Edisi Khusus
Hari Pendidikan
Nasional (2 Mei 2016)
|
Jika dalam proses pendidikan
belum tercipta kondisi sekolah yang berbudaya, maka generasi emas yang dibangun
hanya akan menjadi impian. Justru generasi
retardasi akan tumbuh dan berkembang dengan pesat di negeri ini jika proses
pendidikan hanya transfer knowledge.
Pendidikan
adalah proses untuk mengembangkan kemampuan dan potensi diri serta membentuk
watak dan peradaban manusia agar menjadi manusia yang bermartabat. Pembentukan
watak dan peradaban serta pengembangan kemampuan dan potensi diri pada setiap peserta didik salah satu cara yang
dapat dilakukan adalah melalui proses pendidikan. Hingga saat ini proses
pendidikan merupakan salah satu pemegang peranan dalam pembangunan manusia
seutuhnya khususnya generasi bangsa. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa yang
paling utama memegang peranan proses pengembangan individu adalah orang tua dan
atau rumah, tetapi yang dapat dilakukan untuk membangun generasi emas yang
cerdas dan bermartabat melalui sebuah sistem yang terkontrol adalah pendidikan.
Marilah kita
review dan mengingat kembali bagaimana kondisi generasi sekarang ini baik
secara kognitif, spiritual, maupun emosional. Jika kita membaca media massa,
mendengarkan berita di media elektronik maka kita akan mendapatkan banyaknya kejadian yang
berkaitan dengan perilaku
dan sikap peserta didik di semua jenjang sekolah dari SD hingga SMA yang tidak
terpuji, bahkan melanggar baik norma agama maupun norma negara. Peristiwa
berbagai macam sikap dan perilaku peserta didik tersebut tidak
sepenuhnya adalah kesalahan peserta didik,namun kita harus dapat memahami
kepribadian peserta didik, mungkin itu merupakan manifesti dari peserta didik untuk menunjukkan
kepada masyarakat dan lingkungan bahwasannya mereka adalah manusia-manusia yang
memiliki martabat
dan membutuhkan perhatian dan pemahaman akan dirinya. Jika kita jujur sebenarnya
perilaku para peserta didik tersebut akibat dari kopensasi bahwa proses
pendidikan selama ini masih belum dapat menempatkan manusia sebagai manusia. Artinya bahwa
proses pendidikan harus dibangun melalui sebuah pendidikan yang berbudaya dan
karakter agar terbentuk generasi emas. Inilah yang harus dibenahi ! Yaitu sekolah
sebagai lembaga pendidikan harus menanamkan budaya dan karakter kepada peserta
didik dan
menempatkan peserta didik sebagai
manusia, istilahnya pendidikan memanusiakan manusia.
Jika
dalam proses pendidikan belum tercipta kondisi sekolah yang berbudaya, maka
generasi emas yang dibangun hanya akan menjadi impian. Justru generasi retardasi akan tumbuh
dan berkembang dengan pesat di negeri ini jika proses pendidikan hanya transfer
knowledge. Palmer (1998); pengajaran yang baik berasal dari identitas dan
integritas sang guru. Ini menunjukkan bahwa mengajar bukan hanya sekedar
mentransfer ilmu pengetahuan tetapi mengajar adalah sebuah profesi panggilan
hati. Jika setiap guru dalam proses pembelajaran dilakukan dengan hati maka out
put yang dihasilkan adalah generasi yang berkualitas. Sebagaimana bagi murid, demikian juga bagi seorang guru/ulama
yang mengajarkan ilmu hendaknya mempunyai niat yang lurus, tidak mengharapkan
materi semata-mata. Selain itu, guru hendaknya menyesuaikan antara perkataan
dengan perbuatan (K.H. Hasyim Asyari dalam Adab
al-alim wa al-muta’allim). Generasi yang berkualitas memiliki karakteristik: pribadi yang
tangguh, berwawasan keunggulan di bidangnya, trampil, memiliki motif
berprestasi tinggi, dan moral yang kuat (Tilaar, 1999). Artinya bahwa
generasi yang dibangun adalah generasi yang tidak hanya mampu menguasai dan dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan tetapi juga trampil di dalam memecahkan
masalah-masalah yang muncul dari adanya perkembangan dan perubahan yang terjadi
dalam tata kehidupan masyarakat yang berdimensi lokal, nasional, regional dan
global. Pengembangan
generasi yang berkualitas tersebut
hanya dapat dicapai melalui peningkatan kualitas pendidikan. Menurut Randal R
Curren (1998) konsep dan landasan pendidikan saat ini terletak pada dua hal,
yaitu: critical thinking dan moral education. Di samping itu segi kognitif-intelektual
“social and emotional learning” perlu mendapat perhatian lebih serius.
Hedley Beare dan Richard Slaughter (1993) melihat perkembangan konsep
pendidikan abad 21 berkembang “beyond scientific materialsm and the
scientific method”, yaitu kepada “integration of the empirical, rational
and spiritual dimension”. Curren, Beare, dan Slaughter melihat segi intelektual
dan moral spiritual perlu mendapat perhatian utama dalam pendidikan. Oleh
karena itu dalam pengembangan pendidikan dewasa ini banyak dilandasi oleh
konsep-konsep pendidikan yang menekankan pengembangan segi rasional-intelektual
dan moral-spiritual.
Menghadapi
era globalisasi, pendidikan harus menjadi “the power in building character” karena
pendidikan memberi bekal kepada peserta didik untuk memilah mana yang baik dan
mana yang kurang atau tidak baik berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang
logis dan kritis. Pendidikan juga bisa menjadi penompang bagi perubahan
masyarakat. Tentunya pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan karakter dengan
mengembangkan energi pembelajaran secara optimal. Selain pendidikan karakter adalah budaya
juga yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu
salah satu alternatif yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak
mengurangi, masalah budaya dan karakter bangsa adalah pendidikan. Pendidikan
dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun
generasi bangsa
yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan
diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai
aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya
dan karakter bangsa. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan akan terlihat
dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak
yang kuat di masyarakat. Pendidikan budaya dan karakter bangsa berupaya
menjawab berbagai problema pendidikan dewasa ini. Pendidikan tersebut adalah
sebuah konsep pendidikan integratif yang tidak hanya bertumpu pada pengembangan
kompetisi kognitif peserta didik semata, tetapi juga pada penanaman nilai
etika, moral dan spritual. Untuk mewujudkan pendidikan budaya dan karakter
bangsa, salah satu cara yang efektif adalah dengan memasukkan norma atau
nilai-nilai dalam konteks kehidupan sehari-hari ke dalam proses pembelajaran, sehingga nilai dan
karakter yang dikembangkan pada diri peserta didik akan kokoh dan memiliki
dampak nyata dalam kehidupan bermasyarakat. Pengembangan budaya dan karakter harus
dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, metode pembelajaran
yang efektif, dan harus
dilakukan secara bersama oleh semua elemen
sekolah, melalui pembiasaan,
pengkondisian, dan keteladanan dan
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah. Bagaimana membangun sekolah yang berbudaya dan
berkarakter agar dapat menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada peserta didik
sehingga kelak menjadi generasi yang bermartabat?
Untuk dapat membangun hal tersebut maka pengembangan
budaya dan karakter harus direncanakan dengan baik dalam sebuah program sekolah
yang dimasukkan dalam kalender akademik sekolah. Memang harus diakui bahwa
pengembangan karakter generasi dimulai dari pengembangan karakter individu
peserta didik. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya
tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan
dalam lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan.
Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam
suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan
sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa. Menurut Koesoema (2011: 193)
pendidikan karakter di sekolah secara sederhana bisa didefinisikan sebagai,
“pemahaman, perawatan, dan pelaksanaan keutamaan (practice of virtue)”. Oleh
karena itu pendidikan di sekolah mengacu pada proses penanaman nilai, berupa
pemahaman-pemahaman, tatacara merawat dan menghidupi nilai-nilai itu, serta
bagaimana peserta didik memiliki kesempatan untuk dapat melatihkan nilai-nilai
tersebut secara nyata. Sehingga
mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik tersebut dalam
kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius,
nasionalis, produktif dan kreatif .
Pengembangan budaya dan karakter pada peserta didik
tidak dapat serta merta seperti halnya kita mentransfer ilmu pengetahuan, namun
melalui sebuah perencanaan yang baik, dan diwujudkan dalam program sekolah yang
sistematis sehingga akan menjadi sebuah pembiasaan dan bahkan budaya sebuah
sekolah. Salah satu program yang dapat dilakukan adalah pengembangan diri yaitu
program yang mengintegrasikan pengembangan budaya dan karakter ke
dalam kegiatan sehari-hari sekolah.
Kegiatan sehari-hari dapat diwujudkan ke dalam kegiatan rutin sekolah yaitu kegiatan
yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Diberikan keteladanan adalah salah satu yang sangat
esensial untuk mengembangkan budaya dan karakter di sekolah. Keteladanan ini
harus ada pada diri pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah tersebut. Agar
program pengembangan budaya dan karakter dapat terwujud dengan baik maka
dibutuhkaan support dan daya dukung yaitu pengkondisian baik berupa sarana-prasarana
maupun penyiapan mental psikis peserta didik dalam arti positif.Disamping hal
itu pengembangan budaya dan karakter dapat dilakukan melalui berbagai
kegiatan di kelas, sekolah, dan luar sekolah (masyarakat).
Kelas,
melalui proses pembelajaran maka kegiatan
pembelajaran haru dirancang untuk mengembangkan kemampuan peserta didik secara
holistic yaitu kognitif, emotional, dan spiritual.
Sekolah,
melalui berbagai kegiatan sekolah yang diikuti seluruh peserta didik, guru,
kepala sekolah, dan tenaga kependidikan,
direncanakan sejak awal tahun pelajaran, dimasukkan ke Kalender Akademik dan
yang dilakukan seharihari sebagai bagian dari budaya sekolah.
Luar
sekolah, melalui kegiatan ekstrakurikuler dan
kegiatan lain yang diikuti oleh seluruh atau sebagian peserta didik, dirancang
sekolah sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Jika hal ini dapat dilakukan oleh seluruh lembaga
sekolah dan elemen sekolah maka pada satu dekade yang akan datang generasi
bangsa ini akan menjadi generasi emas yang bermartabat. Bagaimana menurutmu
Kawan…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar