimal. Dari sinilah dibutuhkan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam rangka mengmebangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
4.    Pengembangkan metode pembelajaran dapat dilakukan dengan cara mengadakan workshop secara rutin kepada para pendidik, namun kenyataan yang terjadi adalah tidak semua pendidik mau melaukan dan mempraktikan hasil workshopnya di kelas-kelas, hampir sebagian besar dari para pendidik adalah melakukan proses pembelajaran seperti yang dilakukannya saat ini (sebelum workshop). Hasil workshop merupakan pengetahuan dan ilmu buat para pendidik itu sendiri tanpa diaplikasikan dalam proses pembelajaran.
5.    Dalam rangka pendampingan secara intensif di sekolah-sekolah untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan membutuhkan tenaga pendamping dan anggaran yang sangat banyak. Saat ini pemerintah dan pemerintah daerah hanya memiliki beberapa pengawas sekolah yang menurut perbandingan rasionya tidak memenuhi syarat.
 Dari uraian kendala di atas dan beberapa poin untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas pendidikan, maka semuanya dikembalikan kepada pihak pemerintah, mampukah dan maukah pemerintah untuk sesegera mungkin melakukan perubahan pendidikan? Jika mau maka saya yakin pemerintah akan melakukan hal-hal cepat dengan mengalokasikan anggaran pendidikan yang lebih besar lagi, namun jika pemerintah merasa saat ini kurang mampu maka pemerintah akan tetap melakukan perubahan pendidikan menuju peningkatan kualitas pendidikan namun dengan cara alon-alon asal klakon dan yang terjadi adalah pendidikan di Indonesia akan semakin tertinggal ajuh dengan negara-negara tetangga.