SEKOLAH
Bukan PENJARA
Pendidikan adalah proses untuk
mengembangkan kemampuan dan potensi diri serta membentuk watak dan peradaban
manusia agar menjadi manusia yang bermartabat. Sebagaimana dalam UU SISDIKNAS
Nomor 20 tahun 2003 Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tempat untuk membentuk watak dan
kepribadian anak adalah di sekolah karena di sekolahlah terjadinya proses
pendidikan selain di rumah. Sekolah merupakan miniatur peradaban manusia, di
sekolah terjadi interaksi, komunikasi, kerjasama dari berbagai macam anak
dengan karakter yang unik dan berbeda. Sehingga dari pergaulan lingkungan
sekolah tersebut maka akan membentuk jiwa empati, sosial, tanggap terhadap
lingkungan. Disinilah fungsi sekolah sebagai tempat terjadinya proses
pendidikan sehingga diharapakan dari sekolah tersebut tujuan pendidikan akan
terwujud. Hal tersebut dapat berjalan sesuai dengan fungsi dan tujuan sekolah
apabila sekolah dapat menempatkan dan memahami anak sesuai dengan
karakteristiknya.
Namun kenyataan yang ada saat ini justru
sebaliknya. Marilah kita coba mengamati berbagai aktivitas yang berkaitan
dengan sekolah. Sebuah fakta, kita amati seorang anak usia SD yang akan berangkat
sekolah. Anak tersebut berangkat ke sekolah kurang lebih pukul 06.30, dengan
tas yang dipanggulnya seperti memanggul beban yang amat berat. Dia berangkat
sekolah hari itu dengan membawa kurang lebih lima mata pelajaran. Dia memasuki
gedung sekolahnya yang pagarnya mengelilingi sekolah dengan ketinggian di atas
tinggi orang pada umumnya. Pintu gerbang sekolah yang hanya satu pintu dengan
di jaga satpam dan akan di tutup jika bel masuk telah berbunyi. Setelah semua peserta
didik masuk kelas maka sekolah itu akan tampak lengang seperti tidak ada
aktivitas dan tampak dari luar hanyalah sebuah gedung yang tinggi dengan pagar
tembok yang setinggi melebihi tinggi orang pada umumnya. Setelah masuk kelas
peserta didik akan duduk di bangkunya masing-masing yang sudah ditata berjajar
menghadap sebuah papan tulis. Ruangan kelas yang sebenarnya harus dapat
memebrikan ruang gerak yang banyak kepada peserta didik ditata sedemikian
rupakan sehingga ruangan tersebut hanya dijejali bangku dan kursi peserta didik
yang sangat berat untuk digeser jika dilakukan perubahan model tempat duduk.
Peserta didik akan berjam-jam untuk berada di ruangan tersebut setiap harinya
untuk mendengarkan informasi yang diberikan gurunya dan informasi tersebut
harus dihafal karena pada saatnya nanti mereka harus dapat menyelesaikan ujian
menghafal informasi. Setiap hari mulai pagi peserta didik akan melakukan hal
yang sama. Sehingga jika kita amati saat peserta didik pulang sekolah maka
mereka akan tampak kelelahan namun kesenangan dan keceriaannya yang telah
keluar dari seperti penjara yang dapat menutupi raut wajah yang kelelahan
tersebut.Tentunya kita akan bertanya dalam diri kita, mengapa mereka sekolah
seperti terkekang dalam penjara? Mengapa sekolah bukanlah hal yang mengasyikan
dan menyenangkan buat mereka?Sekolah yang bagaimanakah yang dapat membuat
peserta didik senang dan mampu menyelasaikan permasalahan dalam kehidupannya?.
Sekolah adalah tempat berlangsungnya
proses pembelajaran sehingga terjadinya proses interaksi dan komunikasi antara
guru dan peserta didik. Pembelajaran yang terjadi tersebut bukan hanya
semata-mata menyerap ilmu pengetahuan namun lebih pada bagaimana belajar dan
mempelajari ilmu pengetahuan sehingga diharapkan kelak mereka menjadi manusia
yang dewasa dan mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan. Sekolah merupakan
tempat tertinggi berlangsungnya transfering ilmu pengetahuan dan pembentukan
akhlak peserta didik setelah di rumah.
Kenyataan yang ada saat ini justru
sekolah-sekolah telah bergeser fungsinya yang semula merupakan tempat membentuk
mengembangkan potensi diri, membentuk karakter, dan menjadikan manusia dewasa
yang bermartabat sekarang ini sekolah hanyalah tempat untuk menyampaikan
informasi ilmu pengetahuan. Sehingga yang terjadi di sekolah hanyalah sebuah
tansfering informasi. Bagaimanakah seharusnya sekolah kembali ke khitah
sekolah? Yang paling sederhana adalah sekolah menjadikan diri merupakan
miniatur peradaban masyarakat dalam lingkup yang lebih kecil. Dalam bentuk dan
aplikatif yang bagaimanakah hal tersebut dapat diwujudkan?. Menjadikan sekolah
merupakan miniatur peradaban masyarakat adalah memberikan ruang gerak untuk
terbentuknya pribadi peserta didik memiliki potensi yang dapat dikembangkan,
kelak mereka dapat menghadapi hidup di masyarakat yang lebih luas. Hal-hal yang
dapat dilakukan untuk mewujudakannya adalah :
Lingkungan Sekolah
· Menjadikan
sekolah ramah lingkungan yaitu sekolah yang indah, asri dan nuansa lingkungan
yang bersahabat mulai dari pendidik dan tenaga pendidiknya serta warga sekolah
lainnya, sehingga ketika peserta didik datang ke sekolah mereka tidak merasa
kaku, takut, dan bahkan menyeramkan.
· Lingkungan
sekolah yang selalu bersih sehingga peserta didik menjadi nyaman ketika mereka
berada di sekolah.
· Halaman
sekolah yang luas, karena dengan halaman yang luas peserta didik akan
benar-benar dapat mengekspresikan dirinya pada saat jam istirahat.
Ruang Kelas
· Menjadikan
ruang kelas yang dapat memberikan ruang gerak yang lebih leluasa sehingga peserta
didik pada saat di kelas merasa tidak sempit dan berdesak-desakkan.
· Meja
dan kursi peserta didik yang fleksibel, ringan dan mudah digerakkan atau
digeser ketika pada saat tertentu jam pembelajaran membutuhkan kerja kelompok
atau unjuk kerja lainnya. Selama ini yang banyak kita temui di sekolah-sekolah
dengan ruang kelas yang berisi meja dan kursi yang terbuat dari kayu jati yang
mungkin akan berat bagi peserta didik untuk menggerakkan atau menggesernya jika
pada saat tertentu mereka harus kerja kelompok atau unjuk kerja yang
membutuhkan ruang gerak yang lebih luas.
· Posisi
meja dan kursi peserta didik satu dengan lainnya terdapat ruang gerak yang
memadai. Selama ini meja dan kursi peserta didik saling berdekatan dan
berdesakkan karena menyesuaikan jumlah murid dengan jumlah ruang kelas yang
ada, sehingga dalam satu ruang kelas dapat berisi 40 sampai 50 peserta didik.
Ini merupakan ruang pembelajaran yang sangat tidak ideal, dengan ukuran yang
ruang kelas yang seharusnya hanya mampu menmapung 28-30 peserta didik harus
dipenuhi peserta didik dengan jumlah tersebut.
· Ruang
kelas yang indah, bersih dan nyaman, sehingga dapat menjadikan peserta didik
betah berada di ruang kelas tersebut. Tidak dapat dipungkiri hingga saat ini
masih banyak kita temukan ruang kelas di sebagian besar sekolah yang kondisinya
justru lebih pengap, tidak indah, dan tidak bersih. Kadang masih terdapat ruang
kelas dengan tumpukkan kertas, dan barang lainnya yang tidak relevan dengan
pembelajaran berada di pojok ruang kelas.
· Menjadikan
ruang kelas sebagai tempat untuk menyampaikan ekspresi peserta didik yaitu ada
tempat tersendiri di dalam ruang kelas untuk menempelkan hasil karya, tulisan
atau bahkan pendapat peserta didik sehingga mereka akan menjadi bangga ketika
masuk ke ruang kelasnya. Selama ini ruang kelas hanya ditempeli gambar-gambar
pahlawan nasional, tulisan tata tertib sekolah, atau gambar yang berhubungan
dengan alat peraga yang semua itu sudah disiapkan oleh pihak sekolah. Dari hal
inilah peserta didik merasa mereka tidak ada kaitannya dengan kelas, bahkan
mereka merasa kelas bukanlah bagian dari dirinya.
Warga Sekolah
Warga sekolah adalah semua elemen yang
ada dan mendukung berlangsungnya proses di sekolah. Warga sekolah antara lain
pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik. Dalam hal ini yang akan kita
uraikan adalah dari segi pendidik dan tenaga pendidiknya.
Menjadikan sekolah yang sangat
menyenangkan dan mampu membentuk watak, kepribadian, dan mengembangkan potensi
diri peserta didik bergantung dari pendidik dan tenaga kependidikannya.
Pendidik bukanlah satu-satunya sumber informasi bagi peserta didik. Pendidik
bukanlah monster bagi peserta didik. Pendidik bukanlah satpam bagi peserta
didik. Pendidik adalah guru, orang tua, sahabat, dan bahkan tempat untuk
mengkonsultasikan persoalan bagi peserta didik. Pendidik dalam proses
pembelajaran harus dapat memberikan cara belajar kepada peserta didik, bukan
memberikan pelajaran kepada peserta didik. Karena pada abad sekarang ini sumber
informasi sangat banyak dan dapat diakses dengan mudah, namun disinilah peran
pesreta didik untuk memberikan cara bagaimana mereka harus belajar dan
mempelajari sehingga mereka dapat menyaring informasi yang benar dan salah,
kelak dapat bermanfaat bagi kehidupannya. Pada saat terjadinya proses pembelajaran
seorang pendidik harus dapat memberikan ruang kepada peserta didik untuk
menyampaikan pendapatnya, pengalamannya, bahkan opininya tentang tema yang akan
dipelajari saat itu, disinilah peran pendidik bahwa semua tema pelajaran yang
dipelajari berkaitan dengan kehidupannya dan bukanmateri yang terpisahkan dari
kehidupannya. Disamping itu, peserta didik merasa bahwa mereka dihargai dan
diposisikan sebagai manusia yang memiliki pengetahuan. Selama ini yang terjadi
adalah pendidik menyampaikan tema materi dengan satu arah dan menganggap bahwa
peserta didik belum atau bahkan tidak paham dengan meteri yang akan diberikan.
Sehingga hampir tidak pernah pendidik memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk menyampaikan pendapatnya, pengalamannya dan opininya tentang materi
tersebut. Yang lebih parah lagi hingga saat ini proses pembelajaran yang
diberikan pendidik seakan-akan terpisah dari kehidupannya, sehingga yang
terjadi pada persepsi peserta didik bahwa ilmu pengetahuan yang mereka pelajari
tidak ada kaitanertanya dengan kehidupan nyata. Pada proses pendidikan dewasa
ini pendidik diharapakan dapat memberikan rasa menyenangkan kepada peserta
didik sehingga peserta didik tidak merasa takut pada saat proses pembelajaran.
Dari uraian di atas, maka jika hal
tersebut dapat dilaksankan oleh seluruh elemen pendidikan maka peserta didik
akan merasa nyaman dan senang ketika belajar di sekolah di samping itu potensi
peserta didik akan dapat dikembangkan secara optimal. Namun apabila proses
pendidikan yang terjadi seperti pada saat sekarang ini, maka sekolah tidah
ubahnya seperti penjara yaitu membina peserta didik untuk memiliki akhlak yang
baik, sedangkan potensi mereka tidak akan pernah dapat dikembangkan secara
optimal.