MENATA
ULANG KURIKULUM
ATAU
MENINGKATKAN
KUALITAS PENDIDIK
Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kerangka dasar kurikulum adalah
rambu-rambu yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini untuk dijadikan
pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya
pada setiap satuan pendidikan. Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah
kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan sebagaimana dituangkan di dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Di dalam proses
pembelajaran di sekolah mulai dari tujuan, isi, bahan ajar sampai dengan
strategi pembelajarannya untuk mencapai tujuan pendidikan secara umum telah
dituangkan di dalam kurikulum pendidikan nasional. Sehingga dari kurikulum
tersebut seorang guru memiliki arah dan tujuan pembelajaran dengan jelas
disamping itu proses pembelajaran dapat diukur dengan jelas untuk mengetahui
mutu peserta didik.
Hingga saat ini
kita telah mengetahui bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia telah mengalami
beberapa perubahan, dimulai sejak kurikulum terbentuk pada tahun 1947,
yang diberi nama Rentjana Pembelajaran
1947. Setelah rentjana pembelajaran 1947, pada tahun 1952
kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan dengan berganti nama menjadi
Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964
pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di Indonesia.
Kali ini diberi nama dengan rentjana pendidikan 1964. Kurikulum 1968 merupakan
pembaharuan dari kurikulum 1964. Yaitu perubahan struktur pendidikan dari
pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus, kemudian kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968
menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Metode
materi dirinci pada Prosedur Pengembangan Sistem Instruksi (PPSI). Menurut
Mudjito (dalam Dwitagama: 2008) Zaman ini dikenal dengan istilah satuan
pelajaran yaitu pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan dirinci lagi: petunjuk
umum, tujuan intruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran,
kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Tahun 1984 Kurikulum ini juga sering
disebut dengan kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan
sebgai subyek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan,
mendiskusikan,hingga melaporkan. Model ini disebut dengan model Cara Belajar
Siswa Aktif (CBSA). Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan
kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara
Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito
menjelaskan (dalam Dwitagama: 2008). Kurikulum 1994 dibuat sebagai
penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor
2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada era ini kurikulum yang
dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK adalah
seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang
harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan
sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002).
Kurikulum ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan melakukan
(kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya
dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap serangkat
kompetensi tertentu. Sebagai bentuk penyempurnaan kurikulum KBK, maka pada
tahun 2006 pemerintah melakukan perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari
UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke
dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005
tentang standar nasional pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan
tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional
pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi
lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan
prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar
penilaian pendidikan. Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan
regulasi yang ada, yaitu PP No. 19 tahun 2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah
pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket
kompetensi.
Dari uraian di atas bahwasannya pemerintah telah
berkali-kali melakukan perbaikan dan penyempurnaan kurikulum, namun yang kita
ketahui hingga pada dewasa sekarang ini hasil dari proses pendidikan tersebut
belum nampak adanya peningkatan kualitas pendidikan. Justru cenderung stagnan
jika dikatakan tidak mengalami penurunan. Hal ini tampak dari out put yang
dihasilkan dari proses pendidikan yaitu banyaknya berita-berita di media
tentang sikap dan perilaku pelajar yang anarkis, merosotnya jiwa nasionalis,
hancunya budaya-budaya bangsa yang sopan-santun dan lain sebagianya.
Mengapa hal ini bisa terjadi? padahal berbagai upaya
telah dilakukan, namun tidak jua nampak perubahannya.
Kualitas pendidikan bukan hanya bergantung pada mutu
kurikulumnya saja, namun banyak faktor yuang menentukan diantaranya standar
prosesnya, tenaga pendidik dan kependidikan, bahan ajar, sarana-prasarana, dan manajemen sekolah.
Sebaik apapun kurikulum yang dirumuskan tidak pernah memberikan efek perubahan
menuju kualitas jika unsur-unsur yang terkait tidak dilakukan perbaikan. Pada
kurikulum 2013 ini salah satu yang akan dilakukan perubahan dikembangkannya
kurikulum berdasar kompetensi di samping mengenai bahan ajar, standar proses
dan penilaian. Salah satunya adalah melakukan pengurangan beberapa mata
pelajaran dan menambah jam pelajaran di jenjang SD-SMA/SMK, mata pelajaran dikembangkan
dari kompetensi, sedangkan pada proses siswa lebih aktif observasi. Ini
merupakan indikasi yang sangat baik untuk menuju proses kulaitas. Namun hal
tersebut akan tetap menjadi wacana, dokumen guru atau sekolah yang tersimpan
rapi di rak buku jika pemerintah tidak melakukan perubahan pada pendidik dan
tenaga kependidikannya serta sistem penilaiannya. Mengapa demikian ?
Pendidik adalah salah satu agen perubahan, jadi
perubahan pendidikan terletak di tangan pendidik. Jika pada diri pendidik belum
dilakukan perubahan, maka jangan berharap pendidikan akan berubah. Perubahan
kurikulum bagi pendidik itu adalah hal biasa dan tak ada kaitannya dengan
proses pembelajaran di kelas, perubahan kuirkulum hanyalah sebuah tanda bahwa
pada masa itu telah terjadi perubahan pemegang kementrian pendidikan, sehingga
banyak para pendidik yang acuh tak acuh terhadap perubahan kurikulum. Apa yang
harus dilakukan pemerintah untuk melakukan perubahan pada pendidik?
Alternatif-alternatif yang dapat dilakukan diantaranya
:
· Memberikan pelatihan kepada pendidik tentang teknis pelaksanaan
kurikulum secara intens di seluruh pelosok wilayah pendidikan.
· Setelah beberapa kali memeberikan pelatihan maka untuk
mengontrol pelaksanaan hasil pelatihan perlu dilakukan pendampingan secara intens
kepada guru ke sekolah-sekolah.
· Pendampingan dapat dilakukan oleh pengawas sekolah
atau guru tutor nasional yang ditunjuk.
· Setelah satu tahun berjalan dilakukan evaluasi tentang
pelaksanaan kurikulum.
· Jika hasil yang didapatkan memenuhi syarat kriteria
pendidikan yang bermutu maka setelah saat itulah baru bisa dilaksanakan secara
menyeluruh tentang kurikulum yanga akan dilaksankan.
Jika yang dilakukan pemerintah saat
ini seperti yang dilakukan sebelum-sebelumnya maka kita akan melihat bahwa
perubahan kurikulum 2013 hanyalah sebuah berita media dan akan menjadi dokumen
rapi di setiap sekolah atau pendidik. Pengurangan mata pelajaran dan penambahan
jam pelajaran justru akan menimbulkan persoalan baru bagi dunia pendidikan.
Tingkat kejenuhan peserta didik di sekolah semakin tinggi sehingga frekuensi
emosional peserta didik semakin meningkat yang pada akhirnya kejadian-kejadian
yang kita lihat di media masa akan semakin banyak. Pendidik sebagai ujung
tombak pendidikan tidak pernah diberikan pelatihan tentang teknis pelaksanaan
kurikulum, tidak diberikan pemahaman roh kurikulum. Para pendidik hanya
diberikan berita tentang perubahan kurikulum, namun tidak pernah mengerti dan
memahami roh kurikulum yang baru. Pada akhirnya pendidik tahu ada perubahan
kurikulum namun pendidik tidak memahami roh perubahan kuirkulum. Roh perubahan
kurikulum hanya dapat dipahami oleh para elite pengambil kebijakan pendidikan
di negeri ini, hanya dapat dipahami oleh para peneliti kurikulum dan
orang-orang yang terlibat langsung dalam merumuskan kuirkulum. Pendidik hanya
dapat menegtahui adanya perubahan kuirkulum, adanya dokumen baru kuirkulum,
namun tidak dapat memahami roh perubahan dan teknis pelaksanaan dalam proses
pembelajaran di kelas. Jika hal ini yang terjadi maka harapan para pengambil
kebijakan tentang perubahan pendidikan di negeri tercinta ini hanyalah sebuah
harapan tanpa pernah terwujud. Akhirnya
pendidikan yang bermutu hanya akan menjadi angan-angan negeri tercinta kita.
Dan lambat laun out put pendidikan dan generasi yang akan datang akan menjadi
generasi yang mengadu nasib pada orang lain di negeri sendiri.