Selasa, 03 Maret 2015

PENDIDIKAN DIPERTARUHKAN SAAT UN


PENDIDIKAN DIPERTARUHKAN SAAT UN!

UN merupakan ujian yang harus dilalui oleh peserta didik dan merupakan kewajiban sebelum ke jenjang pendidikan lebih tinggi.UN oleh pemerintah dianggap dapat menggambarkan kualitas pendidikan di negeri ini, namun UN justru membuat malapetaka dunia pendidikan.

Setiap tahun seluruh siswa kelas akhir mulai jenjang SD sampai dengan SMA/SMK di seluruh pelosok negeri tercinta Indonesia akan dihadapkan pada Ujian Akhir yang diistilahkan dengan Ujian Nasional. Ujian Nasional sudah menjadi keharusan bagi siswa kelas akhir agar dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi apabila mereka lulus ujian tersebut, namun menjadi sebaliknya bagaikan  algojo yang akan membunuh dirinya. Ujian Nasional dalam perspektif pandangan para siswa adalah pertaruhan harga diri, apabila mereka lulus dengan nilai sangat baik maka akan semakin meningkatkan harga dirinya sebagai seorang pelajar yang cerdas, namun apabila mereka tidak lulus karena nilainya masih di bawah rata-rata yang distandarkan oleh pemerintah justru akan menjatuhkan harga diri, mereka akan merasa menjadi seorang pelajar yang tidak berguna di mata masyarakat. Berawal dari pandangan tersebut bahwa mereka harus dapat menjaga dan mempertahankan harga diri, maka berbagai macam cara dilakukan oleh para pelajar agar harga dirinya terjaga melalui pembuktian lulus ujian nasional.
Fenomena ini nampak pada saat pelaksanaan ujian nasional, yaitu mengenai kecurangan-kecurangan yang dilakukan para pelajar pada saat mereka mengerjakan soal ujian nasional. Kecurangan yang mereka lakukan mulai dari yang soft hingga yang hard. Misalnya adanya contekan massal, di ruang kelas para peserta ujian saling bertukar jawaban, adanya pengawas ruang yang sangat toleran dengan memberi kelonggaran untuk contekan ataupun bertukar jawaban. Yang lebih gila lagi adanya pengawas ruang ujian yang justru memberi jawaban kepada peserta ujian, dan lebih dari gila yaitu adanya pendidik yang memanfaatkan  moment ini dengan memberikan kunci jawaban yang validitasnya mencapai 85-90% sebagaimana pernah diekspose pada media massa dengan tertangkapnya pelajar dan pendidik. Kecurangan-kecurangan di atas merupakan beberapa bagian dari sekian banyaknya kecurangan yang terjadi di lapangan dan nampak di permukaan. Setiap tahun menjelang maupun pada saat pelaksanaan ujian nasional kecurangan-kecurangan tersebut selalu terjadi dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun namun kecurangan-kecurangan tersebut hingga saat ini belum mampu di atasi oleh pihak pemerintah.
Melihat kenyataan tersebut saat ini pemerintah hanya sebatas melakukan tindakan pencegahan mengurangi kecurangan pada waktu pelaksanaan ujian nasional. Pemecahan masalah yang dilakukan pemerintah hanya bersifat linear tanpa mau melihat secara kompleks dan komprehensif. Seharusnya pemerintah mengevaluasi fungsi ujian nasional dan mengembalikan ke fungsi pokok ujian.
Perlu disadari bahwa fenomena yang terjadi pada saat menjelang ujian nasional maupun pada saat pelaksanaan ujian nasional tersebut menjadi bukti bahwa dunia pendidikan yang penuh dengan pembentukan karakter yang baik, membentuk anak secara holistik, menggali dan mengembangkan potensi, dan tempat mencari ilmu menjadi terpatahkan. Proses akademik dan pembentukan kepribadian selama bertahun-tahun menjadi sia-sia. Semua guru merasakan bahwa yang selama ini dilakukan dengan penuh tanggung jawab, motivasi yang tinggi agar anak didiknya menjadi anak yang cerdas dan berakhlak baik menjadi tanpa arti. Duni pendidikan sudah diliputi awan gelap, wajah dunia pendidikan sudah suram.
Sebagaimana dalam UU SISDIKNAS Nomor 20 tahun 2003 Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Proses pendidikan di Indonesia ini diharapkan akan membentuk generasi bangsa yang unggul, kompetens, dan berkarakter terpuji. Mahlck and Grisay (1991) menyatakan : “Pendidikan dikatakan berkualitas apabila produk atau hasil dari pendidikan yang diselenggarakan (ilmu pengetahan, keterampilan dan nilai-nilai yang dikuasai siswa) sudah memenuhi standar yang ditetapkan dalam tujuan pendidikan dan hasil tersebut sudah sesuai dengan kondisi masyarakat dan lingkungan serta kebutuhan”.
Dari pendapat di atas dengan jelas disebutkan bahwa pendidikan adalah proses untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak yang beriman dan berakhlak baik. Apabila hasil dari pendidikan yang diselenggarakan sesuai dengan tujuan tersebut maka pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang berkualitas.
Namun ada hal kontradiksi yang dilakukan oleh pemerintah sebagaimana tersurat di dalam PP. No. 19 Tahun 2005 yang dengan jelas disebutkan tentang standar penilaian, pasal 63 ayat 1 : penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan penilaian hasil belajar oleh pemerintah. Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Penilaian yang dimaksud digunakan untuk : menilai pencapaian kompetensi peserta didik; bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran. Penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional. Hasil Ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk ; pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan; dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan; pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Di dalam PP.No.19 Tahun 2005 di atas dengan jelas disebutkan tentang standar penilaian, namun di satu sisi yang berkaitan dengan Ujian Nasional masih terdapat klausul bahwa hasil ujian nasional penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan. Selama ini klausul tersebut yang menjadikan semakin keruh dan suramnya pendidikan di negeri ini, yang membuat jalan terjadinya kejahatan di dunia pendidikan.
Bagaimana menyelesaikan persoalan tersebut sehingga kejahatan-kejahatan dalam pelaksanaan ujian nasional tidak terjadi?
Beberapa hal yang ingin saya ajukan untuk menegakkan kembali dunia pendidikan sebagai dunia ilmiah, dunia pembentukan kepribadian yang terpuji dan dunia yang menjunjung tinggi kejujuran, keadilan, dan semangat juang yang tinggi?
Pertama, Pemerintah harus mengembalikan fungsi ujian nasional sebagai pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan; dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Kedua, pemerintah harus mengembalikan kepercayaan pendidikan kepada penididik maupun satuan pendidikan. Selama ini pemerintah merasa tidak yakin dan tidak percaya dengan pendidik maupun satuan pendidikan, sehingga banyak hal yang merupakan hak dan tupoksi pendidik dan satuan pendidikan diambil alih oleh pemerintah. Contoh kecil, untuk jenjang SMP, SMA/SMK kelulusan peserta didik ditentukan oleh pemerintah dengan mengeluarkan kriteria kelulusan melalui permendiknas menjelang ujian nasional. Seharusnya pemerintah belajar dari penilaian pendidikan di jenjang SD, dimana sekolah berhak menentukan sendiri kriteria kelulusan, sehingga pada saat pelaksanaan ujian akhir di SD pelaksanaannya relatif jujur dan tidak terjadi kecurangan-kecurangan seperti yang terjadi di jenjang SMP, SMA/SMK.
Ketiga, pemerintah harus lebih memfokuskan diri pada upaya peningkatan kualitas pendidikan baik itu menyangkut SDM maupun lainnya. Yang terjadi selama ini pemerintah justru disibukan dengan hal-hal kecil, seperti penilaian pendidikan, kurikulum yang harus berganti setiap ganti orde pemerintahan, istilah-istilah dalam pendidikan entah mengenai istilah jenjang, ujian, kurikulum ataupun lainnya.
Dengan demikian maka pemerintah harus instropeksi diri bahwa pendidikan adalah milik masyarakat, pemerintah hanya berkewajiban memberikan dukungan untuk peningkatan kualitas pendidikan sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang kompeten. Maukah pemerintah mempercayakan pendidikan kepada pendidik maupun satuan pendidikan, apakah pemerintah rela pendidikan lepas dari kendali politik? Semoga.......