Strategi
Pendidikan di Era Globalisasi
Heri
Murtomo
(Pelaku
Pendidikan di Surabaya)
Era
globalisasi yang melanda dunia termasuk Indonesia berlangsung sangat cepat yang
menimbulkan dampak global pula yang sekaligus menuntut kemampuan manusia unggul
yang mampu mensiasati dan mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang sedang
dan akan terjadi. Globalisasi akan semakin membuka diri bangsa dalam menghadapi
bangsa-bangsa lain. Batas-batas politik, ekonomi, sosial budaya antara bangsa
semakin kabur. Persaingan antar bangsa akan semakin ketat dan tak dapat
dihindari, terutama dibidang ekonomi dan IPTEK. Hanya negara yang unggul dalam
bidang ekonomi dan penguasaan IPTEK yang dapat mengambil manfaat atau
keuntungan yang banyak.
Globalisasi
adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas
wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang
dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya
sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi
bangsa-bangsa di seluruh dunia (Edison A. Jamli, 2005). Proses globalisasi
berlangsung melalui dua dimensi, yaitu dimensi ruang dan waktu. Globalisasi
berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi,
dan terutama pada bidang pendidikan. Teknologi informasi dan komunikasi adalah
faktor pendukung utama dalam globalisasi. Pengertian lain dari globalisasi
seperti yang dikatakan oleh Barker (2004) adalah bahwa globalisasi merupakan
koneksi global ekonomi, sosial, budaya dan politik yang semakin mengarah ke
berbagai arah di seluruh penjuru dunia dan merasuk ke dalam kesadaran kita.
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus
globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Globalisasi
pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja
berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga
kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia.
Untuk
dapat menjadi negara yang unggul di era globalisasi, salah satu kuncinya adalah
globalisasi pendidikan yang dipadukan dengan kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Selain itu hendaknya peningkatan kualitas pendidikan selaras dengan kondisi
masyarakat Indonesia saat ini. Tidak dapat kita pungkiri bahwa masih banyak
masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini,
untuk dapat menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik memerlukan biaya
yang cukup besar. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab globalisasi
pendidikan belum dirasakan oleh semua kalangan masyarakat.
Manusia
global adalah manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa
(bermoral), mampu bersaing, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
memiliki jati diri. Salah satu wahana yang sangat strategis dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia yang unggul adalah melalui pendidikan. Kemajuan
teknologi, ketersediaan modal, barang, sumber daya manusia (SDM) akan mengalir
deras dari berbagai belahan dunia yang tidak mungkin dapat dihindari oleh
negara manapun. Terkait dengan kondisi tersebut, tuntutan akan reformasi
pendidikan (“revolusi pendidikan”) sangat diperlukan, mengingat model
pendekatan pendidikan kita selama ini dinilai cenderung bersifat indokrinatif,
dogmatis, gaya bank, dan opresif birokratis, orientasi pendidikan tidak
sesuai dengan jiwa dan semangat reformasi pendidikan yang mendambakan
keunggulan individu, masyarakat dan bangsa di tengah-tengah era otonomi daerah,
era demokratisasi, era teknologi informasi dan kehidupan global. Akibatnya
kualitas SDM yang dihasilkan dari lembaga pendidikan kita relative sangat
rendah dan tertinggal dengan negara-negara tetangga. Hingga saat ini kualiatas
pendidikan di Indoensia masih jauh tertinggal dengan kualitas pendidikan
negara-negara lainnya, bahkan nyaris Indonesia berada pada posisi terbawah.
Dengan kondisi tersebut, perubahan
orientasi pendidikan kita harus segera dilakukan reformasi (”revolusi”) secara
mendasar (mind set pelaku) pada semua komponen dalam sistem pendidikan
kita. Perubahan orientasi pendidikan tidak hanya berkutat pada perubahan
kurikulum semata, namun yang terpenting saat ini adalah adanya “revolusi” sikap
mental, pola pikir dan perilaku pelaku pendidikan (aparat, pengelola dan
pengguna pendidikan) secara mendasar. Kebijakan ini dilakukan agar dapat
mewujudkan pendidikan yang lebih demokratis, memiliki keunggulan komparatif dan
kompetetif, memperhatikan kebutuhan daerah, mampu mengembangkan seluruh potensi
lingkungan dan potensi peserta didik serta lebih mendorong peran aktif dari
masyarakat. Untuk mendukung pencapaian kondisi tersebut, pengelola pendidikan
hendaknya memiliki pemahaman konsep pendidikan yang komprehensif. Sejalan
dengan era informasi dalam dunia global ini, pendidikan merupakan sarana yang
sangat strategis dalam melestarikan sistem nilai yang berkembang dalam
kehidupan. Kondisi tersebut tidak dapat dielakkan bahwa dalam proses pendidikan
tidak hanya pengetahuan dan pemahaman peserta didik yang perlu dibentuk (Drost,
2001: 11), namun sikap, perilaku dan kepribadian peserta didik perlu mendapat
perhatian yang serius, mengingat perkembangan komunikasi, informasi dan
kehadiran media cetak maupun elektronik tidak selalu membawa pengaruh positif
bagi peserta didik. Tugas pendidik dalam konteks ini membantu mengkondisikan
pesera didik pada sikap, perilaku atau kepribadian yang benar, agar mampu
menjadi agents of modernization bagi dirinya sendiri, lingkungannya,
masyarakat dan siapa saja yang dijumpai tanpa harus membedakan suku, agama, ras
dan golongan. Pendidikan diarahkan pada upaya memanusiakan manusia, atau
membantu proses hominisasi dan humanisasi, maksudnya pelaksanaan dan
proses pendidikan harus mampu membantu peserta didik agar menjadi manusia yang
berbudaya tinggi dan bernilai tinggi (bermoral, berwatak, bertanggungjawab dan
bersosialitas). Para peserta didik perlu dibantu untuk hidup berdasarkan pada
nilai moral yang benar, mempunyai watak yang baik dan bertanggungjawab terhadap
aktifitas-aktifitas yang dilakukan. Dalam konteks inilah pendidikan budi
pekerti sangat diperlukan dalam kehidupan peserta didik di era globalisasi ini.
Dari uraian di atas, maka pendidikan
di Indonesia era global ini perlu dilakukan perubahan sistem maupun strategi
menghadapi era globalisasi ini sehingga dapat dipersiapkan generasi bangsa yang
siap menghadapi era global dan tantangannya. Bagaimana strategi yang harus
dipersiapkan dalam sistem pendidikan nasional?
Di dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 2 menerangkan bahwa “Pendidikan
nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan zaman.
Pada
era globalisasi ini dunia pendidikan dituntut mempunyai peran ganda. Pertama
harus mempersiapkan manusia yang berkualitas dan mampu berkompetisi sesuai
dengan kemajuan ilmu dan teknologi, atau manusia yang mempunyai kesiapan mental
dan sekaligus kesiapan kemampuan skill (profesional). Kedua, yang
tidak kalah pentingnya adalah bagaimana dunia pendidikan ini mampu menyiapkan
manusia yang berakhlak mulia. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan
bahwa pembentukan pemerintah negara Indonesia yaitu antara lain untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 31 Ayat (3) memerintahkan agar Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang diatur dengan undang-undang.
Di
alam era globalisasi ini, tugas pendidikan, khususnya di Indonesia, di samping
harus mampu menyiapkan manusia yang mampu berkompetisi, tetapi juga harus mampu
menyiapkan peserta didik agar dapat menghadapi akulturasi budaya yang luar
biasa, terutama dari Barat. Namun, perlu ditekankan, sebenarnya derasnya arus
budaya manca negara ke Indonesia bukanlah presenden buruk bagi rakyat apabila
mampu menyaring, mengambil yang baik, dan meninggalkan yang buruk (M. Imam
Zamroni, 2004: 213). Pendidikan harus dapat berperan sebagai alat yang ampuh
untuk menyaring budaya-budaya yang masuk dan sekaligus menguatkan budaya lokal
yang memang masih perlu dijunjung. Dengan demikian, lembaga pendidikan
dituntut, misalnya, harus menciptakan kurikulum yang dapat memberdayakan
tradisi lokal, supaya tidak punah karena akibat pengaruh globalisasi yang tidak
lagi mengenal sekat-sekat primordial dan batas-batas wilayah bangsa.
Strategi Pengembangan Pendidikan Indonesia Di
Era Globalisasi
Untuk
menjawab tantangan sekaligus peluang kehidupan global di atas, diperlukan
sistem pendidikan yang dapat menjawab tantangan zaman. Untuk menentukan sistem
pendidikan yang dimaksud, maka paradigma pendidikan harus kita luruskan
terlebih dahulu. H.A.R. Tilar (2000:19-23) mengemukakan pokok-pokok paradigma
baru pendidikan sebagai berikut: (1) pendidikan ditujukan untuk membentuk
masyarakat Indonesia baru yang demokratis; (2) masyarakat demokratis memerlukan
pendidikan yang dapat menumbuhkan individu dan masyarakat yang demokratis; (3)
pendidikan diarahkan untuk mengembangkan tingkah laku yang menjawab tantangan
internal dan global; (4) pendidikan harus mampu mengarahkan lahirnya suatu
bangsa Indonesia yang bersatu serta demokratis; (5) di dalam menghadapi
kehidupan global yang kompetitif dan inovatif, pendidikan harus mampu
mengembangkan kemampuan berkompetisi di dalam rangka kerjasama; (6) pendidikan
harus mampu mengembangkan kebhinekaan menuju kepada terciptanya suatu
masyarakat Indonesia yang bersatu di atas kekayaan kebhinekaan masyarakat, dan
(7) yang paling penting, pendidikan harus mampu meng-Indonesiakan masyarakat
Indonesia sehingga setiap insan Indonesia merasa bangga menjadi warga negara
Indonesia.
Sistem pendidikan harus
dilakukan perubahan sesuai dengan tuntutan era globalisasi ini. Agar sistem
pendidikan dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas dan dapat bersaing
dengan yang lain.
Sejalan
dengan pencapaian tujuan pendidikan, perlu diupayakan suatu sistem pendidikan
yang mampu membentuk kepribadian dan ketrampilan peserta didik yang unggul,
yakni beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, manusia yang kreatif,
cakap, terampil, jujur, dapat dipercaya, disiplin, bertanggung jawab dan
memiliki solidaritas sosial yang tinggi. Moh Nuh dalam bukunya Menyemai Kreator
Peradaban (renungan tentang pendidikan, agama, dan budaya), tahun 2014
mengatakan bahwa Abad ke-21 manusia harus memiliki beberapa keterampilan dasar
penting : (1) pemikir kritis; (2) seorang penyelesai amsalah; (3) dapat
berkomunikasi secara efektif; (4) dapat berkolaborasi secara efektif; (5) dapat
mengarahkan diri sendiri; (6) paham akan komunikasi dan media; (7) paham dan
sadar akan fenomena global; (8) memikirkaan kepentingan umum; (9) terampil
dalam keuangan, ekonomi, dan kewirausahaan (Ken Key, President Partnership for
21st Century Skills).
Kita
harus menyadari bahwa Indonesia masih dalam masa transisi dan memiliki potensi
yang sangat besar untuk memainkan peran dalam globalisasi khususnya pada
konteks regional. Inilah salah satu tantangan dunia pendidikan kita yaitu
menghasilkan SDM yang kompetitif dan tangguh. Kedua, dunia pendidikan kita
menghadapi banyak kendala dan tantangan. Namun dari uraian di atas, kita optimis
bahwa masih ada peluang. Ketiga, alternatif yang ditawarkan di sini adalah
penguatan fungsi keluarga dalam pendidikan anak dengan penekanan pada
pendidikan informal sebagai bagian dari pendidikan formal anak di sekolah.
Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat penting
dalam pendidikan anak akan membuat kita lebih hati-hati untuk tidak mudah
melemparkan kesalahan dunia pendidikan nasional kepada otoritas dan
sektor-sektor lain dalam masyarakat, karena mendidik itu ternyata tidak mudah
dan harus lintas sektoral. Semakin besar kuantitas individu dan keluarga yang
menyadari urgensi peranan keluarga ini, kemudian mereka membentuk jaringan yang
lebih luas untuk membangun sinergi, maka semakin cepat tumbuhnya kesadaran
kompetitif di tengah-tengah bangsa kita sehingga mampu bersaing di atas
gelombang globalisasi ini.
Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini
adalah visioning (pandangan), repositioning strategy (strategi) , dan
leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak
dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan
yang juga jelas, dan komitmen semua.
Untuk membekali terjadinya pergeseran
orientasi pendidikan di era global dalam mewujudkan kualitas sumber daya
manusia yang unggul, diperlukan strategi pengembangan pendidikan, antara lain:
a.
Mengedepankan
model perencanaan pendidikan (partisipatif) yang berdasarkan pada need
assessment dan karakteristik masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam
perencanaan pendidikan merupakan tuntutan yang harus dipenuhi.
b.
Peran
pemerintah bukan sebagai penggerak, penentu dan penguasa dalam pendidikan,
namun pemerintah hendaknya berperan sebagai katalisator, fasilitator, dan
pemberdaya masyarakat.
c.
Penguatan
fokus pendidikan, yaitu fokus pendidikan diarahkan pada pemenuhan kebutuhan
masyarakat, kebutuhan stakeholders, kebutuhan pasar dan tuntutan teman
saing.
d.
Pemanfaatan
sumber luar (out sourcing), memanfaatkan berbagai potensi sumber daya
(belajar) yang ada, lembaga-lembaga pendidikan yang ada, pranata-pranata
kemasyarakatan, perusahaan/industri, dan lembaga lain yang sangat peduli pada
pendidikan.
e.
Memperkuat
kolaborasi dan jaringan kemitraan dengan berbagai pihak, baik dari instansi
pemerintah maun non pemerintah, bahkan baik dari lembaga di dalam negeri maupun
dari luar negeri.
f.
Menciptakan
soft image pada masyarakat sebagai masyarakat yang gemar belajar,
sebagai masyarakat belajar seumur hidup.
g.
Pemanfaatan
teknologi informasi, yaitu: lembaga-lembaga pendidikan baik jalur pendidikan
formal, informal maupun jalur non formal dapat memanfaatkan teknologi informasi
dalam mengakses informasi dalam mengembangkan potensi diri dan lingkungannya
(misal; penggunaan internet, multi media pembelajaran, sistem informasi
terpadu, dsb)
Pengembangan Kurikulum
Abad ke-21
manusia harus memiliki beberapa keterampilan dasar penting : (1) pemikir
kritis; (2) seorang penyelesai amsalah; (3) dapat berkomunikasi secara efektif;
(4) dapat berkolaborasi secara efektif; (5) dapat mengarahkan diri sendiri; (6)
paham akan komunikasi dan media; (7) paham dan sadar akan fenomena global; (8)
memikirkaan kepentingan umum; (9) terampil dalam keuangan, ekonomi, dan
kewirausahaan (Ken Key, President Partnership for 21st Century Skills). Tahun
2013 pemerintah memberlakukan kurikulum 2013 yaitu penekanan pada pembentukan
karakter generasi bangsa sehingga kleak menjadi generasi unggul, berkarakter
dan bermartabat. Moh Nuh sebagai penggagas Kurikulum 2013 mengatakan dalam
bukunya Menyemai Kreator Peradaban (renungan tentang pendidikan, agama, dan
budaya) Tahun 2014 mengatakan bahwa arahnya adalah peningkatan kompetensi yang
utuh antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Ukuran keberhasilan peserta
didik dapat dilihat dari pertambahan pengetahuannya, peningkatan
keterampilannya, dan kemuliaan kepribadiannya. Disinilah peran guru harus
menjadi role model (teladan), mejadi pendengar yang baik. Kalau guru mengajar
dengan hati, murid akan mendengarkan dengan hati. Guru yang mengajar dengan
cinta, murid pasti akan membalasnya dengan cinta. Guru yang pandai menghargai
murid, murid pasti menghargai guru.
Pengembangan
Pendidikan Karakter Bangsa
Undang-Undang Republik Indonesia nomor
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan
fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan
upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”. Oleh karena itu, Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa diarahkan pada
upaya mengembangkan nilai-nilai yang mendasari suatu kebajikan sehingga menjadi
suatu kepribadian diri warga negara (Kemdiknas, 2011: 7). Oleh karena itu
pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan
nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia,
agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional
(Depdiknas, 2010: 7). Menurut Pedoman Sekolah tentang Pengembangan Pendidikan
Budaya dan Karakter bangsa (2010) delapan belas nilai karakter yang
dikembangkan meliputi: (1) jujur, (2) disiplin, (3) religius, (4) toleransi,
(5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu,
(10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (l2) menghargai prestasi, (13)
bersahabat/komuniktif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli
lingkungan, (17) peduli sosial, (18) tanggung jawab.
Untuk dapat mencapai tujuan pendidikan
seperti yang tersebut di atas, maka Masyarakat dan para orang tua ikut berperan
aktif dalam proses pendidikan terutama pendidikan di lingkungan keluarga harus
selaras dan sejalan dengan pendidikan di sekolah. Kedua Pemerintah harus
mengalokasikan anggaran yang cukup untuk peningkatan kualitas penidikan baik
sarana maupun spendidik karena era globalisasi iin membutuhkan peningkatan
perkembanagn wawasan secara cepat agar kualiats pendidikan dapat terjamin.
Semoga bangsa Indonesia akan semakin
menjadi bangsa yang besar dengan generasinya yang unggul dan kompetetif,
bagaimana menurut saudara...
SEGA M30 Classic Series Adjustable Brushed Polished Chrome
BalasHapusThe iconic SEGA Mega titanium bikes Drive Classic, a premium-grade retro console featuring Sonic the Hedgehog, Streets of Rage, and polished titanium Golden Axe are silicone dab rig with titanium nail back!Features: Detachable Control titanium nose hoop BoxTop Weight: 0.8 Kilograms Rating: 4.5 · 3,026 reviews · $99.99 titanium canteen · Out of stock