
GURU,
PEMBANGUN GENERASI
Heri Murtomo (Pelaku
Pendidikan di Surabaya)
“Begitu
mulia tugas seorang guru, harusnya kita berterima kasih kepada guru karena
gurulah yang mendidik kita, mengajarkan tata krama, etika, kesopanan,
membimbing kita menjadi manusia yang bermental tangguh dan berakhlak mulia,
mengajarkan kita baca – tulis, mengajarkan kita banyak hal. Tapi sudahkah kita
seperti itu? Kita kembalikan pada diri kita masing-masing karena kenyataan hingga
saat ini justru sebaliknya”.
Semua memahami bahwa masa depan bangsa
tergantung pada generasinya saat ini. Generasi memegang peranan penting dalam
pembangunan bangsa di masa yang akan datang. Jika generasi saat ini memiliki
karakter yang tidak baik maka masa depan
bangsa akan berakhir, namun jika terjadi sebaliknya maka masa depan
bangsa akan jaya, akan menjadi negara yang kuat, maju, dan berpengaruh di
kancah internasional. Untuk menghasilkan generasi yang memiliki kualitas
karakter yang baik sangat erat hubungannya dengan kualitas pendidikan, memang
masih banyak faktor lain yang mempengaruhi namun pendidikan dianggap pintu
paling mudah untuk membangun karakter generasi. Sehingga terbangun pendapat
bahwa kualitas generasi sebuah bangsa ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Negara
makmur belum tentu mampu menyelenggarakan pendidikan berkualitas, tetapi
pendidikan berkualitas menjamin negara makmur. Soedarsono (2009:46) mengatakan:
“Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character
building). Karena character building inilah yang akan membuat
Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya serta bermartabat. Kalau character
building tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli”.
Dari pendapat ini sudah sangat jelas
bahwa pendidikan karakter merupakan persoalan inti dari proses pendidikan. Jika
bangsa ini ingin menjadi bangsa yang besar, berpengaruh, dan maju maka kualitas
pendidikannya harus didahulukan, dan kualitas pendidikan terletak pada kualitas
pendidikan karakternya.
Pada umumnya sebagian besar masyarakat
berpandangan bahwa proses pendidikan adalah bergantung pendidiknya atau
gurunya. Berhasil tidaknya sebuah proses pendidikan untuk membangun generasi
yang berkarakter terletak pada gurunya. Jika proses pendidikan tidak mampu
membangun generasi yang berkarakter maka pendidiknya adalah orang yang paling
betanggung jawab. Dari sinilah akhirnya muncul pendapat masyarakat bahwa
gurulah yang harus membangun generasi berkarakter. Guru sebagai pembangun
generasi bangsa begitulah mungkin kata yang tepat untuk itu.
Mengingat kepercayaan dan pandangan
masyarakat begitu besar kepada guru, dimana dibebankannya tanggung jawab untuk
membangun generasi bangsa yaitu generasi yang akan menjadi harapan nengeri ini,
maka sungguh mulia menjadi seorang guru walaupun harus menanggung beban begitu
besar.
Apakah mulianya seorang guru
betul-betul dapat dirasakan oleh guru saat ini, baik itu secara psikis maupun
materiil? padahal beban besar dari masyarakat dan orang tua ada di pundaknya.
Tugas seorang guru sangatlah berat bukan
hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan, tapi harus dapat memberikan
keteladanan untuk membangun karakter anak didiknya, juga sebagai orang tua dari
anak didiknya di sekolah dan seorang guru harus memahami karakteristik setiap
anak didiknya. Bahkan seorang guru lebih tahu banyak hal tentang anak didiknya
daripada orang tua si anak, kedekatan seorang guru kepada anak didiknya
melebihi kedekatan anak kepada orang tuanya, ucapan guru lebih diturut anak
daripada ucapan orang tuanya. Dari hal itu sudah sangat jelas bahwa menjadi
seorang guru bukanlah pekerjaan biasa namun sebuah profesi yang harus dijalani
dengan hati.
Di
dalam Islam mendidik bukanlah sekedar mentransfer ilmu pengetahuan dan
informasi, tetapi lebih dari itu, mendidik adalah proses transformasi nilai dan
kearifan kepada setiap peserta didik. Transfer nilai membutuhkan keterlibatan
seluruh aspek yang ada pada diri peserta didik, disamping melibatkan pengalaman
seluurh anggota komunitas, mulia dari sekolah, keluarga, dan lingkungan
masyarakat (Muhammad Syafii Antonio dalam Ensiklopedi Leadership dan Manajemen
Muhammad, 2011).
Dari
sinilah kita dapat memahami bahwa setiap perilaku guru baik di sekolah maupun
di luar sekolah menjadi panutan anak didik dan masyarakat. Pada waktu guru
menyampaikan ilmu kepada anak didiknya guru harus tampil energik, semangat,
ceria, dan guru tidak boleh nampak malas, kuang bersemangat atau sedih, tidak
boleh merasa capek karena jika hal itu terjadi maka anak didiknya akan ikut
larut dalam suasana hati guru yang sedang duka. Dalam proses transfer ilmu maka
hal tersebut sangatlah tidak bagus karena akan berpengaruh terhadap ilmu yang
diterima oleh anak didiknya. Begitu juga saat bertutur kata seorang guru tidak
boleh mengeluarkan kata-kata kasar, jorok, kurang sopan, namun guru harus
betutur kata yang sopan dan memahami anak didiknya. Dalam berperilakupun begitu
seorang guru memiliki etika tertentu dimana seorang guru tidak dapat
sembarangan berperilaku dan berpenampilan. Seorang guru harus dapat memberikan
keteladanan perilaku yang baik, berpakaian yang sopan baik itu di sekolah
maupun di luar sekolah. Pada dasarnya menjadi seorang guru bagaikan figur
publik karena menjadi panutan anak didik dan masyarakat.
Di satu
sisi lainnya menjadi seorang guru bukanlah profesi pilihan bagi sebagian besar
anak negeri ini, karena secara materi hingga saat ini kehidupan sosial ekonomi
guru masih banyak yang di bawah garis kelayakan kalau boleh dikatakan seperti
itu. Masih banyak ditemukan guru yang secara materi gaji yang diterima tiap
bulannya belum mampu menutupi biaya hidup pokoknya. Sehingga selepas pulang
sekolah banyak ditemukan guru yang harus mencari penghasilan tambahan dan hal
ini dilakukannya hingga larut malam. Besok pagi saat sang guru belajar bersama
anak didiknya harus tetap terlihat semangat, ceria dan tanpa beban apapun termasuk
beban hidup ekonominya. Inilah profesi seorang guru yaitu profesi karena
panggilan hati, bagaimanakah negeri ini jadinya jika kelak generasinya tidak
terpanggil untuk menjadi guru?
Inilah
gambaran sekelumit sosok seorang guru, mereka harus menjalankan amanahnya
sepenuh hati, mereka memberikan ilmu kepada generasi bangsa ini tanpa pamrih, bahkan
merekapun merasa bahwa anak didiknya adalah anak-anak mereka sendiri. Memang
tidak dapat dipungkiri masih ada guru yang berperilaku melanggar norma agama
dan norma negara, tidak mengindahkan etika seorang guru. Jika ditemukan guru
yang seperti itu yakinlah bahwa mereka bekerja bukan dengan hati namun karena
terpaksa dan demi penghasilan semata, guru dengan tipikal ini sangatlah sedikit
dari sekian juta guru yang berpofesi dengan hati.
Begitu
mulia tugas seorang guru, harusnya kita berterima kasih kepada guru karena
gurulah yang mendidik kita, mengajarkan tata krama, etika, kesopanan,
membimbing kita menjadi manusia yang bermental tangguh dan berakhlak mulia, mengajarkan
kita baca – tulis, mengajarkan kita banyak hal. Tapi sudahkah kita seperti itu?
Kita kembalikan pada diri kita masing-masing karena kenyataan hingga saat ini
justru sebaliknya.
Di
media massa atau berita lainnya dewasa ini banyak kita temukan orang tua yang
menuntut guru anaknya ke pengadilan karena dianggap telah berbuat kasar kepada
anaknya, padahal orang tua itu dulu adalah murid dari guru yang dituntut
tersebut. Banyak orang tua yang mengajukan tuntutan hukum kepada guru karena
merasa guru telah berbuat kasar kepada anaknya, tetapi tidak banyak oang tua
yang dituntut oleh guru bahwa banyak anak mereka yang telah berbuat kasar
kepada gurunya. Para orang tua sekarang merasa bahwa mereka sudah memiliki
materi sehingga bisa berbuat sesuai kehendak hati dan menganggap guru adalah
orang yang lemah secara materi. Banyak orang tua yang lupa bahwa guru
tersebutlah yang membentuk karakter anaknya, mengajari disiplin, sopan-santun,
bahkan ingin menjadikan anak didiknya menjadi anak yang sukses dan
sholih-sholihah. Tidak ada seorang guru yang mengingkan anak didiknya menjadi
penjahat, membiarkan anak didiknya berperilaku tidak baik karena guru adalah
panggilan hati.
Melihat
fenomena seperti ini, masihkah kita memandang sebelah mata kepada guru?
Mampukah diri kita menjadi guru? Mampukah diri kita mendidik anak seperti guru?
Jika kita merasa tidak mampu maka hanya satu yang dapat kita lakukan yaitu menghormati
dan menghargai seorang guru, namun jika kita sudah melakukannya seperti yang
dilakukan guru saya yakin kita akan semakin bisa menghormati dan menghargai
seorang guru. Bagaimanakah pandangan saudara?
Guru....selamat berjuang untuk generasi negeri ini..............dipundakmulah
kemajuan bangsa ini....sungguh mulia jasamu.....SELAMAT HARI GURU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar