BLENDED LEARNING ERA DISRUPSI
(Memperingati Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2020)
Heri Murtomo (Pendidik di Surabaya)
Saat ini sudah masuk pada era industri 4.0, dimana
perkembangan teknologi begitu cepat, semua katitifitas kehidupan dipengaruhi
pada teknologi termasuk dunia pendidikan. Yang tidak asing adalah model
pembelajaran di era 4.0 yaitu adanya pergeseran model pembelajaran yaitu blended learning. Hal ini sesuai dengan
tuntutan abad 21 bahwa generasi yang akan datang harus dipersiapkan bekal
keterampilan menghadapi era tersebut. Tentunya hal tersebut tidak dapat lepas
dari proses pembelajaran.
Untuk mencapai keterampilan abad 21, trend
pembelajaran dan best practices juga harus disesuaikan, salah satunya
adalah melalui pembelajaran terpadu atau secara blended learning. Blended
learning adalah cara mengintegrasikan penggunaan teknologi dalam pembelajaran
yang memungkinkan pembelajaran yang sesuai bagi masing-masing siswa dalam
kelas. "Blended learning memungkinkan terjadinya refleksi terhadap pembelajaran.
Blended learning merupakan salah solusi pembelajaran di era revolusi
4.0. Menurut para ahli, Blended learning merupakan kombinasi antara
pembelajaran berbasis online dengan pembelajaran melalui tatap muka di kelas. Merupakan
perpaduan antara pembelajaran fisik di kelas dengan lingkungan virtual. Definisi-definisi
menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis blended learning merupakan
gabungan dari literasi lama dan literasi baru (literasi manusia, literasi
teknologi dan data). Dunwill (2016) mengatakan bahwa akan banyak perubahan di
masa depan, dan memperkirakan bagaimana kecederungan kelas (classroom)
akan terlihat dalam 5-7 tahun ke depan, yakni (a) perubahan besar dalam tata ruang
kelas, (b) virtual dan augmented reality akan mengubah lanskap
pendidikan, (c) Tugas yang fleksibel yang mengakomodasi banyak gaya
(preferensi) belajar, dan (d) MOOC dan opsi pembelajaran online lainnya akan berdampak
pada pendidikan menengah.
Adanya pergeseran model pembelajaran
tersebut sesuai dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat. Perkembangan
teknologi sekarang ini telah menjadi sarana aktifitas dalam kehidupan, telah
merubah pola perilaku manusia. Sehingga era industri 4.0 disebut juga dengan
istilah era digital dan era disrupsi.
Istilah disrupsi terkait erat dengan era revolusi
industri yang juga dikenal dengan istilah revolusi digital dan era disrupsi.
Saaat ini kita memasuki era industri 4.0 yang bermula
dari sebuah proyek yang diprakarsai oleh pemerintah Jerman untuk mempromosikan
komputerisasi manufaktur (Yahya, dalam Eko Risdianto : 2019). Istilah disrupsi
dalam Bahasa Indonesia memiliki arti tercabut dari akarnya, sedangkan menurut
Kasali (2018) menyatakan bahwa disrupsi adalah inovasi. Sehingga istilah
disrupsi memiliki arti adalah perubahan untuk melkaukan inovasi secara mendasar
dan fundamental.
Eko Risdianto (2019) menyatakan bahwa
seperti dijelaskan dalam RISTEKDIKTI tahun 2018 ciri-ciri era disrupsi dapat
dijelaskan melalui (VUCA) yaitu perubahan yang masif, cepat, dengan pola yang
sulit ditebak (Volatility), perubahan yang cepat menyebabkan ketidakpastian
(Uncertainty), terjadinya kompleksitas
hubungan antar faktor penyebab perubahan (Complexity),
kekurangjelasan arah perubahan yang menyebabkan ambiguitas (Ambiguity). Pada Era ini teknologi
informasi telah menjadi basis atau dasar dalam kehidupan manusia termasuk dalam
bidang bidang pendidikan di Indonesia,
bahkan di dunia saat ini tengah masuk ke era revolusi sosial industri
5.0.
Dalam dunia pendidikan era industri 4.0
telah berpengaruh terhadap sistem pendidikan. Terjadi perubahan perkembangan
teknologi telah merubah pola dan perilaku manusia dalam berkehidupan maupun
berinteraksi sehingga hal ini memiliki andil untuk ikut berubahnya sistem
pendidikan. Pada era industri 4.0 telah terjadi perkembanagn komputasi dan data
tanpa batas hal ini karena perkembangan internet dan teknologi digital yang
masif sehingga era ini telah mendisrupsi berbagai aktifitas manusia.
Hermann (Yahya, 2018) menambahkan, ada empat desain prinsip industri 4.0. Pertama, interkoneksi (sambungan)
yaitu kemampuan mesin, perangkat,
sensor, dan orang untuk terhubung dan berkomunikasi satu sama lain melalui Internet
of Things (IoT) atau Internet of People (IoP). Prinsip ini
membutuhkan kolaborasi, keamanan, dan standar. Kedua, transparansi informasi merupakan kemampuan sistem
informasi untuk menciptakan salinan virtual dunia fisik dengan memperkaya model
digital dengan data sensor termasuk analisis data dan penyediaan informasi. Ketiga, bantuan teknis yang meliputi; (a) kemampuan sistem
bantuan untuk mendukung manusia dengan menggabungkan dan mengevaluasi informasi
secara sadar untuk membuat keputusan yang tepat dan memecahkan masalah mendesak
dalam waktu singkat; (b) kemampuan sistem untuk mendukung manusia dengan
melakukan berbagai tugas yang tidak menyenangkan, terlalu melelahkan, atau
tidak aman; (c) meliputi bantuan visual dan fisik. Keempat, keputusan terdesentralisasi yang merupakan kemampuan sistem
fisik maya untuk membuat keputusan sendiri dan menjalankan tugas seefektif
mungkin.
Dari uraian di atas maka sudah tidak
dapat dihindari bahwa sistem pendidikan secara langsung berdampak terhadap hal
tersebut. Untuk itu perlu dilakukan segera perubahan sistem pendidikan. Hingga
saat ini pendidikan masih dianggap sebuah institusi yang dapat mewujudkan
terbentuknya SDM yang unggul dan berkualitas.
Risdianto (2019) menyatakan bahwa
pemerintah Indonesia saat ini tengah melaksanakan langkah langkah strategis
yang ditetapkan berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0. Upaya ini
dilakukan untuk mempercepat terwujudnya visi nasional yang telah ditetapkan
untuk memanfaatkan peluang di era revolusi industri keempat. Salah satu visi
penyusunan Making Indonesia 4.0 adalah menjadikan Indonesia masuk dalam 10
besar negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030
(Satya, 2018). Peningkatan kualitas SDM merupakan salah satu bagian dari 10
prioritas dalam melaksanakan program making indonesia 4.0. SDM adalah hal yang
penting untuk mencapai kesuksesan pelaksanaan Making Indonesia 4.0. Indonesia
berencana untuk merombak kurikulum pendidikan dengan lebih menekankan pada
STEAM ( Science , Technology ,
Engineering , the Arts , dan Mathematics ), menyelaraskan kurikulum
pendidikan nasional dengan kebutuhan industri di masa mendatang. Indonesia akan
bekerja sama dengan pelaku industri dan pemerintah asing untuk meningkatkan
kualitas sekolah kejuruan, sekaligus memperbaiki program mobilitas tenaga kerja
global untuk memanfaatkan ketersediaan SDM dalam mempercepat transfer
kemampuan.(Hartanto, 2018).
Untuk menghadapi era revolusi industri 4.0,
diperlukan pendidikan yang dapat membentuk generasi kreatif, inovatif, serta
kompetitif. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan cara
mengoptimalisasi penggunaan teknologi sebagai alat bantu pendidikan yang diharapkan
mampu menghasilkan output yang dapat mengikuti atau mengubah zaman menjadi
lebih baik. Tanpa terkecuali, Indonesia pun perlu meningkatkan kualitas lulusan
sesuai dunia kerja dan tuntutan teknologi digital (Delipiter Lase, 2019).
Di era disrupsi seperti saat ini, dunia
pendidikan dituntut mampu membekali para peserta didik dengan ketrampilan abad
21 (21st Century Skills) meliputi cretivity, critical thingking, communication
dan collaboration atau yang dikenal dengan 4Cs. Ketrampilan ini adalah ketrampilan
peserta didik yang mampu untuk bisa berfikir kritis dan memecahkan masalah,
kreatif dan inovatif serta ketrampilan komunikasi dan kolaborasi. Selain itu
ketrampilan mencari, mengelola dan menyampaikan informasi serta trampil
menggunakan informasi dan teknologi. Beberapa kemampuan yang harus dimiliki di
di abad 21 ini meliputi : Leadership, Digital Literacy, Communication,
Emotional Intelligence, Entrepreneurship,Global Citizenship , Problem Solving,
Team-working. Tiga Isu Pendidikan di indonesia saat ini Pendidikan
karakter, pendidikan vokasi, inovasi. (Wibawa, dalam Risdianto, 2019).
Di era
disrupsi kedepan model pembelajaran berbasis
teknologi akan lebih banyak muncul dengan variasi model yang lebih baik.
Intinya pada proses pembelajaran dengan perkembangan teknologi ini dapat
memebrikan layanan dan kenyamanan bagi masyarakat. Inilah yang akan terjadi
pada proses pembelajaran yaitu adanya pergeseran model pembelajaran dari klasikal
menjadi modern dengan blended learning.
Dengan adanya pergeseran model pembelajaran ini menjadi tantangan tersendiri
bagi pendidik/guru untuk dapat mengubah strategi model pembelajaran yang sesuai
dengan perkembangan zaman dan teknologi. Untuk dapat menghadapi tantangan
tersebut setiap pendidik harus memiliki kompetensi yang sesuai dnegan era
disrupsi. Latip (2018) mengemukakan bahwa setidaknya ada 4 kompetensi yang
harus dimiliki oleh guru pada era revolusi industri 4.0 ini, yakni 1) guru
harus mampu melakukan penilaian secara komprehensif; 2) Guru harus memiliki
kompetensi abad 21: karakter, akhlak dan literasi; 3) Guru harus mampu
menyajikan modul sesuai passion siswa; dan 4) Guru harus mampu melakukan autentic
learning yang inovatif.
Dengan kompetensi yang harus dimiliki
tersebut bagi guru maka proses pembelajaran ke depannya akan dapat membentuk
generasi abad 21 sesuai dengan perkembangan teknologi. Perubahan yang begitu
cepat menuntut peningkatan kualitas SDM yang berkualitas sehingga proses
pendidikan diharapakan dapat mewujudkan hal tersebut. Generasi abad 21 harus
dapat menghadapi tantangan dan perubahan yang begitu cepat, menyelesaikan
masalah, dan dapat bekerja secara team dengan baik. Untuk itu proses
pembelajaran ke depan harus disesuaikan dengan kondisi yang akan datang dengan
membekali soft skill.
Proses pembelajaranpun tidak akan dapat
mencapai perkembangan zaman dan teknologi jika acuan pembelajaran tidak
mengalami perubahan sesuai tuntutan zaman. Selama ini yang menjadi dasar acuan
proses pembelajaran adalah kurikulum. Untuk itu tidak kalah penitngnya untuk
melakukan perubahan kuirkulum yang mengacu pada perkembangan teknologi dan era
disrupsi.
Jika kurikulum telah dilakukan
perubahan, namun proses pembelajaran masih stagnan tidak dilakukan inovasi,
maka semua tidak akan berjalan maksimal bahkan akan terjadi keruwetan pada
proses pembelajaran.
Untuk dapat melakukan inovasi proses
pembelajaran dengan model blended learning sesuai dengan tuntutan perkembangan
teknologi tidak serta merta dilakukan serampangan tanpa perencanaan yang
maksimal. Proses pembelajaran dengan model blended
learning yaitu perpaduan antara pemebelajaran tatap muka dan pembelajaran berbasis
on line. Pembelajaran tatap muka sudah menjadi kebiasaan dan sudah banyak pengalaman
yang kita dapatkan, namun untuk pembelajaran berbasis on line merupakn hal baru
bagi kita semua. Untuk itu agar proses pembelajaran berbasis on line dapat
dilakukan secara maksimal perlu dirangcang sebuah alur. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan untuk membuat perencanaan pada proses pembelajaran dengan model blended learning yang berbasis on line adalah
sebagai berikut :
1. Melakukan anlisa kebutuhan. Pada proses
ini adalah mengidentifikasi kebutuhan, mengidentifikasi komponen yang terlibat,
mengidentifiaksi sarana, mengidentifikasi tantangan, hambatan, dan solusi.
2. Membuat kerangka kerja. Pada poses ini
adalah membuat alur, sistem kerja proses pembelajaran mulai dari peerncanaan,
pelaksanaan, dan penilaian. Kerangka kerja ini meliputi kerangka kerja guru dan
kerangka kerja peserta didik. Sehingga pada proses ini tergambar dengan jelas
proses pembelajaran dengan model blended
learning.
3. Membuat desain proses pembelajaran. Pada
proses ini adalah desain yang akan digunakan pada proses pembelajaran meliputi
teknologi atau virtual yanga kan digunakan. Desain yang digunakan mendasarkan
pada analisa kebutuhan sehingga semua komponen yang terlibat pada proses
pembelajaran telah memiliki saran yang memadai.
4. Melakukan Sosialisasi. Pada proses ini
adalah proses sosialisasi kepada komponen yang terlibat pada proses
pembelajaran baik guru, peserta didik, orang tua murid, masyarakat, maupun stake holder pendidikan yang terlbat di
dalamnya. Sosialisasi yang dilakukan harus jelas dan terarah sehingga mudah
dipahami oleh pelaksana maupun pengguna pada proses pelaksanaan.
5. Implementasi proses pembelajaarn. Pada
proses ini adalah melakukan proses pembelajaran sesuai dengan desain. Pada
proses pembelajran dapat dirancang pembelajaran yang membangun dan membentuk
keterampilan abad 21 sehingga pembelajran tidak kaku seperti layaknya
pembelajaran tatap muka. Pembelajaran mengarah pada kehidupan nyata dan pemecahan
masalah. Pembelajaran bukan sekedar pelaksanaanya namun hingga penilaian
pembelajaran.
6. Evaluasi. Pada proses ini adalah
melaukan evaluasi seluurh rangkaian yang terlibat dalam proses pembelajaran
melipuit sarana, teknologi atau virtual, proses pembelajaran dari sisi guru dan
sisi pesrta didik, keterlibatan orang tua murid, masyarakat maupun phak lainnya
yang terlibat. Proses evaluasi ini bertujuan untuk emncapai prosess
pembelajaran yang optimal dan meminimalkan kendala-kendaka yang dihadapi.
Disamping itu untuk mengevaluasi ketercapaian tujuan pembelajaran.
Jika dilakukan serangkaian tahapan tersebut pada
proses pembelajaran untuk menghadapi era disrupsi dan menyiapkan peserta didik
agar memiliki keetrampilan sesuai dengan perkembangan teknologi maka tujuan
pembelajaran akan digapai dengan optimal.
Bagaimanakah menurut saudara....?