Senin, 14 Januari 2013

Sekolah Bukan Penjara


SEKOLAH Bukan PENJARA
Pendidikan adalah proses untuk mengembangkan kemampuan dan potensi diri serta membentuk watak dan peradaban manusia agar menjadi manusia yang bermartabat. Sebagaimana dalam UU SISDIKNAS Nomor 20 tahun 2003 Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tempat untuk membentuk watak dan kepribadian anak adalah di sekolah karena di sekolahlah terjadinya proses pendidikan selain di rumah. Sekolah merupakan miniatur peradaban manusia, di sekolah terjadi interaksi, komunikasi, kerjasama dari berbagai macam anak dengan karakter yang unik dan berbeda. Sehingga dari pergaulan lingkungan sekolah tersebut maka akan membentuk jiwa empati, sosial, tanggap terhadap lingkungan. Disinilah fungsi sekolah sebagai tempat terjadinya proses pendidikan sehingga diharapakan dari sekolah tersebut tujuan pendidikan akan terwujud. Hal tersebut dapat berjalan sesuai dengan fungsi dan tujuan sekolah apabila sekolah dapat menempatkan dan memahami anak sesuai dengan karakteristiknya.
Namun kenyataan yang ada saat ini justru sebaliknya. Marilah kita coba mengamati berbagai aktivitas yang berkaitan dengan sekolah. Sebuah fakta, kita amati seorang anak usia SD yang akan berangkat sekolah. Anak tersebut berangkat ke sekolah kurang lebih pukul 06.30, dengan tas yang dipanggulnya seperti memanggul beban yang amat berat. Dia berangkat sekolah hari itu dengan membawa kurang lebih lima mata pelajaran. Dia memasuki gedung sekolahnya yang pagarnya mengelilingi sekolah dengan ketinggian di atas tinggi orang pada umumnya. Pintu gerbang sekolah yang hanya satu pintu dengan di jaga satpam dan akan di tutup jika bel masuk telah berbunyi. Setelah semua peserta didik masuk kelas maka sekolah itu akan tampak lengang seperti tidak ada aktivitas dan tampak dari luar hanyalah sebuah gedung yang tinggi dengan pagar tembok yang setinggi melebihi tinggi orang pada umumnya. Setelah masuk kelas peserta didik akan duduk di bangkunya masing-masing yang sudah ditata berjajar menghadap sebuah papan tulis. Ruangan kelas yang sebenarnya harus dapat memebrikan ruang gerak yang banyak kepada peserta didik ditata sedemikian rupakan sehingga ruangan tersebut hanya dijejali bangku dan kursi peserta didik yang sangat berat untuk digeser jika dilakukan perubahan model tempat duduk. Peserta didik akan berjam-jam untuk berada di ruangan tersebut setiap harinya untuk mendengarkan informasi yang diberikan gurunya dan informasi tersebut harus dihafal karena pada saatnya nanti mereka harus dapat menyelesaikan ujian menghafal informasi. Setiap hari mulai pagi peserta didik akan melakukan hal yang sama. Sehingga jika kita amati saat peserta didik pulang sekolah maka mereka akan tampak kelelahan namun kesenangan dan keceriaannya yang telah keluar dari seperti penjara yang dapat menutupi raut wajah yang kelelahan tersebut.Tentunya kita akan bertanya dalam diri kita, mengapa mereka sekolah seperti terkekang dalam penjara? Mengapa sekolah bukanlah hal yang mengasyikan dan menyenangkan buat mereka?Sekolah yang bagaimanakah yang dapat membuat peserta didik senang dan mampu menyelasaikan permasalahan dalam kehidupannya?.
Sekolah adalah tempat berlangsungnya proses pembelajaran sehingga terjadinya proses interaksi dan komunikasi antara guru dan peserta didik. Pembelajaran yang terjadi tersebut bukan hanya semata-mata menyerap ilmu pengetahuan namun lebih pada bagaimana belajar dan mempelajari ilmu pengetahuan sehingga diharapkan kelak mereka menjadi manusia yang dewasa dan mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan. Sekolah merupakan tempat tertinggi berlangsungnya transfering ilmu pengetahuan dan pembentukan akhlak peserta didik setelah di rumah.
Kenyataan yang ada saat ini justru sekolah-sekolah telah bergeser fungsinya yang semula merupakan tempat membentuk mengembangkan potensi diri, membentuk karakter, dan menjadikan manusia dewasa yang bermartabat sekarang ini sekolah hanyalah tempat untuk menyampaikan informasi ilmu pengetahuan. Sehingga yang terjadi di sekolah hanyalah sebuah tansfering informasi. Bagaimanakah seharusnya sekolah kembali ke khitah sekolah? Yang paling sederhana adalah sekolah menjadikan diri merupakan miniatur peradaban masyarakat dalam lingkup yang lebih kecil. Dalam bentuk dan aplikatif yang bagaimanakah hal tersebut dapat diwujudkan?. Menjadikan sekolah merupakan miniatur peradaban masyarakat adalah memberikan ruang gerak untuk terbentuknya pribadi peserta didik memiliki potensi yang dapat dikembangkan, kelak mereka dapat menghadapi hidup di masyarakat yang lebih luas. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mewujudakannya adalah :
Lingkungan Sekolah
·      Menjadikan sekolah ramah lingkungan yaitu sekolah yang indah, asri dan nuansa lingkungan yang bersahabat mulai dari pendidik dan tenaga pendidiknya serta warga sekolah lainnya, sehingga ketika peserta didik datang ke sekolah mereka tidak merasa kaku, takut, dan bahkan menyeramkan.
·      Lingkungan sekolah yang selalu bersih sehingga peserta didik menjadi nyaman ketika mereka berada di sekolah.
·      Halaman sekolah yang luas, karena dengan halaman yang luas peserta didik akan benar-benar dapat mengekspresikan dirinya pada saat jam istirahat.
Ruang Kelas
·      Menjadikan ruang kelas yang dapat memberikan ruang gerak yang lebih leluasa sehingga peserta didik pada saat di kelas merasa tidak sempit dan berdesak-desakkan.
·      Meja dan kursi peserta didik yang fleksibel, ringan dan mudah digerakkan atau digeser ketika pada saat tertentu jam pembelajaran membutuhkan kerja kelompok atau unjuk kerja lainnya. Selama ini yang banyak kita temui di sekolah-sekolah dengan ruang kelas yang berisi meja dan kursi yang terbuat dari kayu jati yang mungkin akan berat bagi peserta didik untuk menggerakkan atau menggesernya jika pada saat tertentu mereka harus kerja kelompok atau unjuk kerja yang membutuhkan ruang gerak yang lebih luas.
·      Posisi meja dan kursi peserta didik satu dengan lainnya terdapat ruang gerak yang memadai. Selama ini meja dan kursi peserta didik saling berdekatan dan berdesakkan karena menyesuaikan jumlah murid dengan jumlah ruang kelas yang ada, sehingga dalam satu ruang kelas dapat berisi 40 sampai 50 peserta didik. Ini merupakan ruang pembelajaran yang sangat tidak ideal, dengan ukuran yang ruang kelas yang seharusnya hanya mampu menmapung 28-30 peserta didik harus dipenuhi peserta didik dengan jumlah tersebut.
·      Ruang kelas yang indah, bersih dan nyaman, sehingga dapat menjadikan peserta didik betah berada di ruang kelas tersebut. Tidak dapat dipungkiri hingga saat ini masih banyak kita temukan ruang kelas di sebagian besar sekolah yang kondisinya justru lebih pengap, tidak indah, dan tidak bersih. Kadang masih terdapat ruang kelas dengan tumpukkan kertas, dan barang lainnya yang tidak relevan dengan pembelajaran berada di pojok ruang kelas.
·      Menjadikan ruang kelas sebagai tempat untuk menyampaikan ekspresi peserta didik yaitu ada tempat tersendiri di dalam ruang kelas untuk menempelkan hasil karya, tulisan atau bahkan pendapat peserta didik sehingga mereka akan menjadi bangga ketika masuk ke ruang kelasnya. Selama ini ruang kelas hanya ditempeli gambar-gambar pahlawan nasional, tulisan tata tertib sekolah, atau gambar yang berhubungan dengan alat peraga yang semua itu sudah disiapkan oleh pihak sekolah. Dari hal inilah peserta didik merasa mereka tidak ada kaitannya dengan kelas, bahkan mereka merasa kelas bukanlah bagian dari dirinya.
Warga Sekolah
Warga sekolah adalah semua elemen yang ada dan mendukung berlangsungnya proses di sekolah. Warga sekolah antara lain pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik. Dalam hal ini yang akan kita uraikan adalah dari segi pendidik dan tenaga pendidiknya.
Menjadikan sekolah yang sangat menyenangkan dan mampu membentuk watak, kepribadian, dan mengembangkan potensi diri peserta didik bergantung dari pendidik dan tenaga kependidikannya. Pendidik bukanlah satu-satunya sumber informasi bagi peserta didik. Pendidik bukanlah monster bagi peserta didik. Pendidik bukanlah satpam bagi peserta didik. Pendidik adalah guru, orang tua, sahabat, dan bahkan tempat untuk mengkonsultasikan persoalan bagi peserta didik. Pendidik dalam proses pembelajaran harus dapat memberikan cara belajar kepada peserta didik, bukan memberikan pelajaran kepada peserta didik. Karena pada abad sekarang ini sumber informasi sangat banyak dan dapat diakses dengan mudah, namun disinilah peran pesreta didik untuk memberikan cara bagaimana mereka harus belajar dan mempelajari sehingga mereka dapat menyaring informasi yang benar dan salah, kelak dapat bermanfaat bagi kehidupannya. Pada saat terjadinya proses pembelajaran seorang pendidik harus dapat memberikan ruang kepada peserta didik untuk menyampaikan pendapatnya, pengalamannya, bahkan opininya tentang tema yang akan dipelajari saat itu, disinilah peran pendidik bahwa semua tema pelajaran yang dipelajari berkaitan dengan kehidupannya dan bukanmateri yang terpisahkan dari kehidupannya. Disamping itu, peserta didik merasa bahwa mereka dihargai dan diposisikan sebagai manusia yang memiliki pengetahuan. Selama ini yang terjadi adalah pendidik menyampaikan tema materi dengan satu arah dan menganggap bahwa peserta didik belum atau bahkan tidak paham dengan meteri yang akan diberikan. Sehingga hampir tidak pernah pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyampaikan pendapatnya, pengalamannya dan opininya tentang materi tersebut. Yang lebih parah lagi hingga saat ini proses pembelajaran yang diberikan pendidik seakan-akan terpisah dari kehidupannya, sehingga yang terjadi pada persepsi peserta didik bahwa ilmu pengetahuan yang mereka pelajari tidak ada kaitanertanya dengan kehidupan nyata. Pada proses pendidikan dewasa ini pendidik diharapakan dapat memberikan rasa menyenangkan kepada peserta didik sehingga peserta didik tidak merasa takut pada saat proses pembelajaran.
Dari uraian di atas, maka jika hal tersebut dapat dilaksankan oleh seluruh elemen pendidikan maka peserta didik akan merasa nyaman dan senang ketika belajar di sekolah di samping itu potensi peserta didik akan dapat dikembangkan secara optimal. Namun apabila proses pendidikan yang terjadi seperti pada saat sekarang ini, maka sekolah tidah ubahnya seperti penjara yaitu membina peserta didik untuk memiliki akhlak yang baik, sedangkan potensi mereka tidak akan pernah dapat dikembangkan secara optimal.