PENDIDIKAN DIPERTARUHKAN
SAAT UN!
UN merupakan
ujian yang harus dilalui oleh peserta didik dan merupakan kewajiban sebelum ke
jenjang pendidikan lebih tinggi.UN oleh pemerintah dianggap dapat menggambarkan
kualitas pendidikan di negeri ini, namun UN justru membuat malapetaka dunia
pendidikan.
Setiap tahun seluruh siswa kelas akhir mulai jenjang SD
sampai dengan SMA/SMK di seluruh pelosok negeri tercinta Indonesia akan
dihadapkan pada Ujian Akhir yang diistilahkan dengan Ujian Nasional. Ujian
Nasional sudah menjadi keharusan bagi siswa kelas akhir agar dapat melanjutkan
ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi apabila mereka lulus ujian tersebut,
namun menjadi sebaliknya bagaikan algojo
yang akan membunuh dirinya. Ujian Nasional dalam perspektif pandangan para
siswa adalah pertaruhan harga diri, apabila mereka lulus dengan nilai sangat
baik maka akan semakin meningkatkan harga dirinya sebagai seorang pelajar yang
cerdas, namun apabila mereka tidak lulus karena nilainya masih di bawah
rata-rata yang distandarkan oleh pemerintah justru akan menjatuhkan harga diri,
mereka akan merasa menjadi seorang pelajar yang tidak berguna di mata
masyarakat. Berawal dari pandangan tersebut bahwa mereka harus dapat menjaga
dan mempertahankan harga diri, maka berbagai macam cara dilakukan oleh para
pelajar agar harga dirinya terjaga melalui pembuktian lulus ujian nasional.
Fenomena ini nampak pada saat pelaksanaan ujian nasional,
yaitu mengenai kecurangan-kecurangan yang dilakukan para pelajar pada saat
mereka mengerjakan soal ujian nasional. Kecurangan yang mereka lakukan mulai
dari yang soft hingga yang hard. Misalnya adanya contekan massal, di ruang
kelas para peserta ujian saling bertukar jawaban, adanya pengawas ruang yang
sangat toleran dengan memberi kelonggaran untuk contekan ataupun bertukar
jawaban. Yang lebih gila lagi adanya pengawas ruang ujian yang justru memberi
jawaban kepada peserta ujian, dan lebih dari gila yaitu adanya pendidik yang
memanfaatkan moment ini dengan memberikan kunci jawaban yang validitasnya
mencapai 85-90% sebagaimana pernah diekspose
pada media massa dengan tertangkapnya pelajar dan pendidik. Kecurangan-kecurangan
di atas merupakan beberapa bagian dari sekian banyaknya kecurangan yang terjadi
di lapangan dan nampak di permukaan. Setiap tahun menjelang maupun pada saat
pelaksanaan ujian nasional kecurangan-kecurangan tersebut selalu terjadi dan
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun namun kecurangan-kecurangan tersebut hingga
saat ini belum mampu di atasi oleh pihak pemerintah.
Melihat kenyataan tersebut saat ini pemerintah hanya
sebatas melakukan tindakan pencegahan mengurangi kecurangan pada waktu
pelaksanaan ujian nasional. Pemecahan masalah yang dilakukan pemerintah hanya
bersifat linear tanpa mau melihat secara kompleks dan komprehensif. Seharusnya
pemerintah mengevaluasi fungsi ujian nasional dan mengembalikan ke fungsi pokok
ujian.
Perlu disadari bahwa fenomena yang terjadi pada saat
menjelang ujian nasional maupun pada saat pelaksanaan ujian nasional tersebut
menjadi bukti bahwa dunia pendidikan yang penuh dengan pembentukan karakter
yang baik, membentuk anak secara holistik, menggali dan mengembangkan potensi,
dan tempat mencari ilmu menjadi terpatahkan. Proses akademik dan pembentukan
kepribadian selama bertahun-tahun menjadi sia-sia. Semua guru merasakan bahwa
yang selama ini dilakukan dengan penuh tanggung jawab, motivasi yang tinggi
agar anak didiknya menjadi anak yang cerdas dan berakhlak baik menjadi tanpa
arti. Duni pendidikan sudah diliputi awan gelap, wajah dunia pendidikan sudah
suram.
Sebagaimana dalam UU SISDIKNAS Nomor 20 tahun 2003 Pasal
3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Proses pendidikan di Indonesia ini diharapkan akan
membentuk generasi bangsa yang unggul, kompetens, dan berkarakter terpuji.
Mahlck and Grisay (1991) menyatakan : “Pendidikan
dikatakan berkualitas apabila produk atau hasil dari pendidikan yang
diselenggarakan (ilmu pengetahan, keterampilan dan nilai-nilai yang dikuasai
siswa) sudah memenuhi standar yang ditetapkan dalam tujuan pendidikan dan hasil
tersebut sudah sesuai dengan kondisi masyarakat dan lingkungan serta kebutuhan”.
Dari pendapat di atas dengan jelas disebutkan bahwa
pendidikan adalah proses untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak yang
beriman dan berakhlak baik. Apabila hasil dari pendidikan yang diselenggarakan
sesuai dengan tujuan tersebut maka pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang
berkualitas.
Namun ada hal kontradiksi yang dilakukan oleh pemerintah
sebagaimana tersurat di dalam PP. No. 19 Tahun 2005 yang dengan jelas
disebutkan tentang standar penilaian, pasal 63 ayat 1 : penilaian pendidikan
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: penilaian hasil
belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
penilaian hasil belajar oleh pemerintah. Penilaian hasil belajar oleh pendidik
dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan
perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan
akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Penilaian yang dimaksud digunakan
untuk : menilai pencapaian kompetensi peserta didik; bahan penyusunan laporan
kemajuan hasil belajar; dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian hasil
belajar oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi
lulusan untuk semua mata pelajaran. Penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh
pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara
nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional. Hasil Ujian
nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk ; pemetaan mutu
program dan/atau satuan pendidikan; dasar seleksi masuk jenjang pendidikan
berikutnya; penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan
pendidikan; pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam
upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Di dalam PP.No.19 Tahun 2005 di atas dengan jelas
disebutkan tentang standar penilaian, namun di satu sisi yang berkaitan dengan
Ujian Nasional masih terdapat klausul bahwa hasil ujian nasional penentuan
kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan. Selama ini
klausul tersebut yang menjadikan semakin keruh dan suramnya pendidikan di
negeri ini, yang membuat jalan terjadinya kejahatan di dunia pendidikan.
Bagaimana
menyelesaikan persoalan tersebut sehingga kejahatan-kejahatan dalam pelaksanaan
ujian nasional tidak terjadi?
Beberapa
hal yang ingin saya ajukan untuk menegakkan kembali dunia pendidikan sebagai
dunia ilmiah, dunia pembentukan kepribadian yang terpuji dan dunia yang
menjunjung tinggi kejujuran, keadilan, dan semangat juang yang tinggi?
Pertama,
Pemerintah harus mengembalikan fungsi ujian nasional sebagai pemetaan mutu
program dan/atau satuan pendidikan; dasar seleksi masuk jenjang pendidikan
berikutnya; pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam
upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Kedua,
pemerintah harus mengembalikan kepercayaan pendidikan kepada penididik maupun
satuan pendidikan. Selama ini pemerintah merasa tidak yakin dan tidak percaya
dengan pendidik maupun satuan pendidikan, sehingga banyak hal yang merupakan
hak dan tupoksi pendidik dan satuan pendidikan diambil alih oleh pemerintah.
Contoh kecil, untuk jenjang SMP, SMA/SMK kelulusan peserta didik ditentukan
oleh pemerintah dengan mengeluarkan kriteria kelulusan melalui permendiknas
menjelang ujian nasional. Seharusnya pemerintah belajar dari penilaian
pendidikan di jenjang SD, dimana sekolah berhak menentukan sendiri kriteria
kelulusan, sehingga pada saat pelaksanaan ujian akhir di SD pelaksanaannya
relatif jujur dan tidak terjadi kecurangan-kecurangan seperti yang terjadi di
jenjang SMP, SMA/SMK.
Ketiga,
pemerintah harus lebih memfokuskan diri pada upaya peningkatan kualitas
pendidikan baik itu menyangkut SDM maupun lainnya. Yang terjadi selama ini
pemerintah justru disibukan dengan hal-hal kecil, seperti penilaian pendidikan,
kurikulum yang harus berganti setiap ganti orde pemerintahan, istilah-istilah
dalam pendidikan entah mengenai istilah jenjang, ujian, kurikulum ataupun
lainnya.
Dengan
demikian maka pemerintah harus instropeksi diri bahwa pendidikan adalah milik
masyarakat, pemerintah hanya berkewajiban memberikan dukungan untuk peningkatan
kualitas pendidikan sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang kompeten. Maukah
pemerintah mempercayakan pendidikan kepada pendidik maupun satuan pendidikan,
apakah pemerintah rela pendidikan lepas dari kendali politik? Semoga.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar