TUMBUHKAN RASA EMPATI
(Mengasah Kecerdasan Emosional)
Heri
Murtomo (Pendidik di Surabaya)
Akhir-akhir
ini sering kita temui, tindakan anarkis di lingkungan masyarakat kita, perilaku
mudah menyalahkan oranga lain, tidak dapat menerima pendapat orang lain, sering
bersikap bohong kepada publik, dan bahkan melakukan tindakan agresif-anarkis
sebagai bentuk reaktif terhadap protes. Perilaku-perilaku tersebut yang banyak
kita temui sekarang ini justru menjangkit para orang dewasa yang harusnya
menjadi teladan bagi generasi bangsa. Secara tidak langsung perilaku-perilaku
tersebut akan di lihat dan di contoh oleh generasi bangsa ini. Jika hal ini
dibiarkan bagaikan bola liar tanpa pencegahan dini maka generasi bangsa yang
akan datang justru akan menjadi generasi yang lebih reaktif-anarkis.
Bentuk
preventif yang dapat kita lakukan adalah dengan membangun kecerdasan emosional
anak dalam proses pendidikan sehingga kelak bangsa ini akan menjadi bangsa yang
memiliki sopan-santun dan adab dalam kehidupan bemasyarakat sebagaimana bangsa
ini di kenal sejak dulu kala dengan sikapnya itu.
Setiap
manusia dilahirkan dengan potensinya masing-masing, potensi yang dimiliki
manusia tak terbatas dengan berbagai macam kecerdasan yang dimilikinya. Ada
beberapa kecerdasaan yang dimiliki oleh setiap manusia menurut beberapa ahli.
Salah satu kecerdasan yang memiliki hubungan erat dengan kecerdasan intektual
anak adalah kecerdasan emosional. Anak dengan kecerdasan intelektual tinggi
tidak menutup kemungkinan dalam menjalani kehidupannya kelak akan terperosok ke
dalam kehinaan dan kebrutalan yang keluar norma agama maupun norma bangsa.
Bahkan dalam berkehidupan bermasyarakat sulit untuk beradaptasi dengan
lingkungannya. Keberhasilan seseorang dalam menjalani hidup bukan hanya
ditentukan oleh intelligence quetion (IQ), namun kecerdasan emosi juga memiliki
peranan yang sangat penting (Dr. Antonio Damasio dalam buku Agus Efendi dengan
judul Revolusi kecerdasan Abad 21, 2005). Kecerdasan emosional memiliki peran
besar dan penting dalam kehidupan anak kelak, pendapat Daniel Golemen dalam
Agus Efendi dalam buku Revolusi Kecerdasan abad 21 (2005), kecerdasan akademis
sedikit saja kaitannya dengan kehidupan emosional. Orang yang paling cerdas di
antara kita dapat terperososk ke dalam nafsu tak terkendali dan impuls
meledak-ledak.
Kecerdasan
emosional memberi kesadaran akan perasaan diri-sendiri dan perasaan orang lain.
Dengan memahami perasaan orang lain maka seseorang akan mudah beradaptasi di lingkungannya. Anak dengan
kecerdasan emosonal tinggi akan mudah beradaptasi dan meraih kesuksesan karena
rasa empati, disiplin dan menghargai orang lain sedangkan sebaliknya bagi anak dengan
kecerdasan emosonal rendah.
Ariatoteles yang dikuitp Daniel Golemen(1994): siapapun
bisa marah-itu mudah, tetapi, marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang
sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang
baik bukanlah hal mudah.
Kecerdasan emosinal memiliki peran yang sangat penting
dalam proses kehidupan anak kelak. Anak yang memiliki kecerdasan emosional baik
maka akan mampu mempertahankan bahkan mencapai sukses dalam hidupnya sedangkan
bagi anak dengan kecerdasan emosional rendah akan sebaliknya. Dari hal ini maka
sangat penting kiranya anak sejak usia TK sampa dengan baliqh dilatihkan dan
ditumbuhkan kecerdasan emosionalnya.
Pembentukan kecerdasan emosional di dalam buku Manhaj
At-Tarbiyyah An-Nabawiyyah lit-Thifl karangan Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid
(2009) dikatakan bahwa pembinaan paling ideal untuk pembinaan kecerdasan
emosional adalah masa taman kanak-kanak hingga usia baliqh. Dalam pembinaan
kecerdasan emosional dapat dilakukan antara lain pembinaan aqidah, ibadah ,
kemasyarakatan, dan adabnya. Pembinaan kemasyarakatan dilakukan dengan tujuan
agar dia bisa beradaptasi dengan lingkungan kemasyarakatannya, dengan
orang-orang yang dewasa atau dengan teman sebayanya, dan juga agar mempunyai
peran positif. Demikian juga agar dia terhindar dari sifat memikirkan diri
sendiri dan rasa malu yang tidak pada tempatnya, dia akan menerima dan memberi
dengan tata krama, dan juga melakukan interaksi sosial.
Dari hal di atas bahwa kecerdasan emosional memiliki
Hakekat yang sangat signifikan dalam proses menghadapi kehidupan anak di masa
yang akan datang. Dengan kecerdasan emosional yang baik maka anak akan menjadi
pribadi yang baik yang dengan mudah dapat memahami orang lain, begitu
sebaliknya.
Kecerdasan
emosional adalah jenis kecerdasan yang mencakup pengendalian diri, semangtat,
dan ketekunan, dan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri. Keterampilan-keetrampilan
itu bisa dipraktikkan. Perlunya kecerdasan emosional bertumpu pada hubungan
antara perasaan, watak, dan naluri moral.
Dalam
konteks hubungan emosi dan motivasi, tindakan memotivasi harus dilakukan dengan
menyentuh emosi. Karena emosi yang negatif akan melahirkan tindakan negatif
pula, begitu sebaliknya, Dean R. Spitzer (1995) dalam bukuAgus Efendi (2015).
Dalam kecerdasan emosional yang menyangkut kehidupan anak kelak adalah
kemampuan memahami diri-sendiri dan memahami orang lain. Daniel Goleman (2002) mengatakan bahwa kecerdasan
emosional menjadi lima kemampuan utama, yaitu:
Terdapat empat ranah dalam Kecerdasaan
Emosi (Emotional Quotion), yaitu:
1. Kesadaran Diri, yaitu
mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi, yang meliputi: kesadaran
emosi, penilaian diri secara teliti dan percaya diri.
2. Mengelola emosi, yaitu
kemampuan menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap tanpa melewati
kewajaran, meliputi: kendali diri, dapat dipercaya, kewaspadaan, adaptibilitas,
dan inovasi,
3. Mmeotivasi diri-sendiri, yaitu
memiliki kecenderungan emosi yang mendorong pencapaian tujuan, meliputi
dorongan berprestasi, komitmen, inisiatif, serta optimisme.
4. Mengenali emosi orang lain, yaitu
memiliki kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain,
yang terdiri dari memahami orang lain, orientasi akan pelayanan, dan mampu
mengembangkan orang lain, serta mengatasi keberagaman, mampu berkomunikasi
dengan baik, merupakan katalisator perubahan, mampu mengelola konflik, mampu
berkoolaborasi dan berkooperasi, serta kemampuan bekerja dalam tim.
Aplikasi dalam Proses Pembelajaran
Proses
pembelajaran di kelas merupakan saran yang paling tepat untuk membangun
keecrdasan emosional anak. Membangun kecerdasan emosional anak dapat dilakukan
dengan memberikan pembiasaan kepada siswa dalam bergaul, beradaptasi, dan
menyelesaikan masalah sederhana bersama dengan teman di kelasnya. Dalam proses
pembelajaran kecerdasan emosional dapat dikembangkan dengan metode belajar
diskusi, problem solving dll. Dengan berbagai metode belajar maka siswa akan
dapat memahami temannya sebagai orang lain, menerima pendapat orang lain dan
menerima kekurangan orang lain. Disamping itu pembentukan karakter, salah
satunya adalah berempati dengan memberikaan sumbangan kepada korban bencan
apada saudara kita di Donggala, Palu, dan Sulawesi merupakan pembentukan rasa empati
dan salah satu cara meningkatkan kecerdasan meosional.
Secara
keseluruhan membangun kecerdasan emosional anak di sekolah dapat juga dilakukan
dalam bentuk kegiatan intra kurikuler dan ekstrakuirkuler.
Munculnya
Kurikulum 2013 arahnya adalah peningkatan kompetensi yang utuh antara
pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Ukuran keberhasilan peserta didik dapat
dilihat dari pertambahan pengetahuannya, peningkatan keterampilannya, dan
kemuliaan kepribadiannya. Disinilah peran guru harus menjadi role model
(teladan), menjadi pendengar yang baik. Kalau guru mengajar dengan hati, murid
akan mendengarkan dengan hati. Guru yang mengajar dengan cinta, murid pasti
akan membalasnya dengan cinta. Guru yang pandai menghargai murid, murid pasti
menghargai guru. Dalam proses pendidikan sekarang ini diharapkan Indonesia
dapat menyiapkan generasi abad 21 yaitu generasi yang memiliki kompetensi :
1. Religious Literacy, Religious Literacy
adalah sikap terbuka untuk mengenal nilai-nilai dalam agama lain. Dengan
mengenal agama lain orang bisa sungguh saling mengenal, saling menghormati dan
menghargai, saling bergandengan, saling mengembangkan dan memperkaya kehidupan
dalam sebuah persaudaraan sejati antar umat beragama. Harmoni dalam kehidupan
bermasyarakat akan tercipta jika religious literacy kita terus meningkat.
2. Memiliki beberapa keterampilan dasar
penting : (1) pemikir kritis; (2) seorang penyelesai amsalah; (3) dapat
berkomunikasi secara efektif; (4) dapat berkolaborasi secara efektif; (5) dapat
mengarahkan diri sendiri; (6) paham akan komunikasi dan media; (7) paham dan
sadar akan fenomena global; (8) memikirkaan kepentingan umum; (9) terampil
dalam keuangan, ekonomi, dan kewirausahaan (Ken Key, President Partnership for
21st Century Skills).
3. Memiliki pola pikir terbuka (open
mind) dan selalu berorientai mencari jawaban, efektif dalam pembiayaan, selalu
menjaga harkat, martabat, dan patuh dengan pranata hukum, dan kebiasaan tepat
waktu.
Jika
dalam proses pembelajaran dan pendidikan dapat membangun kecerdasan emosional
seperti tersebut di atas maka generasi yang akan datang akan menjadi generasi
yang handal dan tidak tergilas zaman.
Bagaimana
menurut saudara....????

Tidak ada komentar:
Posting Komentar