Bangsa indonesia adalah bangsa yang
memiliki potensi yang sangat besar baik sumber daya alam maupun sumber daya
manusia. Namun hingga saat ini bangsa Indonesia masih merupakan kategori negara
dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Generasi bangsa pada dewasa ini masih
belum menunjukkan generasi yang mampu bersaing dengan negara-negara maju.
Bahkan kita sering melihat di media massa maupun media elektronik bahwa
generasi bangsa kita justru mengalami kemunduran baik spiritual, emotional,
maupun inteleqtual. Hal ini terbukti dengan perilaku generasi bangsa yang
menyimpang dari norma agama maupun norma negara, tawuran antar pelajar,
perkelahian antar warga, konflik antar agama, traficking anak di bawah umur, sungguh
memprihatinkan. Kejadian-kejadian tersebut disebabkan generasi bangsa dengan mudah
diprovokasi oleh pihak lain. Mudahnya memprovokasi generasi bangsa karena
spiritual, emotional, dan inteleqtual yang pas-pasan. Jika hal ini dibiarkan
terus berlarut-larut maka menjadi hal yang bukan mustahil bahwa kelak bangsa
Indonesia akan menjadi bangsa di bawah kendali bangsa lain. Apakah kita
terlambat membenahi generasi bangsa ? tidak, keterlambatan masih dapat dikejar
selama semuanya ditangani dengan serius. Apakah yang harus dibenahi terlebih
dahulu untuk menjadikan generasi bangsa yang cerdas? Generasi bangsa di masa
mendatang, masa sekarang, ataupun masa lalu merupakan hasil dari proses
pendidikan, maka ujung tombak pembentukan generasi bangsa adalah pendidikan.
Jadi hal utama dan pertama yang harus dibenahi adalah pendidikannya. Pendidikan
yang bagaimanakah yang dapat menghasilkan generasi bangsa yang cerdas?. Marilah
kita amati dan kita pahami bersama pendidikan di Indonesia saat ini. Banyak
kita temui berita-berita di media massa maupun media elektronik tentang
kejadian-kejadian yang melanggar norma agama maupun norma negara yang dilakukan
oleh para peserta didik. Jika kita jujur sebenarnya perilaku para peserta didik
tersebut akibat dari kopensasi ketidakmampuan peserta didik di dunia
pendidikan, ketidakmampuan peserta didik untuk mengikuti dan beradaptasi dengan
ilmu pengetahuan. Apakah ketidakmampuan peserta didik untuk beradaptasi dengan
dunia pendidikan yang notabene merupakan dunia ilmu pengetahuan adalah memang
dikarenakan ketidakmampuannya sebagai seorang manusia ataukah karena dunia
pendidikan kita yang tidak dapat menempatkan peserta didik sebagai manusia.
Yang jelas menurut ilmu makhluk hidup bahwa manusia memiliki kemampuan untuk
beradaptasi dimanapun dan memiliki kemampuan untuk mempelajari ilmu pengetahuan
karena Allah telah menempatkan manusia sebagai hamba-Nya yang sempurna yaitu
memiliki akal, berarti dunia pendidikan kita tidak dapat menempatkan manusia
sebagai manusia. Inilah yang harus dibenahi ! Yaitu pendidikan harus
menempatkan manusia sebagai manusia, istilahnya pendidikan memanusiakan
manusia. Dari mana kita memulai, pendidikan harus memanusiakan manusia. Kita
amati bersama bagaimana seorang peserta didik belajar di sekolah. Seorang peserta
didik berangkat ke sekolah pada waktu pagi hari ± pukul 07.00 WIB, dengan
membawa satu tas buku pelajaran yang kurang lebih pada hari itu akan belajar 5
mata pelajaran yang dipelajari di sekolah sampai dengan ±pukul 14.00 WIB. Dalam
benak kita akan bertanya : Mampukah dalam sehari menyerap semua informasi
pelajaran yang diberikan ?, bagaimana tidak menyerap informasi karena masih
banyak kita temui di sekolah-sekolah bahwa pelajaran diberikan dengan cara
menyampaikan informasi. Jika pulang sekolah maka kita akan melihat seorang anak
yang berangkat dengan wajah segar dan ceria, pulang dengan wajah layu dan lelah
seperti menanggung beban tugas rumah yang amat berat dan banyak.
Sungguh......!anak-anak kita bagaikan robot yang harus mengikuti pemiliknya,
mereka harus menghafal semua informasi pelajaran yang diberikan di sekolah dan
harus hafal kalo ingin mendapatkan nilai sempurna menurut ukuran dunia
pendidikan kita saat ini. Ini bukanlah kesalahan dari guru semata karena
sebagai seorang guru yang harus melaksankan tugas negara yaitu mencapai tujuan
pendidikan yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Pendidikan sudah diatur dan
diarahkan oleh negara, semua pendidikan harus mengikuti garis-garis yang
ditetapkan negara. Tidak menjadi masalah bahwa pendidikan harus ditetapkan
negara karena itu merupakan salah satu kewajiban negara, tetapi yang menjadi
persoalan adalah pendidikan yang telah ditetapkan negara tidak sesuai dengan tujuan
yang hendak dicapai seperti yang tertuang di dalam Undang-Undang.Inilah
persoalan sebenarnya, yang harus segera dibenahi untuk menjadikan pendidikan
yang memanusiakan manusia. Pendidikan yang bagaimanakah yang memanusiakan
manusia? Pendidikan adalah proses untuk mengembangkan kemampuan dan potensi
diri serta membentuk watak dan peradaban manusia agar menjadi manusia yang
bermartabat. Pendidikan yang mengembangkan seluruh potensi diri secara holistik
yang menyentuh segala aspek diri peserta didik yaitu ranah kognitif, afektif,
dan psikomotor. Hingga dewasa ini di dalam dunia penididikan masih terlalu
dominan pada ranah kognitif yang dikembangkan, barangkali hal ini masih
dipengaruhinya oleh teori psikologi bahwa unsur IQ yang akan menentukan
keberhasilan seseorang. Padahal di abad 20-an hal tersebut sudah dibantah oleh
teori psikologi lainnya bahwa kesuksesan seseorang bukan semata-mata karena IQ
yang tinggi, namun lebih pada SQ dan EQ yang tinggi. Inilah yang belum
dikembangkan oleh dunia pendidikan, bahwa SQ dan EQ peserta didik yang akan menentukan
generasi mendatang. Mengembangkan SQ dan EQ peserta didik memang bukanlah hal yang
sangat mudah karena banyak faktor yang harus dibenahi, mulai dari sandar isi,
kurikulum, proses, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana-prasarana, serta
yang tak kalah penting adalah pembiayaan pada pendidikan.
Dari faktor-faktor tersebut pada tulisan
ini akan difokuskan pada pembahasan mengenai kurikulum pendidikan kita. Kurikulum
yang dianut pendidikan kita saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Di dalam Peraturan Pememrintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, disebutkan tentang kurikulum pendidikan :
Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kerangka dasar
kurikulum adalah rambu-rambu yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini
untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan
dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan.
Kurikulum
untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah terdiri atas :
|
Kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia;
|
Kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
|
Kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
|
Kelompok mata
pelajaran estetika;
|
Kelompok mata
pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
|
Jika pada semua
jenjang pendidikan dari SD sampai SMA mengacu pada kerangka dasar kurikulum
yang telah ditetapkan, maka saat ini kita tidak akan lagi menemui para peserta
didik berangkat ke sekolah dengan wajah cerah dan ceria karena akan bertemu
dengan teman-teman walaupun beban tas yang begitu berat dan pulang dengan wajah
yang layu dan lesu seperti menanggung beban dan tugas rumah yang amat berat.
Saat ini mulai dari jenjang SD sampai SMA kurang lebih terdapat 11-12 mata
pelajaran, belum dengan mata pelajaran untuk muatan lokal dan pengembangan
diri. Belum lagi jika kita lihat kompetensi yang ditetapkan pada setiap mata
pelajaran yang begitu banyak dan meluas, sehingga kita akan mendapatkan bahwa
setiap hari peserta didik akan mendapatkan informasi untuk dihafal. Hal ini
jika dibiarkan berlarut-larut maka akan membentuk generasi bangsa yang pandai
menghafal namun tidak pandai mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari untuk
menyelesaikan masalah. Salah satu alternatif agar pendidikan kita dapat
mengoptimalkan potensi peserta didik sehingga peserta didik dapat
mengaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan cara mengurangi
mata pelajaran dan mempersempit kompetensi namun lebih dalam pada setiap mata
pelajaran.
Banyak hal yang
akan di dapat oleh peserta didik dan guru apabila mata pelajaran dan kompetensi
yang berkurang namun lebih dalam, yaitu :
· Guru akan lebih punya
waktu banyak untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan
eksplorasi materi.
· Peserta didik akan
lebih memahami materi yang telah dipelajari dan akan dapat mengaplikasikan ke
dalam kehidupan sehari-hari.
· Beban peserta didik
untuk mata pelajaran tidak terlalu berat
· Peserta didik tidak
terbebani untuk menghafal materi (secara teoritis memang tidak menghafal materi,
namun kenyataannya masih dapat kita saksikan ujian tulis yang berlangsung saat
ini yang sifatnya menguji hafalan materi)
· Peserta didik merasa
tidak terbebani dengan materi pelajaran di sekolah
· Peserta didik akan
memiliki rasa menyenangi materi pelajaran, karena mereka dapat menggali dan
memperoleh informasi dari hasil kerja mereka.
· Cara berfikir peserta
didik lambat laun akan terbentuk dan dapat mengkonstruksi informasi yang
digalinya.
· Guru benar-benar akan
berperan sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran.
· Guru benar-benar akan
memfungsikan tugasnya sebagai yang memberikan cara belajar kepada peserta
didik.
· Sekolah akan punya
banyak waktu untuk membentuk keimanan dan karakter peserta didik.
Jika
semua ini dapat dilakukan di dunia pendidikan maka pendidikan sebagaimana yang
dicanangkan akan terwujud, dan dari ahsil pendidikan akan terbentuklah
generasi-generasi bangsa yang beriman, cerdas, kreatif, inovatif, dan
demokratis yang bertanggungjawab. Generasi bangsa akan menjadi generasi yang
dapat mengembangkan potensi bangsanya, generasi yang berkarya, generasi yang
dapat merawat dan memanfaatkan sumber daya alam dengan sebaik-baiknya. Negara
kita akan menjadi negara dengan tingkat kemakmuran rakyatnya sangat tinggi.
Generasi bangsa menjadi generasi yang cerdas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar