Kamis, 18 Oktober 2012

Pendidikan Masa Depan


Bangsa indonesia adalah bangsa yang memiliki potensi yang sangat besar baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Namun hingga saat ini bangsa Indonesia masih merupakan kategori negara dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Generasi bangsa pada dewasa ini masih belum menunjukkan generasi yang mampu bersaing dengan negara-negara maju. Bahkan kita sering melihat di media massa maupun media elektronik bahwa generasi bangsa kita justru mengalami kemunduran baik spiritual, emotional, maupun inteleqtual. Hal ini terbukti dengan perilaku generasi bangsa yang menyimpang dari norma agama maupun norma negara, tawuran antar pelajar, perkelahian antar warga, konflik antar agama, traficking anak di bawah umur, sungguh memprihatinkan. Kejadian-kejadian tersebut disebabkan generasi bangsa dengan mudah diprovokasi oleh pihak lain. Mudahnya memprovokasi generasi bangsa karena spiritual, emotional, dan inteleqtual yang pas-pasan. Jika hal ini dibiarkan terus berlarut-larut maka menjadi hal yang bukan mustahil bahwa kelak bangsa Indonesia akan menjadi bangsa di bawah kendali bangsa lain. Apakah kita terlambat membenahi generasi bangsa ? tidak, keterlambatan masih dapat dikejar selama semuanya ditangani dengan serius. Apakah yang harus dibenahi terlebih dahulu untuk menjadikan generasi bangsa yang cerdas? Generasi bangsa di masa mendatang, masa sekarang, ataupun masa lalu merupakan hasil dari proses pendidikan, maka ujung tombak pembentukan generasi bangsa adalah pendidikan. Jadi hal utama dan pertama yang harus dibenahi adalah pendidikannya. Pendidikan yang bagaimanakah yang dapat menghasilkan generasi bangsa yang cerdas?. Marilah kita amati dan kita pahami bersama pendidikan di Indonesia saat ini. Banyak kita temui berita-berita di media massa maupun media elektronik tentang kejadian-kejadian yang melanggar norma agama maupun norma negara yang dilakukan oleh para peserta didik. Jika kita jujur sebenarnya perilaku para peserta didik tersebut akibat dari kopensasi ketidakmampuan peserta didik di dunia pendidikan, ketidakmampuan peserta didik untuk mengikuti dan beradaptasi dengan ilmu pengetahuan. Apakah ketidakmampuan peserta didik untuk beradaptasi dengan dunia pendidikan yang notabene merupakan dunia ilmu pengetahuan adalah memang dikarenakan ketidakmampuannya sebagai seorang manusia ataukah karena dunia pendidikan kita yang tidak dapat menempatkan peserta didik sebagai manusia. Yang jelas menurut ilmu makhluk hidup bahwa manusia memiliki kemampuan untuk beradaptasi dimanapun dan memiliki kemampuan untuk mempelajari ilmu pengetahuan karena Allah telah menempatkan manusia sebagai hamba-Nya yang sempurna yaitu memiliki akal, berarti dunia pendidikan kita tidak dapat menempatkan manusia sebagai manusia. Inilah yang harus dibenahi ! Yaitu pendidikan harus menempatkan manusia sebagai manusia, istilahnya pendidikan memanusiakan manusia. Dari mana kita memulai, pendidikan harus memanusiakan manusia. Kita amati bersama bagaimana seorang peserta didik belajar di sekolah. Seorang peserta didik berangkat ke sekolah pada waktu pagi hari ± pukul 07.00 WIB, dengan membawa satu tas buku pelajaran yang kurang lebih pada hari itu akan belajar 5 mata pelajaran yang dipelajari di sekolah sampai dengan ±pukul 14.00 WIB. Dalam benak kita akan bertanya : Mampukah dalam sehari menyerap semua informasi pelajaran yang diberikan ?, bagaimana tidak menyerap informasi karena masih banyak kita temui di sekolah-sekolah bahwa pelajaran diberikan dengan cara menyampaikan informasi. Jika pulang sekolah maka kita akan melihat seorang anak yang berangkat dengan wajah segar dan ceria, pulang dengan wajah layu dan lelah seperti menanggung beban tugas rumah yang amat berat dan banyak. Sungguh......!anak-anak kita bagaikan robot yang harus mengikuti pemiliknya, mereka harus menghafal semua informasi pelajaran yang diberikan di sekolah dan harus hafal kalo ingin mendapatkan nilai sempurna menurut ukuran dunia pendidikan kita saat ini. Ini bukanlah kesalahan dari guru semata karena sebagai seorang guru yang harus melaksankan tugas negara yaitu mencapai tujuan pendidikan yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Pendidikan sudah diatur dan diarahkan oleh negara, semua pendidikan harus mengikuti garis-garis yang ditetapkan negara. Tidak menjadi masalah bahwa pendidikan harus ditetapkan negara karena itu merupakan salah satu kewajiban negara, tetapi yang menjadi persoalan adalah pendidikan yang telah ditetapkan negara tidak sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai seperti yang tertuang di dalam Undang-Undang.Inilah persoalan sebenarnya, yang harus segera dibenahi untuk menjadikan pendidikan yang memanusiakan manusia. Pendidikan yang bagaimanakah yang memanusiakan manusia? Pendidikan adalah proses untuk mengembangkan kemampuan dan potensi diri serta membentuk watak dan peradaban manusia agar menjadi manusia yang bermartabat. Pendidikan yang mengembangkan seluruh potensi diri secara holistik yang menyentuh segala aspek diri peserta didik yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Hingga dewasa ini di dalam dunia penididikan masih terlalu dominan pada ranah kognitif yang dikembangkan, barangkali hal ini masih dipengaruhinya oleh teori psikologi bahwa unsur IQ yang akan menentukan keberhasilan seseorang. Padahal di abad 20-an hal tersebut sudah dibantah oleh teori psikologi lainnya bahwa kesuksesan seseorang bukan semata-mata karena IQ yang tinggi, namun lebih pada SQ dan EQ yang tinggi. Inilah yang belum dikembangkan oleh dunia pendidikan, bahwa SQ dan EQ peserta didik yang akan menentukan generasi mendatang. Mengembangkan SQ dan EQ peserta didik memang bukanlah hal yang sangat mudah karena banyak faktor yang harus dibenahi, mulai dari sandar isi, kurikulum, proses, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana-prasarana, serta yang tak kalah penting adalah pembiayaan pada pendidikan.
Dari faktor-faktor tersebut pada tulisan ini akan difokuskan pada pembahasan mengenai kurikulum pendidikan kita. Kurikulum yang dianut pendidikan kita saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Di dalam Peraturan Pememrintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, disebutkan tentang kurikulum pendidikan :
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan.
Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas :
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
Kelompok mata pelajaran estetika;
Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Jika pada semua jenjang pendidikan dari SD sampai SMA mengacu pada kerangka dasar kurikulum yang telah ditetapkan, maka saat ini kita tidak akan lagi menemui para peserta didik berangkat ke sekolah dengan wajah cerah dan ceria karena akan bertemu dengan teman-teman walaupun beban tas yang begitu berat dan pulang dengan wajah yang layu dan lesu seperti menanggung beban dan tugas rumah yang amat berat. Saat ini mulai dari jenjang SD sampai SMA kurang lebih terdapat 11-12 mata pelajaran, belum dengan mata pelajaran untuk muatan lokal dan pengembangan diri. Belum lagi jika kita lihat kompetensi yang ditetapkan pada setiap mata pelajaran yang begitu banyak dan meluas, sehingga kita akan mendapatkan bahwa setiap hari peserta didik akan mendapatkan informasi untuk dihafal. Hal ini jika dibiarkan berlarut-larut maka akan membentuk generasi bangsa yang pandai menghafal namun tidak pandai mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari untuk menyelesaikan masalah. Salah satu alternatif agar pendidikan kita dapat mengoptimalkan potensi peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan cara mengurangi mata pelajaran dan mempersempit kompetensi namun lebih dalam pada setiap mata pelajaran.
Banyak hal yang akan di dapat oleh peserta didik dan guru apabila mata pelajaran dan kompetensi yang berkurang namun lebih dalam, yaitu :
·  Guru akan lebih punya waktu banyak untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan eksplorasi materi.
·      Peserta didik akan lebih memahami materi yang telah dipelajari dan akan dapat mengaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.
·      Beban peserta didik untuk mata pelajaran tidak terlalu berat
·  Peserta didik tidak terbebani untuk menghafal materi (secara teoritis memang tidak menghafal materi, namun kenyataannya masih dapat kita saksikan ujian tulis yang berlangsung saat ini yang sifatnya menguji hafalan materi)
·      Peserta didik merasa tidak terbebani dengan materi pelajaran di sekolah
·  Peserta didik akan memiliki rasa menyenangi materi pelajaran, karena mereka dapat menggali dan memperoleh informasi dari hasil kerja mereka.
·      Cara berfikir peserta didik lambat laun akan terbentuk dan dapat mengkonstruksi informasi yang digalinya.
·      Guru benar-benar akan berperan sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran.
·    Guru benar-benar akan memfungsikan tugasnya sebagai yang memberikan cara belajar kepada peserta didik.
·      Sekolah akan punya banyak waktu untuk membentuk keimanan dan karakter peserta didik.
Jika semua ini dapat dilakukan di dunia pendidikan maka pendidikan sebagaimana yang dicanangkan akan terwujud, dan dari ahsil pendidikan akan terbentuklah generasi-generasi bangsa yang beriman, cerdas, kreatif, inovatif, dan demokratis yang bertanggungjawab. Generasi bangsa akan menjadi generasi yang dapat mengembangkan potensi bangsanya, generasi yang berkarya, generasi yang dapat merawat dan memanfaatkan sumber daya alam dengan sebaik-baiknya. Negara kita akan menjadi negara dengan tingkat kemakmuran rakyatnya sangat tinggi. Generasi bangsa menjadi generasi yang cerdas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar