Edisi Hari Kebangkitan Nasional
MERAJUT
KEBANGKITAN GENERASI
DAN
PENDIDIKAN KEKINIAN
Heri
Murtomo (Pelaku Pendidikan)
untuk
menjadi seorang guru yang dapat membangkitkan generasi bangsa menuju perubahan
negara yang adil dan sejahtera haruslah dapat memberikan keteladanan perilaku dalam
menyampaikan ilmu maupun dalam kehidupan bermasyarakat, memberikan ilmu
sedalam-dalamnya sehingga akan melahirkan generasi yang berwawasan luas,
memberikan ilmu ketauhidan agar menjadi generasi yang beriman dan berakhlakul
karimah. Jika hal itu dapat dilakukan maka kebangkitan generasi bangsa seabad
tahun yang lalu akan terwujud kembali.
Pendidikan
kekinian identik dengan pendidikan era globalisasi. Pada masa era globalisasi
ini semua aktivitas lini kehidupan dipengaruhi oleh tekhnologi. Perkembangan
tekhnologi yang sangat pesat berdampak pada budaya kehidupan manusia. Kegiatan
dan perilaku manusia dilengkapi dengan alat yang super canggih, semua aktivitas
dapat dilakukan dengan serba cepat, dan dapat menembus ruang dan waktu. Dunia
seakan tanpa batas, dunia hanya selebar daun
kelor (Jawa). Begitu juga
dengan dunia pendidikan dan proses pembelajaran tidak dapat luput dari
pemanfaatan alat tekhnologi. Melihat fenomena kehidupan dan perilaku manusia
seperti yang tertulis di atas maka era seperti tersebut sekarang ini disebut
dengan era globalisasi. Sztompka (2004: 101-102), mengatakan bahwa globalisasi
dapat diartikan sebagai proses yang menghasilkan dunia tunggal. Artinya,
masyarakat di seluruh dunia menjadi saling tergantung pada semua aspek kehidupan
baik secara budaya, ekonomi, maupun politik, sehingga cakupan saling
ketergantungan benar-benar mengglobal. Pengertian globalisasi tersebut tidak
jauh berbeda dengan apa yang pernah dikemukakan Irwan Abdullah (2006: 107).
Menurutnya, budaya global ditandai dengan adanya integrasi budaya lokal ke
dalam suatu tatanan global. Nilai-nilai kebudayaan luar yang beragam menjadi
dasar dalam pembentukan sub-sub kebudayaan yang berdiri sendiri dengan
kebebasan-kebebasan ekspresi.
Dari
dua pendapat di atas sudah sangat nyata dalam kehidupan di masyarakat kita
bahwa perkembangan globalisasi telah membawa pengaruh yang sangat signifikan khususnya
dunia pendidikan di tanah air tercinta ini. Memang globalisasi bukan hanya
berdampak pada perubahan perilaku positif tapi juga berdampak pada perubahan
perilaku negatif. Justru yang terjadi sekarang ini dan yang paling dominan
membawa perubahan perilaku adalah dampak negatif dari globalisasi. Di dunia
pendidikan nampak dengan jelas perubahan perilaku negatif seorang pelajar.
Hampir sebagian pelajar kalau tidak boleh dikatakan semua, sekarang ini sudah
berperilaku menyimpang dari agama. Mereka dengan terang-terangan melakukan
tindakan yang dilarang oleh agama dan negara, melakukan tindakan perampokan,
pembegalan dengan tanpa dosa, sadisme sesama teman, porno aksi, sedangkan para
pelajar perempuan banyak yang hamil di luar nikah. Intinya perilaku para pelajar
sudah sangat jauh dari karakter seorang muslim, sepertinya mereka sudah tidak
lagi meyakini bahwa Allah akan meminta pertanggungjawaban- Nya kelak, dengan
kata yang ekstrim harus dikatakan bahwa mereka sudah mengarah kepada tidak
percaya kepada hari akhir. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut dan dianggap
hal yang wajar karena dampak dari globalisasi maka generasi bangsa ini akan
menjadi generasi yang lemah sehingga masa depan bangsa ini akan mengikuti
hancurnya generasi negeri ini. Untuk itulah pembenahan generasi harus segera
dilakukan agar generasi kita bangkit untuk membenahi negeri ini! Bagaimanakah
membangun kebangkitan generasi emas? Pendidikan yang bagaimanakah yang
dibutuhkan?
Pertanyaan-pertanyaan
di atas adalah persoalan yang harus segera diselesaikan. Penyelesaian persoalan
pendidikan bukanlah menyelesaikan masalah secara linear tetapi persoalan
pendidikan adalah persoalan kompleks. Yang paling urgent untuk dibenahi adalah
pendidikan karakter yaitu membangun karakter generasi Indonesia yaitu karakter
seorang pelajar yang intelek, sopan, patuh pada orang tua, menghargai orang,
bersaudara, gotong royong dan menjalankan syariat Islam dengan sebenar-benarnya
dan sebaik-baiknya. Dengan karakter seperti terurai di atas maka satu dekade
yang akan datang generasi kita adalah generasi kebangkitan emas yang akan
membawa negeri tercinta ini seperti yang dikatakan nenek moyang bangsa
Indonesia yaitu gemah ripah loh jinawi.
Namun harus diakui bahwa kegagalan generasi kita saat ini bukan kesalahan
generasinya tapi yang paling bertanggung jawab adalah yang menuntun,
mengarahkan, dan membangun generasi. Orang-orang inilah yang harus intropeksi
diri. Untuk membangun kebangkitan generasi emas, maka banyak hal yang harus
dilakukan oleh steakholders pendidikan.
Guru
Perilaku
para pelajar saat ini yang sudah jauh menyimpang dari syariat Islam dan memiliki
mental yang lemah, menganggap semua bisa didapat dengan mudah sesuai
keinginannya. Perilaku generasi seperti tersebut bukan dikarenakan kesalahan
generasinya tapi yang perlu intropeksi adalah pelaku pendidikannya. Dari sini
maka yang perlu kita cermati adalah bagaimanakah karakter pendidiknya? Apakah
para pelajar sudah diberikan ilmu yang mendalam berkenaan dengan ketauhidan?Apakah
seorang guru sudah menjadi uswatunhasanah bagi para muridnya? Apakah proses
pendidikan sudah kontekstual? Inilah yang harus intropeksi terlebih dulu
sebelum kita mencari kesalahan dari generasi sekarang ini.
Marilah
kita tengok sebentar beberapa berita menyangkut perilaku guru yang pernah
termuat di media. Sungguh pilu dan memalukan, seorang guru telah berbuat
menyimpang dari syariat Islam. Perilaku guru yang menyimpang yang pernah saya
baca di media misal, guru menghamili muridnya, guru berselingkuh dengan sesama
teman guru, guru mengkonsumsi narkoba bahkan dengan terang-terangan kadang
dilakukan di area pendidikan dan pada saat proses guru memberikan ilmu kepada
muridnya, Masyaallah, Astagfirullah!
“peranan
guru bukan sekedar komunikator nilai, melainkan sekaligus sebagai pelaku dan
sumber nilai yang menuntut tanggung jawab dan kemampuan dalam upaya
meningkatkan kualitas pembangunan manusia seutuhnya, baik yang bersifat
lahiriyah maupun yang bersifat batiniah (fisik dan non fisik). Artinya yang
dibangun adalah karakter, watak, pribadi manusia yang memiliki kualitas iman,
kualitas kerja, kualitas hidup, kualitas pikiran, perasaan, dan kemauan
(Chomaidi, 2005: 3)”. K.H. Hasyim Asyari dalam Adab al-alim wa al-muta’allim,
mengatakan bahwa diantara
etika pendidik terhadap peserta didik salah
satunya adalah berniat mendidik dan menyebarkan ilmu
pengetahuan serta menghidupkan syari’at Islam; guru hendaknya memiliki keihlasan dalam
mengajar; tunjukkan sikap arif dan tawadhu’ketika memberi
bimbingan kepada peserta didik; dan menghormati peserta didik dengan memanggil namanya yang baik.
Jika
guru sendiri belum bisa memberikan keteladanan dengan baik, apakah mungkin ilmu
yang diberikan akan bisa masuk ke sanubari sang murid dan dapat membangun
karakter sang murid? Jadi guru harus kembali ke khitah yaitu menjadi guru yang
sejati dan profesional. Sebagai seorang pendidik guru haruslah bisa memberikan
keteladanan baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat. Keteladanan
seorang guru dapat ditunjukkan dengan cara berbicara, berpakaian, menghargai
orang lain, menerima pendapat orang lain, kejujuran, tanggung jawab,
kedisiplinan, sabar, dll. Guru haruslah orang yang bisa di gugu dan di tiru
artinya setiap tutur kata guru harus sesuai dengan perilaku dan perbuatannya. Jadi
untuk menjadi seorang guru yang dapat membangkitkan generasi bangsa menuju
perubahan negara yang adil dan sejahtera haruslah dapat memberikan keteladanan
perilaku dalam menyampaikan ilmu maupun dalam kehidupan bermasyarakat,
memberikan ilmu sedalam-dalamnya sehingga akan melahirkan generasi yang
berwawasan luas, memberikan ilmu ketauhidan agar menjadi generasi yang beriman
dan berakhlakul karimah. Jika hal itu dapat dilakukan maka kebangkitan generasi
bangsa seabad tahun yang lalu akan terwujud kembali.
Murid
Sungguh
miris dan tidak amsuk akal jika kita melihat perilaku pelajar saat ini.
Perilaku yang sudah jauh dari syariat Islam. Jika hal ini dibiarkan
berlarut-larut maka generasi bangsa ini akan menjadi generasi yang lemah dan
kita tinggal menunggu kehancuran negara ini. Untuk itu pada era yang penuh
dengan kecanggihan tekhnologi ini yang paling prioritas untuk dibenahi adalah
mental, karakter, dan spiritual generasi.
Apa
yang yang diberikan kepada generasi agar menjadi generasi yang berkualitas?
Apakah yang harus dibangun pada generasi agar memilki jiwa kebangkitan menuju
perubahan masyarakat yang beriman dan berakhlakul karimah?
K.H. Hasyim Asyari dalam Adab al-alim wa al-muta’allim,
mengatakan bahwa diantara etika peserta didik
kepada pendidik salah satunya adalah belajar sungguh-sungguh dengan
menemui pendidik secara langsung, tidak hanya melalui tulisan-tulisannya
semata; mengikuti guru, terutama dalam kecerundungan pemikiran; memuliakan
guru; memperhatikan hal-hal yang menjadi hak pendidik; bersabar terhadap
kekerasan pendidik; berkunjung kepada guru pada tempatnya atau meminta izin
terlebih dahulu; menempati posisi duduk dengan rapih dan sopan bila berhadapan
dengannya; berbicara dengan halus dan lemah lembut; menghafal dan memperhatikan
fatwa hukum, nasihat, kisah, dari para guru; jangan sekali-kali menyela ketika
guru belum selesai menjelaskan; menggunakan anggota badan yang kanan bila
menyerahkan sesuatu kepada pendidik. Jika peserta didik memiliki sikap dan perilaku
seperti yang dijelaskan oleh K.H. Hasyim Asyari maka generasi bangsa akan
bangkit menjadi generasi emas yang berkualitas. Bagaimanakah menjadi seorang
peserta didik seperti hal tersebut?
Menjadikan generasi memiliki karakter tersebut bukan
hanya sekedar memberikan aturan, membacakan reward dan punishment, tetapi
dengan memberikan keteladanan. Membangun budaya sekolah yang disiplin, berkarakter
sehingga menjadikan generasi yang berkualitas itulah yang segera untuk
dilakukan. Bukan hanya sekolah saja yang memiliki peran penting dalam membangun
generasi yang berkualitas, namun peran orang tua di rumah tidak bisa diremehkan
dan hanya dijadikan secon opini. Untuk itu sinkronisasi antara sekolah dan
orang tua harus sejalan. Saat inilah waktu yang tepat untuk melakukan itu
sehingga kelak pada satu dekade akan terwujud kebangkitan generasi yaitu
generasi Indonesia yang berkualitas.
Orang tua
Keluarga
atau orang tua serta saudara adalah lingkungan kecil yang memiliki peranan
penting dalam pembentukan karakter anak selain di sekolah. Ibu, Ayah, Kakak
atau saudara lainnya adalah contoh nyata di hadapan anak-anak yang secara tidak
langsung ikut mempengaruhi kepribadiannya. Untuk itu pola kehidupan di rumah
haruslah selaras dengan kehidupan di sekolah. Jika pembentukan karakter anak di
rumah selaras dengan pembentukan karakter di sekolah maka anak akan merasakan
bahwa kehidupan di sekolah merupakan bagian dari kehidupan di rumah begitu juga
sebaliknya. Apabila pembiasaan seperti ini berlangsung secara kontinu maka kepribadian
anak akan terbentuk dengan baik sehingga generasi yang berkualitas akan
terwujud. Namun tidak sedikit hubungan sekolah dengan rumah terputus dan yang terjadi
adalah lingkungan sekolah bukan bagian dari lingkungan rumah, persepsi ini
timbul pada diri anak karena merasakan perbedaan yang terjadi pada dua
lingkungan tersebut. Hal yang harus dilakukan oleh orang tua adalah memberikan
pembinaan aqidah yaitu mengajarkan ketauhidan, memberikan ketreladanan dalam
menjalankan ibadah, mengajarkan adab dalam menghormati orang tua, guru/ulama,
orang lain, bersaudara dan bertetangga (Mendidik Anak Bersama Nabi, Salafudin
Abu Sayyid, 2003). Jika sejak anak usia balita orang tua sduah membnagun
karakter anak menurut syariat Islam, maka generasi yang diidamkan akan
terwujud.
Pemerintah
Sebagai
penanggung jawab dan pengambil kebijakan dalam pendidikan di Indonesia, maka
pihaka pemerintah tidak serta-merta menyerahkan sepenuhnya pembangunan karakter
generasi kepada sekolah dan atau masyarakat. Pihak pemerintah diharapkan dapat
memberikan support melalui regulasi yang mendukung pembangunan generasi.
Regulasi yang bagaimanakah yang dimaksud? Yaitu regulasi yang diperuntukan bagi
sekolah dan guru, baik itu pembinaan proses pedagogik maupun konsekuensi tegas
jika melakukan pelanggaran yang merusak generasi bangsa, memperbanyak budaya
membaca kisah-kisah yang mengndung motivasi dan sebagainya. Sedangkan regulasi
untuk orang tua atau masyarakat adalah dengan memberikan edukasi kepada
masyarakat untuk membangun generasi bangsa. Edukasi tersebut dapat dilakukan
mulai dari tingkat propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desa sampai
dengan tingkat RW/RT. Edukasi tersebut dapat berupa penyuluhan, sebagaimana
pernah dilakukan pada zaman Orde baru untuk menyukseskan gerakan KB (Keluarga
Berencana). Gerakan tersebut dapat diadopsi dengan mengubah menjadi gerakan KB
(Karakter Bangsa). Untuk melakukan hal ini pemerintah dapat menjalin kerjasama
dengan Perguruan Tinggi agar melibatkan mahasiswa untuk terjun di masyarakat.
Jika ketiga
komponen di atas dapat melakukan sinkronisasi membangun generasi seperti
terurai di atas, insyaallah dalam satu dekade akan terwujud generasi bangsa
yang berkarakter dan berkualitas sehingga kebangkitan generasi akan terulang
kembali seperti seabad tahun yang lalu. Memang harus diakui semua ini
membutuhkan biaya dan tenaga yang tidak sedikit. Sanggupkah negara kita ? Bagaimanakah
menurut saudara?